ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN
BAB I
PENDAHUAN
A.
Latar
Belakang
Nusantara adalah sebuah wilayah yang sangat besar, dengan kekayaan yang
melimpah ruah, wilayah agraris serta maritim yang sangat kaya akan sumber daya
alam. Penduduk yang sangat ramah serta keterbukaan dalam menerima pendatang,
sehingga wilayah nusantara menjadi daerah rebutan negara-negara adi kuasa, baik
barat, maupun timur yang memiliki peradaban yang jauh lebih maju dari
pada nusantara. Maraknya kolonialisme serta imperialisme menjadi faktor utama
perjalanan misi glory, gold, dan gospel.
Latar belakang penduduk yang masih tertinggal, menjadi faktor kelemahan
masyarakat nusantara, sehingga misi para negara adi kuasa berjalan dengan baik,
dengan prinsip glory dan gold.
Perjuangan para penduduk yang kuat, dengan prinsip kesatuan nusantara untuk
membangun negara sendiri sangatlah kuat. Kegigihan para pahlawan dengan
niat yang kuat, memberikan perlawanan kepada para kaum kolonialis. Dalam
perintisan negara kesatuan ini, tak terlepas dari beberapa pihak yan mendukung
serat bersatu untuk membangun negeri tercinta. Maka lahirlah pergerakan serta
organisasi dengan tujuan membangun negeri. Islam yang pada saat itu hampir
menguasai bidang religi nusantara tak tinggal diam dalam pembangunan negeri.
Mereka ikut andil dalam mendukung misi ini dengan mendirikan pergerakan dan
organisasi dengan dengan prinsip kesatuan ukhuwah islamiyah, yang di antaranya,
persatuan Islam (PERSIS), Jam’iyatul Washliyah, Muhammadiyah, Nahdlatul
‘Ulama (NU), Jam’iyatul Khoir Al-Irsyad, Serikat Islam (SI) serta masih banyak
lagi pergerakan dan organisasi yang lahir baik dari kalangan muslimi,
nasionalis, pelajar dsb. Islam sebagai agama mayoritas tentunya memiliki
peranan serta gerakan penting dalam membawa kemajuan negeri. Pembahsan
kali ini lebih dominan membahas sejarah organisasi islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi besar umat yang ada di
Indonesia sampai saat ini. Organisasi muhammadiyah merupakan organisasi sosial
islam yang berdiri pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, di Yogyakarta atau
pada tanggal 18 November 1912 M. Organisasi ini dipelopori oleh K.H Ahmad
Dahlan atas saran murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo
untuk mendirikan lembaga pendidikan yang bersifat permanen. Ahmad Dahlan
dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis. Bapaknya
adalah seorang pegawai masjid Kesultanan (Khatib) dan ibunya adalah anak
seorang Penghulu yang bernama Haji Ibrahim. Bapaknya bernama K.H Abu Bakar bin
Kyai Sulaiman. Sewaktu kecil ia belajar agama (mengaji) dengan menggunakan
sistem lama di pesantren yang biasa ditemui pada waktu itu. Setelah
menyelesaikan pendidikan dasarnya pada ilmu Nahwu, Fiqh, dan Tafsir di
daerahnya, ia melanjutkan belajar ke Mekkah pada tahun 1890. Salah seorang gurunya
adalah Syaikh Ahmad Khatib.[1]
K.H Ahmad Dahlan berasal dari keluarga yang berpengaruh dan terkenal
dilingkungan kesultanan Yogyakarta, yang secara genealogis ditelusur akan
sampai pada Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi.[2]
Didirikannya Muhammadiyah oleh K.H Ahmad Dahlan merupakan hasil
pengalamannya aktif di organisasi Bud Utomo, Jamiat Khair, dan Sarekat
Islam. beliau mengamati bahwa belum ada organisasi masyarakat pribumi
yang berorientasi pada Gerakan Modernisme islam. K.H hmad Dahlan
merumuskan tujuan pendirian Muhammadiyah yakni “Menyebarkan Pengajaran Nabi
Muhammad Saw kepada Penduduk Bumiputra dan memajukan Agama islam kepada
anggotanya”. Sejak Kelahirannya Muhammadiyah menetapkan Khittah (garis
perjuangan) untuk bergerak dibidang dakwah,sosial,dan pendidikan. Karena
itu Ahmad Dahlan berusaha mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan Tabligh,
mendirikan masjid, serta menerbitkan buku, brosur, surat kabar, dan majalah.
Inti dari cita-cita Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah adalah memurnikan ajaran islam
dari praktek menyimpang yang tidak terdapat dalam Al-qur’an dan Sunah Nabi SAW.[3]
Organisasi Muhammadiyah dalam tahun-tahun awal tidak mengadakan pembagian
tugas yang jelas diantara anggota pengurus . sekurang-kurangnya sampai tahun
1917, ruang gerak kegiatan organisasi ini masih sangat terbatas pada daerah
kauman Yogyakarta dan sekitarnya. Dan barulah setelah tahun 1917, organisasi
ini mempunyai daerah operasi yang lebih luas. Di Jawa, Muhammadiyah begitu
cepat tersebar disebabkan juga oleh kegiatan misionaris Kristen. Di bidang
sosial, Muhammadiyah juga mencontoh kegiatan misionaris Kristen seperti
mendirikan rumah yatim Piatu, merawat fakir miskin, dan membangun klinik
kesehatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat. Dan meluasnya keanggotaan
Muhammadiyah didukung faktor lain seperti cara dakwah Muhammadiyah yang
cenderung toleran.[4]
Cara tersebut sungguh cara yang cerdik yang dilakukan oleh Ahmad Dalan
dalam menyerbarkan paham darinya melalui cara seperti misionaris Kristen ini.
Karena pada tahun-tahun berikutnya Muhammadiyah diketahui membangun
cabang-cabang di luar pulau jawa khususnya di Minangkabau.
Faktor lain yang mendukung tersebarnya Muhammadiyah adalah
tablig-tablig/dakwahnya mengarah langsung ke amal perbuatan ditengah0tengah
masyarakat yang lebih luas sehingga dapat menarik para patriot dan memberikan
dasar-dasar yang tehug bagi setiap jiwa pada saat itu. oleh karena itu, tidak
mengherankan jika pada saat itu sedang hebatnya reaksi pemerintah Hindia
belanda, Muhammadiyah dapat menarik kelompok intelektual, yang biasanya hanya
tertarik oleh gemerlapnya teori belaka.[5]
Suatu bagian yang sangat penting dalam suatu organisasi Muhammadiyah adalah
majelis Tarjih yang terbentuk pada tahun 1927 melalui utusan kongres organisasi
tersebut di pekalongan. Fungsi dari majelis ini adalah memberikan fatwa atau
menjelaskan hukum masalah-masalah yang sering menjadi pertikaian.
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan majelis Tarjih tidak langsung disampaikan
kepada masyarakat dan tidak pula masyarakat Muhammadiyah sendiri, namun lebih
dahulu disampaikan kepada pimpinan pusat dari organisasi untuk melaksankannya.
Perkembangan organisasi, Muhammadiyah sampai pada tahun 1935 telah
mempunyai 110 cabang dengan anggota kurang lebih 250 ribu orang anggota. Dan
hingga sekarang organisasi Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi yang
mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan di negeri Indonesia dengan
berhasilnya membangun prasarana pendidikan dari tingkat Taman
kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi atau Akademi.
Disamping itu, juga mempunyai berbagai macam sarana sosial seperti Rumah Sakit,
Yayasan Yatim Piatu, dan sebagainya.
Dengan demikian, organisasi Muhammadiyah selalu menunjukan adanya grafik
peningkatan dalam berbagai keberhasilan yang tekah diraih dalam rangka
ikut serta membangun umat dan mengisi pembangunan bangsa dinegeri Indonesia.[6]
B.
Nahdlatul
‘Ulama (NU)
Nahdhatul Ulama (Ar : Nahdhah al-‘Ulama = Kebangkitan Ulama). didirikan
pada tanggal 16 Rajab 1344 H. atau tanggal 26 Januari 1926 di Surabaya
atas prakarsa KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah; Disingkat
NU. [7]
Disamping di bantu oleh KH Wahab Hasbullah, dalam mendirikannya KH Hasyim
Asy’ari juga dibantu oleh ulama-ulama lain diantaranya yaitu :
1. K.H. Bisri
Jombang
2. K.H. Ridwan
Semarang
3. K.H. Nawawi
Pasuruan
4. K.H. R.
Asnawi Kudus
5. K.H. R.
Hambali Kudus
6. K. Nakhrowi
Malang
7. K.H. M. Alwi
Abdul Aziz
8. K.H.
Doromuntaha Bangkalan dan lain-lain.[8]
Nahdhatul Ulama Lahir dengan melalui proses yang panjang. Secara
organisatoris, hal ini dimulai ketika para tokoh islam pesantren, Wahab
Hasbullah dan Mas Mansur mendirikan madrasah yang bernama Nahdhatul Wathan pada
1916 di Surabayaya. Staff pengajar Nahdhatul Wathan didominasi oleh ulama
pesantren, seperti Bisri Syansuri (1886-1980), Abdul Hakim Lei Munding dan
Abdullah Ubai (1899-1938). Pada 1918, Abdul Wahab Hasbullah dan K.H Ahmad
Dahlan dari Kebondalem mendirikan Tashwirul Afkar, yaitu sebuah forum diskusi
ilmiah keagamaan yang mempertemukan kelompok pesantren dan modernis. Pada tahun
yang sama Abdul Wahab Hasbullah bersama K.H Hasyim Asy’ari mendirikan sebuah
koperasi dagang yang bernama Nahdhatul Tujjar. Hanya saja memasuki tahun
1920-an, kebersamaan dan upaya saling pengertian antara kelompok islam
pesantren dan modernis berubah menjadi persaingan yang mengelompok.
Menjelang kelahiran NU, ditingkat internal umat islam Indonesia telah
terbentuk forum formal kongres Al-Islam, yang berfungsi untuk mempertemukan
para tokoh Islam di Indonesia. Pada 1921 para Ulama menyelenggarakan kongres
Al-Islam di Cirebon untuk mengurai persoalan khilafiah sehingga diharapkan
tercipta iklim yang lebih sejuk. Kemudian pada bulan Desember 1922 kongres
Al-Islam kedua digelar di Garut menyusul kemudian kongres luar biasa Al-Islam
di Surabaya pada 1924. Diantara tokoh-tokoh Islam yang intens mengikuti
pertemuan-pertemuan tersebut adalah HOS. Tjokroaminoto, K.H Abdul Wahab
Hasbullah, K.H Mas Mansur, H. Agus Salim, K.H Abdul Halim Majalengka, K.
Sangadji, R. Wondoamiseno, dan lainnya. Sebelum kongres luar biasa
berlangsung, K.H Abdul Wahab Hasbullah menyatakan Mundur dari
kepanitiaan.[9]
Kelahiran NU tidak terlepas dari adanya reaksi terhadap situasi umat islam
ketika itu. pada permulaan abad ke-20 umat islam mengalami kegoncangan akibat
kekalahan Turki Utsmani pada perang Dunia 1 yang dipandang sebagai kejatuhan
dunia islam. Hal ini terjadi karena kekuasaan sultan Turki sebagai Khalifah
umat islam itu telah diakui keberadaannya oleh semua wilayah islam termasuk
Indonesia.Kegoncangan umat islam ini diperburuk lago oleh keputusan Majelis
Nasional Agung Turki yang menghapuskan Kekuasaan Sultan pada tahun 1922 dibawah
pimpinan penguasa Turki yang baru, Mustafa Kemal Ataturk. Dalam pada itu pengikut
gerakan Wahabi dibawah pimpinan Ibnu Sa’ud berhasil menguasai wilayah
Hejaz. Gerakan ini, dengan tujuan memurnikan paham tauhid umat islam, telah memusnahkan
semua yang dipandangnya menimbulkan bid’ah dan khurafat. Disamping menentang
taklid kepada pendapat imam-imam madzhab dan menyeru untuk kembali kepada
Al-Qur’an dan Sunnah.
Hal ini menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap umat islam, termasuk
umat islam Indonesia, terutama terhadap para ulama yang kuat berpegang pada
tradisi dan melestarikan ajaran bermadzhab. Ketika itu di Indonesia muncul pula
gerakan-gerakan keagamaan yang dikenal dengan gerakan pembaru, sebagai akibat
dari pengaruh pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab dari Saudi Arabia dan
Muhammad Abduh di Mesir. Berkembangnya gerakan yang bersemboyan kembali kepada
Al-Quran dan sunnah ini dirasakan oleh para Ulama tradisional sebagai
“ancaman” terhadap kelestarian tradisi Ahlusunah Waljamaah.[10]
Pada tanggal 31 Januari 1926 bertepatan tanggal 16 Rajab 1344 H, Komite
Hejaz mengadakan rapat dirumah K.H Abdul Wahab Hasbullah yang dihadiri oleh
Ulama-Ulama terkemuka. Pertemuan tersebut membicarakan perkembangan dunia islam
mutakhir hingga memikirkan langkah bersama untuk mempertahankan kepentingan
masayarakat islam pesantren. Mereka kemudian memutuskan K.H Asnawi sebagai
utusan para ulama untuk menghadiri Muktamar dunia islam di Mekkah. Rapat juga
memutuskan untuk sepakat mendirikan organisasi yang diberi nama Nahdhatul Ulama.[11]
Tujuan Nahdhatul Ulama (NU) seperti tersebut dalam Anggaran Dasar Tahun
1926 (sebelum menjadi partai politik) adalah perkumpulan sosial keagamaan yang
mementingkan pendidikan dan pengajaran agama islam. Dalam ikut serta
mempertinggi kecerdasan masyarakat Indonesia dan menggembleng budi pekertinya,
NU mendirikan beberapa Madrasah ditiap-tiap cabang dan ranting. Pada masa
pemerintahan Belanda dan penjajahan Jepang, NU tetap memajukan
pesantren-pesantren, mengadakan dakwah dan pengajian-pengajian dan lain-lainya.
NU juga bergerak dalam bidang lainnya seperti di bidang pendidikan,
bidang sosial dan di bidang ekonomi. Sejak berdirinya sampai tahun 1989,
NU sudah 28 kali melaksanakan muktamar. Muktamar pertama dilaksanakan pada tanggal
21-23 September 1926 di Surabaya. Keputusan utama di antaranya adalah
memantapkan diri sebagai pembela paham Ahlussunah Waljamaah.
Untuk memperkuat perjuangan umat islam, NU bersama-sama organisasi Islam
lainnya, seperti Muhammadiyah, mengambil keputusan untuk membentuk partai
politik Indonesia dalam wadah Masyumi.[12]
Dari situlah awal dari berubahnya NU dari hanya organisasi keagamaan menjadi
organisasi politik juga.
Dalam perkembangann Selanjutnya NU sekarang ini merupakan organisasi sosial
keagamaan. Namun, sebagian dari tokoh-tokohnya masih merupakan orang-orang yang
aktif dalam kegiatan politik secara tersebar.
C. Persatuan Islam (PERSIS)
Persatuan islam (PERSIS) merupakan salah satu
organisasi islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. PERSIS didirikan di
Bandung pada tanggal 17 September 1923 oleh seorang ulama asal Palembang, Kiai
haji Zamzam (1894-1952). Ketika menuntut ilmu di Mekah, Kiai Haji Zamzam sudah
berkenalan dengan pemikiran Wahabi, Muhammad Abduh, serta Rasyid Rida.[13]
Tokoh utama Persatuan Islam (PERSIS) adalah Ahmad
Hassan (1887-1958). Lahir dan besar di Singapura, Ahmad Hassan sejak remaja
sudah mengenal gagasan pembaruan yang disebarkan majalah al-imam.
Satu lagi organisasi yang menyatakan secara tegas
sebagai penerus gerakan pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Rida adalah
Persatuan Islam, yang disingkat Persis. Persisi didirikan di Bandung pada
tanggal 17 September 1923 oleh seorang ulama asal Palembang, K.H Zamzam
(1894-1952). Ketika menuntut ilmu di Mekkah, K.H Zamzam sudah berkenalan dengan
pemikiran Wahabi, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida.
Tokoh utama persatuan Islam adalah Ahmad Hassan
(1887-1958). Lahir dan besar di Singapura, Ahmad Hassan sejak remaja
sudah mengenal gagasan pembaruan yang disebarkan majalah Al-Imam. Sebagai anggota redaksi surat kabar
Utusan Melayu, Ahmad Hassan menulis banyak artikel mengenai pentingnya umat
islam kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Ahmad Hassan menulis banyak
artikel mengenai pentingnya umat islam kembali kepada ajar Al-Qur’an dan
Hadits. Ahmad Hassan yang di kenal sebagai seorang yang keras dan konsisten.
Maka tak heran jika persis beridiri dan berkembang dengan prinsip keras,
konsisten dan tidak ada kompromi.[14]
Persis memilki cita-cita yang sama dengan
Muhammadiyah, tetapi metode keduanya berbeda. Muhammadiyah lebih condong pada
pendekatan sosialis, seperti sekolah fasilitas umum dsb. Sedangkan persis lebih
kepada dakwah dan penyebaran agama langsung, seperti media massa, media sosial
dsb. Selain itu, persis mempunyai prinsip idealis dalam mengembangkan
organisasinya. Bidang akademik menjadi titik utama faktor perkrutan keanggotaan
persis. Sehingga tak heran jikalau persis memiliki basi akademisi yang kuat.
Mereka lebih suka bertukar fikiran dengan akademisi lainnya. Diantara
perdebatan yang penting ialah perdebatan dengan Ahmadiah Qadiani pada
tahun 1930 selama tiga kali, yaitu tentang pendapat yang dikeluarkan
golongan Ahmadiah bahwa pendiriannya diakui oleh para pengikutnya sebagai
seorang Nabi dan Nabi Isa meninggal di Kashmir, selain itu Persis juga pernah
mengadakan perdebatan-perdebatan dengan golongan lain, seperti Ijtihadul
Islamiyah Sukabumi, Majelis Ahlu Sunnah di Bandung, dan
Nahdhatul Ulama di Cirebon tahun 1936. Organisasi ini memiliki
bebrapa alat publikasi yang diantaranya berupa majalah Pembela
Islam terbitan Bandung, Al-Fatwa yang ditulis
denga huruf Jawa berbahasa Indonesia, At-Taqwa dengan
menggunakan bahasa Sunda dan berbagai Pamflet, Brosur, dan Buku-buku.[15]
Meskipun sering di gadang-gadang mirip dengan Muhammadiyah, dalam ranah
perluasan wilayah, persis lebih memiliki prinsip idealis dalam merekrut dan
membangun keanggotaanya. Dibanding dengan Muhammadiyah, Persis tidaklah terlalu
giat dalam membentuk . banyak cabang. Pembentukan suatu cabang tergantung
kepada inisiatif dan tidak ditentukan oleh program pimpinan pusat. Jika
Muhammadiyah berusaha menggiring orang masuk, lalu kemudian membina orang
tersebut didalam organisasi, maka Persis mengutamakan dahulu diluar lalu yang
dianggap sudah layak baru direkrut menjadi anggota. Tidaklah mengherankan jika
organisasi Persis jauh lebih kecil dibanding Muhammadiyah dalam jumlah anggota
dan aktivitasnya. Persatuan Islam hanya memiliki 200 cabang diseluruh
Indonesia, yang menangani ratusan sekolah dan pesantren.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Perkembangan
Islam di Indonesia sangatlah pesat, terbukti dengan lahirnya organisasi islam,
perjuangan kaum muslim dalam kemerdekaan Indonesia, menjadi agama mayoritas
sehingga Indonesia menjadi negara islam terbesar. Perjuangan islam di Indonesia
tidak terlepas dari para pewaris ulama yang menyebarkan islam di Indonesia.
Organisasi yang didirikan memberikan dampak positif terhadap budaya serta
karakter negara Indonesia. Sehingga tak heran apabila Indonesia memiliki islam
yang sangat kuat dengan adanya organisasi islam baik di bidang politik,
maupun sosial
Prof. Dr.
Taufik Abdullah dkk. Ensiklopedi Islam. ( PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta :
2009)
Tim
Penyusun. Ensiklopedi Islam. (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta : 1997)
Artawijaya.
Belajar dari Partai Majumi. (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta : 2014)
Nasihin.
Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945. (Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2012)
Syaukani,
Ahmad. Drs. M. A. Perkembangam Pemikiran Modern di Dunia Islam.
(CV. Pustaka Setia, Bandung : 2001)
Nizar,
Samsul. Prof. Dr. M. Ag. Sejarah Pendidikan Islam. (Prenda Media Group, Jakarta
: 2011)
Muhammadiyah,
Hilmi & Sulthan Fathoni.2004. NU: Identitas Islam Indonesia .Jakarta:
Elsa PP.
Muhammadiyah.2010.
1 Abad Muhammadiyah .Jakarta: Buku Kompas
Drs.
Syaukani, Ahmad.2001. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam.Bandung:
Pustaka Setia
Dra. Kurnia,
Nia & Amelia Fauzia. Gerakan Modernisme . Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve
Syamsu,
Muhammad As.1999. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta:
Lentera Basritama
Arifin
MT.1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah .Jakarta. Dunia Pustaka jay
[1] Drs.
Ahmad Syaukani, MA. 2001. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam. Bandung
: Pustaka Setia. Halaman 120
[2] MT.Ariin.1987.Gagasan
Pembaharuan Muhammadiyah.Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Halaman 75
[5] PP
Muhammadiyah. 2010. 1 Abad Muhammadiyah. Hlm 104
[9] Hilmy
Muhamadiyah dan Sulthan Fatoni.. NU identitas Islam Indonesia.. Hlm 118
[13] Ensiklopedia
Islam hlm. 368
[14] Dra.
Nia Kurnia dan Amelia Fauzia. Gerakan Modernisme. Jakarta. Ichtiar Baru Van
Hoeve. Hlm 368
[15] Drs.
Ahmad Syaukani, MA. 2001. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam. Hlm 134
[16] Nia
Kurnia dan Amelia Fauzia. Gerakan Modernisme. Hlm 369
Komentar
Posting Komentar