PERAN, FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA


TUGAS TERSTRUKTUR

DOSEN PENGAMPU
Pendidikan Keluarga dan Masyarakat


Dra. Hj. Masyitah M, Pd. i
PERAN, FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA
Oleh Kelompok 11:

Hilyatun Najwa                     [1611211630]
Riskiani Mindi Safitri           [1501210331]
Taufik                                    [1501211461]
Yusron Prayogi                     [1501211462]

Universitas Islam Negeri Antasari
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2018



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan sebagai proses memanusiaan manusia membutuhkan sinergi antar komponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat. Komponen pendidikan yang meliputi raw material (input siswa) , tools (alat-alat dan sarana prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang akan menentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang terdiri atas siswa, guru, kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah harus sevisi dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan baik tujuan akademis maupun pembentukan moral.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dinilai banyak pihak belum berkualitas, sebagai indikatornya adalah kualitas Human Development Index (Indeks Kualitas Manusia) berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singgapura, Thailand, bahkan Vietnam. Ada beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di tanah air antara lain: proses pembelajaran belum memperoleh perhatian optimal, guru lebih banyak bekerja sendirian, forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) belum berfungsi optimal, sekolah belum menjadi pusat belajar bagi guru. Berdasar UU No 14 Tahun 2005 guru dituntut untuk profesional. Indikator keprofesionalan guru mencakup empat hal yakni kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.Untuk mencapai keempat kompetensi tersebut selama ini ditempuh secara konvensional yakni melalui diklat dan penataran. Akan tetapi model konvensional tersebut belum menunjukkan hasil yang optimal karena materi penataran akan dilupakan begitu saja setelah sampai di sekolah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja peran, fungsi, dan tanggung jawab keluarga
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui peran, fungsi, dan tanggung jawab keluarga


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Status, Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga
Status, Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga perbedaan status dalam Keluarga membawa kepada perbedaan fungsi yang akan diperankan oleh masing-masing dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu secara langsung atau tidak dipersepsi dan dihayati untuk selanjutnya akan masuk dalam khazanah pengalaman anak. Oleh sebab itu antar hubungan di dalam keluarga sangat penting untuk diperhatikan. Tidak serasinya hubungan suami isteri akan mendatangkan keburukan dalam pertumbuhan dan pendidikan anak-anak yang akhirnya membawa kemerosotan kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu suami-isteri sebagai sayap kanan dan kiri harus saling bekerjasama dalam menerbangkan pesawat kehidupan menuju tujuannya.
Untuk menjamin keharmonisan di dalam rumah tangga, maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya tugas dan suami-isteri yang telah berbeda secara kodrati.
1.      Kepemimpinan Ayah Terhadap Keluarga
Menurut Islam, ayah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keluarga. Bila ditinjau secara sosiologis seseorang menjadi pemimpin karena ada kelebihan yang dimiliki melebihi apa yang dipunyai massanya. Begitu dengan ayah yang menjadi pemimpin dalam keluarga karena telah dianugerahkan Oleh Allah beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan anggota keluarga Iainnya isteri dan anak-anak. Ditetapkannya ayah menjadi pemimpin sekaligus diberi amanat untuk mengendalikan rumah tangga menuju tujuannya.
Menurut Zamakhsyari kekuasaan yang dimiliki suami sebagai pemimpin bukan atas dasar kebiasaan, kehormatan, paksaan, kekuatan tetapi atas dasar kelebihan yang dipunyai suami, seperti pikiran, keteguhan hati, kemauan yang keras, menunggang kuda dan memanah. Juga karena keharusan memberikan mahar dan perbelanjaanh idup isteri.[1]
Kedudukan suami sebagai pemimpin keluarga bukan semata-mata berkewajiban menyediakan nafkah makanan dan pakaian tetapi dibebanit ugas mengendalikan rumah tangga sehingga setiap anggota keluarga dapat menikmati makna keluarga dan agar setiap anggota keluarga dapat secara terus menerus meningkatkan kualitas pribadinya dalam berbagai segi, baik segi hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, segi penguasaan pengetahuan dan sebagainya.
Ayah sebagai pemimpin adalah menjadi panutan bagi anggota keluarga terutama anak-anaknya.
Bagi anak yang berusia tiga tahun tumbuh pandangan bahwa ayahnya adalah manusia yang ideal yang akhirnya membawa kepada pemikiran seolah-olah ayahnya itu Tuhan. Kedudukan ayah dalam pribadi anak sungguh mengagumkan sebagai seorang yang sempurna dan tidak akan mati. Anak memandang orang tua dengan khayalannya bukan atas dasar kenyataan yang ada, dan ini merupakan pertumbuhan awal dari rasa agama.
Allah Menegaskan
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”Q.S An-Nisa: 34
Menurut Zakiah Daradjat kekaguman dan penghargaan terhadap ayahnya penting untuk membina jiwanya, moral dan pikiran sampai usia lebih kurang lima tahun dan inilah yang akan menumbuhkan kepercayaan kepada Allah.
Penting bagi ayah menyadari bahwa pada saat perpindahan dan pikiran dari ayah sebagai Tuhan kepada Tuhan yang sebenarnya, anak mulanya berpandangan negaga terhadap Tuhan, maka untuk itu ayah harus memberikan pengertian yang positif mengenai Tuhan tersebut.[2]
Sebenarnya orang tua - ayah dan ibu adalah pusat rohani anak dan perkembangan reaksi emosi anak serta pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap kedua orang tuanya dipermulaan hidupnya dahulu.
Berdasarkan kepada kenyataan itu, ayah yang berstatus sebagai pemimpin dituntut menunjukkan dirinya sebagai seorang lelaki yang bertanggung jawab, berwibawa, demokraăs serta sifat-sifat utama kepemimpinan lainnya.
Antara dia sebagai pemimpin dengan anak harus tetap terjalin hubungan keakraban namun tidak melunturkan kewibawaannya.
Hadis Rasulullah riwayat Ibn Majah menyatakan
أكرموا أولادكم وأحسنوا آدبهم (رواه ابن ماجة)
Artinya : Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَا مِنْ رَجُلٍ تُدْرِكُ لَهُ ابْنَتَانِ , فَيُحْسِنُ إِلَيْهِمَا مَا صَحِبَتَاهُ أَوْ صَحِبَهُمَا , إِلَّا أَدْخَلَتَاهُ الْجَنَّةَ "
Artinya: “Seseorang yang ditemui oleh dua orang anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada keduanya disebabkan keduanya bersahabat dengannya atau ia bersahabat dengan kedua anak itu, niscaya akan dimasukkan ke dalam surga.”
Kedua hadis di atas menjelaskan bagaimana seharusnya orang tua atau orang yang lebih tua bersikap terhadap anak yakni prinsip kemanusiaan yang tampak dalam pergaulan yang wajar.
Kewibawaan akan tumbuh di mata anak-anak bilamana ayah menempatkan dirinya secara semestinya dan menunaikan tugas yang memang merupakan tanggung jawabnya.
Perasaan takut kepada ayah tidak harus tumbuh pada jiwa anak karena hal itu akan mengurangi kelancaran komunikasi dan dengan berkurangnya komunikasi antara ayah dan anak akan semakin kurang pula keterbukaan yang amat penting bagi anak untuk menyerap berbagai hal yang positif dari ayahnya. Wibawa adalah adanya penghargaan anak kepada ayah bukan perasaan takut.[3]
Posisi ayah sebagai pemimpin dibenarkan dalam waktu waktu tertentu untuk menampakkan kekuasaannya seperti menghukum anak bila melanggar perintahnya, misalnya memukul anak yang tidak solat pada usia anak telah mencapai sepuluh tahun. Kekuasaan yang ditampakkan itü demi pendidikan untuk menyadarkan anak sebagaimana lazimnya hukuman yang diberikan kepada karyawan yang melanggar disiplin. Kekuasaan bisa pula diperlihatkan dalam bentuk memberikan ganjaran kepada anak yang telah menuimikan suatu tugas tertentu dengan baik.
Berkenaan dengan ganjaran perlu diingatjangan sampai memberi ganjaran atas perbuatan yang memang seharusnya dilakukan oleh anak seperti karena anak makan teratur. Hal itü bisa menumbuhkan sikap materialisüs. Ganjaran diberikan tidak untuk pelaksanaan tugas yang memang harus dilakukannya. Sebaiknya ganjaran bersifat absfrak pengganti ganjaran yang bersifat materi. Hal itü berangsur-angsur menumbuhkan hafi nurani dan tumbuhnya kepribadian yang kuat dan tenang terhadap perbuatan yang dilakukannya. Jelas bahwa ganjaran — materi, rohani — bukan tujuan pokok tetapi dipandang sebagai jalan yang dilalui untuk membina nilai-nilai kelakuan.
İslam selalu memotivasi umamya dengan ganjaran pahala atau surga. Secara umum menunjukkan betapa motivasi dengan ganjaran begitu penting agar manusia terdorong kepada nilai Kebaikan dan kebenaran yang harus diamalkannya dalam kehidupan. Konsep umum ini sebenarnya bisa juga diberlakukan bagi pendidikan anak. Yang lebih penting diperhatikan bahwa ganjaran pahala atau sorga mengisyaratkan sesuatu yang bersifat abstrak.
Ganjaran yang bersifat materi masih wajar jika materi yang diberikan itu masih sangat berkaitan dengan pendidikan atau bernilai pendidikan.
Ayah harus menyadari bahwa setiap ucapan dan tindakannya akan selalu berpengaruh terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu dia dituntut untuk selalu sadar bahwa dia sebagai pemimpin selain menunaikan tugas pengendalian rumah tangga juga yang terpenting adalah terjadinya proses identifikasi oleh anak yang terjadi di setiap kesempatan. Kepemimpinan ayah yang baik membuahkan identifikasi yang positif.[4]
2.      Kepemimpinan Ibu di dalam Rumah Tangga
Teratur tidaknya rumah tangga menurut Islam, berada di tangan isteri. Dalam hubungan dengan pengaturan rumah tangga paling tidak meliputi :
a.       Pengaturan tata ruang meliputi pengaturan meja, pembagian ruangan kursi, -kalau mungkin- letak hiasan dan pengaturan bunga-bunga pengaturan tampak indah, rapi dan sehingga harmonis.
b.      Pengaturan kebersihan rumah tangga. Kebersihan di sini melipuå kebersihan dari kotoran dan najis.Kebersihan rumah tangga mencakupk eduanya dan meliputi kebersihan seluruh rumah termasuk lingkungan, pakaian dan makanan.
c.       Pengaturan lingkungan rumah seperti tata kebun bunga-bunga dan sebagainya yang turut memperindah rumah dan menyejukkan situasi di dalam rumah maupun lingkungannya.
d.      Pengaturan waktu kerja di rumah meliputi waktu belajar, makan, istirahat atau bermain.
e.       Pengaturan isi rumah — anggota keluarga — untuk terjalinnya suasana persaudaraan yang akan membuahkan ketenteraman sehingga tetangga üdak merasa-terganggu.
Dalam rangka penunaian tugas pengaturan rumah tangga tersebut secara tidak langsung ibu melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu sebagaimana diutarakan pada sub bab terdahulu — bahwa ibu seyogyanya menguasai berbagai dasar pengetahuan yang berkenaan dengan kerumahtanggaan.
Dalam penunaian tugas-tugasnya, ibu berarti telah membiasakan dan memberi contoh mengenai pentingnya keindahan, keserasian, keteraturan, berbelanja yang tepat, dan sebagainya. [5]
Pengaturan tata ruang dan lingkungan berarü membiasakan dan mencontohkan penüngnya keindahan dan keserasian.  Penerapan kebersihan — ruangan dan lingkungan — berarü mengajarkan kepada anak agar selalu bersih baik bersih dari kotoran maupun najis. Tata cara membersihkan najis sangat membantu untuk menumbuhkan kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan fiqh Islam.
Pengaturan waktu sangat penüng untuk membiasakan anak menghargai waktu, memanfaatkan secara tepat dan melaüh hidup teratur. Hal itu sesuai dengan pesan dari firman Allah surah AlFurqan ayat 47 yang menunjukkan adanya waktu untuk bekerja dan untuk istirahat.
Dalam kaitan dengan waktu, yang penting pula ialah Penerapan disiplin terhadap waktu. Waktu bekerja atau istirahat yang telah ditetapkan sepantasnya dihormati dan ditaati agar keteraturan hidup keluarga terjamin.
Berkenaan dengan pengaturan anggota keluarga agar selalu tenteram sehingga tiak mengganggu tetangga adalah pendidikan yang utama, sebab menghormati tetangga angat dianjurkan oleh agama. Campur tangan ibu untuk mengarahkan anaknya dalam hal ini sangat terpuji dan dibenarkan dalam segi pendidikan. Keharmonisan hubungan dengan tetangga adalah awal baik bagi tumbuhnya sikap harmonis dalam hubungan sesama manusia.
Menurut Abdul 'Aziz El-Quussy, orang tua dibenarkan ikut campur dalam mendidik anak diantaranya dalam hal yang membahayakan kehidupan anak, kesopanan umum dan mengganggu ketenangan orang lain.
Meskipun orang tua campur tangan, tetapi prinsip kebebasan tetap dihargai agar anak dapat lebih kreatif tetapi dalam hal-hal tertentu orang tua apat memberikan pengarahan, nasehat bahkan larangan dan ancaman.
3.      Pembagian Tugas Anak dan Latihan Bertanggung Jawab
Dalam berbagai kegiatan pengaturan yang dilakukan harus melibatkan ibu, anggota keluarga terutama anak-anak dalam rangka mendidik dan membiasakan mereka. Anak-anak dilibatkan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Anak yang lebih dewasa diberi tugas yang lebih berat, begitu pula anak lelaki diberi tugas lebih berat dari anak perempuan sesuai dengan kodratnya.
Mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan intelektual seperti membaca dan kegiatan lain seperti memperbaiki alat rumah tangga, perjalanan bersama dan Iainlain menurut berbagai peneliti dan ahli sebagai tindakan yang menunjang perkembangan intelek anak-anak. Partisipasi anak seperti itu bukan hanya berguna bagi anak, tetapi juga menguntungkan bagi orang tua, karena ia sendiri pun melaksanakan kegiatan tersebut dengan lebih bersungguhsungguh dan lebih berhati-hati yang pada akhirnya meningkatkan kualitas dan manfaat interaksi keduanya.
Dilibatkannya anak dalam kegiatan rumah tangga adalah untuk melatih rajin bekerja dan kemampuan melaksanakan tugas. Anak diberi tugas tertentu, diberi wewenang dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Anak jangan dibiarkan berpangku tangan meskipun orang tua mampu menyediakan pembantu untuk mengerjakan pekerjaan di rumah. Tanpa terikat dengan tugas tertentu, anak kurang merasa memiliki bahkan dapat menumbuhkan sikap manja dan kurang mandiri.
Orang tua memang berkewajiban membantu anak dalam memenuhi kebutuhan mereka, akan tetapi ådak boleh berlebihlebihan dalam menolongnya sehingga anak kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri.
Kalaupun ada pembantu rumah tangga tetapi bagi pekerjaan yang berkaitan langsung dengan dirinya sendiri seyogyanya dilakukan oleh anak sendiri.
Tugas yang diberikan kepada anak bukan sesuatu yang di Iuar kemampuannya mengganggu bagi jalannya proses belajar formal mereka. Tugas yang diberikan tidak terlepas dengan tujuan berupa laåhan bekerja, menjauhkan kemalasan, menyadari pentingnya berbagai pekerjaan rumah tangga, laühan mandiri dan bertanggung jawab. Anak laki-laki diberi tugas yang sesuai dengan kodramya, demikian pula anak Perempuan. Pokoknya anak diberi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dalam memberikan tugas sewaktu-waktu diadakan pertukaran di antara anak untuk menghilangkan kejernuan dan memberikan pengalaman baru sesuai dengan perkembangan kemampuan mereka.[6]


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Kepemimpinan Ayah Terhadap Keluarga
Menurut Islam, ayah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keluarga. Bila ditinjau secara sosiologis seseorang menjadi pemimpin karena ada kelebihan yang dimiliki berbagai segi, baik segi hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, segi penguasaan pengetahuan dan sebagainya.
Ayah sebagai pemimpin adalah menjadi panutan bagi anggota keluarga terutama anak-anaknya.
Menurut Zakiah Daradjat kekaguman dan penghargaan anak terhadap ayahnya penting untuk membina jiwanya, moral dan pikiran sampai usia lebih kurang lima tahun dan inilah yang akan menumbuhkan kepercayaan kepada Allah.
2.      Kepemimpinan Ibu di dalam Rumah Tangga
Dalam rangka penunaian tugas pengaturan rumah tangga tersebut secara tidak langsung ibu melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu sebagaimana diutarakan pada sub bab terdahulu — bahwa ibu seyogyanya menguasai berbagai dasar pengetahuan yang berkenaan dengan kerumahtanggaan.
Dalam penunaian tugas-tugasnya, ibu berarti telah membiasakan dan memberi contoh mengenai pentingnya keindahan, keserasian, keteraturan, berbelanja yang tepat, dan sebagainya.
3.      Pembagian Tugas Anak dan Latihan Bertanggung Jawab
Dalam berbagai kegiatan pengaturan yang dilakukan harus melibatkan ibu, anggota keluarga terutama anak-anak dalam rangka mendidik dan membiasakan mereka. Anak-anak dilibatkan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Anak yang lebih dewasa diberi tugas yang lebih berat, begitu pula anak lelaki diberi tugas lebih berat dari anak perempuan sesuai dengan kodratnya.
Mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan intelektual seperti membaca dan kegiatan lain seperti memperbaiki alat rumah tangga, perjalanan bersama dan Iainlain menurut berbagai peneliti dan ahli sebagai tindakan yang menunjang perkembangan intelek anak-anak.
B.     Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Tulisan ini dibuat sebagai wadah untuk menambah wawasan tentang  peran, fungsi dan tanggung jawab keluarga. Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu yang dapat membantu untuk menanamkan pemahaman tentang tentang  pendidikan keluarga dan masyarakat.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen mata kuliah yang telah membimbing kami dan para mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf.


DAFTAR PUSTAKA
Kamrani Buseri,  2010. Pendidikan Keluarga Dalam Islam Dan Gagasan Implementasi, Banjarmasin: Lanting Media Aksara Publishing House.


[1] Kamrani Buseri,  Pendidikan Keluarga Dalam Islam Dan Gagasan Implementasi. (Banjarmasin: Lanting Media Aksara Publishing House. 2010). h. 93
[2] Ibid.,94-95
[3] Ibid., 95-96
[4] Ibid., 97-98
[5] Ibid., 98-99
[6] Ibdi., 99-102

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian An-Nahyu, sighat-shigat An-Nahyu, kaidah-kaidah An-Nahyu

MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)

Sistem pendidikan Islam di Indonesia