ULUMUL QURAN : QIRA'AT DAN AQSAM ALQURAN
QIRA'AT DAN AQSAM ALQURAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur dari Mata
Kuliah Study Alquran diampu Oleh Bapa:
Dr. H. Abdul Basir, M.Ag
Oleh :
Yusron Prayogi {190211020041}
Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2019
2019
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunianya kepada kita semua, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-nya
mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Sholawat
serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita baginda besar Nabi
Muhammad SAW. karena beliaulah yang membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju
zaman terang benderang yang di terangi oleh iman, islam dan ikhsan.
Dalam
penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan . karena
itu sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapa Drs. H. Abdul Basir,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Study Alquran yang mana telah membimbing kami dalam proses perkuliahan.
2.
Orang tua kami yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan
dorongan serta bantuan baik dari segi materi, maupun moral.
Kami
sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, kami sangat mengharapakan
kritik dan saran, guna untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang
akan datang, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita Amin.
Banjarmasin, 28 November 2019
Yusron Prayogi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang ............................................................................ 1
B.
Rumusan maslah ........................................................................ 2
C.
Tujuan masalah............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qiraat Alquran........................................................... 4
B.
Latar belakang munculnya Qiraat Alquran................................. 5
C.
Macam-macam Qiraat Alquran................................................... 8
D.
Madzhab Qira’at yang Mu’tabar dalam qiraat Alquran.............. 9
E.
Pengertian Aqsam Alquran......................................................... 12
F.
Macam-macam aqsam Alquran................................................... 13
G.
Huruf yang digunakan untuk
aqsam dalam Alquran.................. 14
H.
Unsur-unsur Qasam Alquran...................................................... 14
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan......................................................................................
B.
Kritik dan Saran..........................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa hidup
Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab Alquran ialah memperoleh
ayat-ayat Alquran dengan mendengarkan, membaca dan menghafalkannya secara lisan
dari mulut ke mulut.
Pada periode
pertama, Alquran belum dibukukan, sehingga dasar pembacaan dan pelajarannya
masih secara lisan. Hal ini berlangsung terus sampai pada masa sahabat, masa
pemerintah Khalifah Abu Bakar dan Umar r.a. Pada masa mereka, Kitab Alquran
sudah dibukukan dalam satu mushaf. Pembukuan Alquran tersebut merupakan ikhtiar
khalifah Abu Bakar r.a. atas inisiatif Umar bin Khattab r.a. Pada masa Khalifah
Utsman bin Affan r.a. mushaf Alquran itu disalin dan dibuat banyak, serta
dikirim ke daerah-daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna
menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Alquran.
Hal itu
diupayakan Khalifah Utsman, karena pada waktu ada perselisihan sesama muslim di
daerah Azzerbeijan mengenai bacaan AlQur’an. Perselisihan tersebut hampir saja
menimbulkan perang saudara sesama umat Islam. Sebab, mereka berlainan dalam
menerima bacaan ayat-ayat Alquran karena oleh Nabi Muhammad SAW diajarkan cara
bacaan yang relevan dengan dialek mereka masing-masing. Tetapi karena tidak
memahami maksud tujuan Nabi Muhammad SAW, lalu tiap golongan menganggap hanya
bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga
mengakibatkan perselisihan. Itulah pangkal perbedaan qira’at dan tonggak
sejarah tumbuhnya ilmu qira’at.[1]
Tatkala para
qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok. qira’at tersebut diajarkan secara
turun temurun dari guru ke guru, sehingga sampai pada para imam qira’at, baik
yang tujuh maupun sepuluh.
Sebab-sebab
mengapa hanya tujuh imam qira’at yang masyhur padahal masih banyak imam-imam
qira’at lain yang lebih tinggi kedudukannya, karena sangat banyaknya periwayat
qira’at mereka. Ketika semangat dan perhatian generasi sesudahnya menurun,
mereka lalu berupaya untuk membatasi hanya pada qira’at yang sesuai dengan khaf
mushaf serta dapat mempermudah penghafalan dan pendabitan qira’atnya.[2]
Di dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang memberi penegasan
akan sebuah penyataan. Penegasan itu berbentuk pernyataan sumpah yang
langsung difirmankan oleh Allah swt. Sumpah dalam konotasi bahasa Alquran
disebut qasam. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan
termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi
dengan bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang
diingkarinya
Oleh karena
itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan menyajikan bahan seminar kelas
yang berjudul “Qira’at Alquran dan Aqsam Alquran” sehingga kita mengetahui
makna yang sesungguhnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian qiraat Alquran?
2.
Apa yang melatar Belakangi Timbulnya Perbedaan Qira’at.?
3.
Apa macam-macam qiraat Alquran?
4.
Siapa Madzhab Qira’at yang Mu’tabar dalam qiraat Alquran?
5.
Apa pengertian Aqsam
Alquran?
6.
Apa maca-macam
aqsam Alquran?
7.
Apa huruf yang digunakan
untuk aqsam dalam Alquran?
8. Apa Unsur-unsur Qasam Alquran?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian qiraat Alquran
2. Untuk mengetahui yang melatar Belakangi Timbulnya Perbedaan Qira’at.
3.
Untuk mengetahui macam-macam qiraat Alquran
4.
Untuk mengetahui Madzhab Qira’at yang Mu’tabar
5.
Untuk mengetahui pengertian Aqsam Alquran
6.
Untuk mengetahui maca-macam aqsam Alquran
7.
Untuk mengetahui huruf yang digunakan untuk aqsam dalam Alquran
8.
Untuk mengetahui Unsur-unsur Qasam Alquran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qira’at
Secara bahasa
lafalz qira’at ( قرأة ) merupakan bentuk masdar
dariقرأ yang
artinya bacaan. Sedangkan secara istilah, terdapat berbagai ungkapan sebagai
ungkapan atau redaksi yang dikemukakan oleh para ulama.
Imam Zarkasi mengungkapkan sebagai berikut:
القراأت,
اختلاف الفاظ الوحي وكيفيتها من تحفيف وتشديد ونحويها
“Qira’at yaitu, perbedaan lafadz-lafadz Alquran, baik
menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti
takhfif, tasydid dan lain-lain.”
Imam al Dimyathi sebagai mana dikutif oleh Dr. Hadi al-Fadli
mengemukakan sebagai berikut:
القراأت: علم يعلم منه اتفاق
الناقلين لكتاب الله تعالي واختلافهم في الحذف والاثبات والتحريك والتسكين والفصل والوصل وغير ذلك من هيئة النطق والابدال
وغيره من حيث السماع
Qira’at
yaitu suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal Alquran, baik
yang disepakati maupun diikhtilafkan oleh ahli qiroat, seperti membuang huruf,
menetapka huruf, memberi harakat, memberi tanda sukun, memisahkan huruf, menyambung huruf, mengganti huruf atau
lafadz-lafadz tertentu dan lain-lain yang diperoleh oleh indra pendengaran.
Menurut Ash-Shabuni
مَذْهَبٌ مِنْ مَذَاهِبِ النُّطْقِ
فِى الْقُرْآنِ يَذْهَبُ إِلَيْهِ إِمَامٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ بِأَسَانِيْدِهَا
إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Suatu madzhab cara pelafalan Al-Quran yang
dianut oleh salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang
bersambung kepada Rasulullah saw.” [3]
Dengan
demikian ada tiga unsur qiraat yang dapat ditangkap dari definsi di atas,
yaitu:
1.
Qiraat berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Alquran
yang dilakukan salah seorang imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam
lainnya.
2.
Cara pelafalan ayat-ayat Al-Quran itu berdasarkan
atas riwayat yang bersambung kepada Nabi, jadi bersifat taufiki, bukan tauhidi.
3.
Ruang lingkup perbedaan Qiro’at itu menyangkut
persoalan Lughat, Hadzaf, I’rab, Itsbat, Fastil, dan Washl.
B. Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at.
Pada masa Kholifah Utsman ada
perselisihan antara kaum muslimin di daerah azarbeijan mengenai bacaan Alquran.
Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara, sebab mereka
berlainan dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran. Akhirnya di
kenal Qira’ah dari negara-negara tersebut. Secara umum, perbedaan
qiraat Alquran didasarkan atas perbedaan hal-hal sebagai berikut:
1.
Berbeda
dalam i’rab, atau harakat suatu kata yang tidak merubah tulisan dan makna.
Seperti dalam Q.S. asy-Syuara [26] ayat 13:
وَيَضِيقُ صَدْرِي وَلَا يَنْطَلِقُ لِسَانِي فَأَرْسِلْ
إِلَىٰ هَارُونَ
Kata
“wayadiqu” dalam ayat tersebut bisa pula dibaca dengan nashab (wayadiqa) tanpa
mengubah makna maupun tulisan.
2. Berbeda dalam i’rab dan
harakat yang merubah makna, tetapi bentuk tulisan tetap. Seperti dalam Q.S.
al-Baqorah [2] ayat 37:
فَتَلَقَّىٰ
آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ
“kemudian
Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya”
Lafal kalimatin bisa
dibaca dalam posisi rafa’ (kalimatun) sehingga maknanya berubah
menjadi “kemudian Adam diberi beberapa kalimat dari Tuhannya”.
3. Berbeda dalam huruf, makna, tetapi
bentuk tulisan sama. Seperti dalam Q.S. al-Baqoroh [2] ayat 259:
وَانْظُرْ
إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا
“dan
lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya
kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”,
kata nunsyizuha bisa dibaca nansyuzuha sehingga maknanya
menjadi “menghidupkannya.
4. Berbeda dalam huruf, tulisan, tetapi
tidak berubah makna. Seperti dalam Q.S. At-Tur
[52] ayat 37:
أَمْ
عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ
“ataukah
di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekalah yang berkuasa?”
Kata al-musaitirun bisa
dibaca huruf sad diganti sin, walaupun terjadi perubahan huruf,
akan tetapi tidak mengubah makna.
5. Berbeda dalam huruf, bentuk tulisan, dan
makna. Seperti dalam Q.S. al-Waqi’ah [56] ayat 29:
وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ
وَطَلْعٍ مَنْضُودٍ
Kata talhin dapat
dibaca talhin sehingga maknanya berubah: talhin berarti
“pohon pisang” sedangkan talhin berarti “pemandangan”.
6. Perbedaan qiraat dalam
bentuk taqdim atau ta’khir, yaitu mendahulukan atau
mengemudiankan lafal atau kalimat tertentu dalam susunan ayat Alquran. Seperti
Q.S. an-Nahl [16] ayat 112:
وضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً
مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ
بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا
كَانُوا يَصْنَعُونَ
Ayat
di atas bisa dibaca dengan mendahulukan lafal al-khauf dan
mengemudiankan lafal al-ju’ sehingga ayat tersebut berbunyi:
وضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً
مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ
بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْخَوْفِ وَ الْجُوعِ بِمَا
كَانُوا يَصْنَعُونَ
7. Perbadaan qiraat dalam bentuk penambahan
(az-ziyadah) dan pengurangan (an-nuqsan). Seperti dalam Q.S. at-Taubah [9] ayat
100:
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Lafal tahtaha dapat
dibaca dengan menambahakan kata min, menjadi mintahtiha, sehingga ayat
tersebut berbunyi:
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي من تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
8. Perbedaan qiraat disebabkan adanya
perbedaan dialek kebahasaan. Seperti dalam Q.S. ali-Imran [3] ayat 106:
يَوْمَ
تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ
وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا
كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
Lafal taswaddu bisa
dibaca dengan mengharakati kasroh pada huruf awal fi’il mudhari’-nya,
menjadi tiswaddu.
Dengan
berbagai perbedaan diatas, maka bermunculan para qurra’ yang ahli dan
masyhur dalam berbagai cara dalam membaca Alquran.[4]
C.
Macam-Macam Qira’at
1.
Macam-macam Qira’at ditinjau dari segi kuantitas di bagi menjadi 3
yaitu :
a.
Qira’at saba’ah(Qira’at tujuh) yaitu : Nafi’, Ibnu Katsir, Abu Amr
al-Bashri, Abdullah bin Amr, Ashim, Hamzah, al-Kisa’i
b.
Qira’at Asyarah (Qira’ah sepuluh) yaitu Qira’at tujuh di tambah dengan tiga
qira’at lagi. Yaitu Abu Ja’far al-Madani, Ya’qub al-Bashri dan Khalaf al-Asyr.
c.
Qira’at Arba Asyrah ialah qira’at asrah yang lalu ditambah dengan empat
qira’at lagi yang disandarkan
kepada Ibn Muhaishin, Al Yazidi, Hasan al-Basri, dan al-A’masyi.
Dari ketiga qira’at ini, qira’at sab’ahlah yang paling masyhur
dan terkenal setelah itu disusul oleh qira’at asyroh.[5]
D. Madzhab Qira’at yang Mu’tabar
Madzhab
Qira’at yang mu’tabar disini muncul pada abad keempat hijriyah di tangan Imam
Ahmad bin Musa bin al-Abbas yang masyhur dengan sebutan Ibnu Mujahid (w. 324
H). Berdasarkan hasil kajian yang mendalam terhadap berbagai macam qira’at Alquran
yang berkembang pada saat itu, Ibnu Mujahid menyimpulkan bahwa hanya ada tujuh
macam qira’at yang dianggap memenuhi syarat dan layak diterima sebagai qira’at Alquran.
Tujuh macam qira’at atau yang dikenal dengan sebutan qira’at tujuh itu adalah
qira’at yang dipopulerkan oleh tujuh orang imam, yaitu Imam Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu „Amir,
„Ashim, Hamzah, dan Kisa’i.[6]
Adapun biodata para Imam tujuh tersebut berikut dua orang
perawinya adalah sebagai berikut:
1. Imam Nafi, nama
lengkapnya Nafi al-Madani Ibnu Abdurrahman bin Abi Nu’aim Abu Ruwaim al-Laitsi.
Lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H. Beliau termasuk Imam tsiqah yang
berasal dari Ashbahan. Beliau belajar qira’at dari Abi Ja’far Yazid bin
Al-Qa’qa’ Al-Madani, Ibnu Hurmuz Al-A’raj, dan Muslim bin Jundub. Semua guru
Nafi ini mempelajari qira’at dari sahabat seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah,
Ubay, dan Az-Zubir bin Al-Awwam.[7]
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a. Qalun, nama
lengkapnya Abu Musa Isa bin Mina az-Zarqa, penguasa Bani Zahrah. Lahir pada tahun
120 H dan meninggal tahun 220 H. Beliau seorang Qari’ penduduk Madinah dan
sekitarnya.
b. Warsy, nama
lengkapnya Utsman bin Sa’id al-Qibthi al-Mishri,
penguasa Quraisy. Lahir tahun 110 H dan meninggal pada
tahun 197
H di Mesir.[8]
2. Ibnu Katsir, nama
lengkapnya Abdullah Abu Ma’bad al-Athar ad-Dari
al-Farisi al-Makki. Lahir pada tahun 45 H dan meninggal
tahun 120 H. Beliau belajar qia’at dari sahabat Nabi SAW ialah Abdullah bin
Sa’ib.[9]
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.
Al-Bazzi, nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Abdullah
Abu al-Hasan al-Bazzi. Beliau seorang qari’ di Makkah dan
Muadzin di masjid al-Haram. Lahir pada tahun 170 H dan meninggal
pada tahun 250 H.
b.
Qunbul, nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman
alMakhzumi Abu Umar al-Makki. Beliau lahir pada tahun 195 H dan
meninggal pada tahun 291 H.[10]
3. Abu Amr bin al-Ala,
nama lengkapnya Zabban bin al-Ala at-Tamimi al-Mazani al-Bashari. Lahir pada
tahun 68 H dan meninggal tahun 154 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal
adalah:
a.
Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi
alBaghdadi an-Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 260 H.
b.
As-Susi, nama lengkapnya Shaleh bin Zaid Abu Syu’aib
as-Susi arRuqi. Beliau muqri’ dhabit dan tsiqah dan meninggal tahun 261 H.
4. Ibn Amir
ad-Dimasyqi, nama lengkapnya Abdullah Abu Imran alYahshabi. Beliau seorang Imam
qira’ah di Syam. Lahir tahun 21 H dan meninggal tahun 118 H. Adapun dua orang perawinya yang
terkenal adalah:
a.
Hisyam bin Ammar, nama lengkapnya Abu al-Walid as-Sullami
adDimasyqi. Bliau seorang imam, khatib, dan mufti penduduk Damaskus. Lahir
tahun 153 H dan meninggal tahun 245 H.
b.
Ibnu Dzakwan, nama lengkapnya Abu Amr Abdullah bin Ahmad al-Fahri
ad-Dimasyqi. Lahir tahun 173 H dan meninggal tahun 242 H. Beliau seorang qari’
di Syam dan Imam di Masjid Jami’ Damaskus.
5. Ashim bin Abi
an-Najud al-Kufi, nama lengkapnya Abu Bakar Ibnu Bahdalah al-Hannath. Penguasa
Bani As’ad, qari’ terkemuka di Kufah. Meninggal tahun 127 H. Adapun dua orang
perawinya yang terkenal adalah:
a.
Syu’bah, nama lengkapnya Abu Bakar bin Iyasy al-Asadi
anNahsyali al-Kufi al-Hannath. Lahir tahun 95 H dan meninggal tahun 193 H.
b.
Hafsh bin Sulaiman, nama lengkapnya Abu Umar al-Asadi
al-Kufi al-Bazzar. Lahir tahun 90 H dan meningeal tahun 180 H.
6. Hamzah bin Habib az-Zayyat,
nama lengkapnya Abu Imarh al-Kufi at-Taimi. Lahir tahun 80 H dan meninggal
tahun 156 H. Beliau belajar qira’at dari Abi Muhammad Sulaiman bin Mahran
Al-A’masy dan Humran bin A’yan.[11]
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.
Khalaf bin Hisyam, nama lengkapnya Abu Muhammad al-Asadi
al Bazzar al-Baghdadi. Lahir tahun 150 H dan meninggal tahun 229 H.
b.
Khallad, Nama Lengkapnya Abu Isa bin Khalid asy-Syaibani
asyShairafi al-Kufi. Beliau wafat tahun 220 H.
7. Al-Kisa’I, nama
lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Hamzah, asli Persia dan menjadi Imam di Kufah
dalam bahasa Arab. Lahir tahun 119 H dan wafat tahun 189 H. Adapun dua orang
perawinya yang terkenal adalah:
a.
Abu al-Haris, nama lengkapnya al-Laits bin Khalid
al-Baghdadi dan wafat tahun 240 H
b.
Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi
alBaghdadi an-Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 246 H.[12]
E.
Pengertian Aqsam Alquran
Secara
bahasa aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang
berarti al-hilf dan al-yamin, yang berarti
sumpah. Bentuk asli dari qasam adalah dengan menggunakan kata
kerja aqsama atau ahlafa yang
dimuta’adi(transitif)kan kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan
untuk bersumpah) dengan huruf ba, setelah itu baru
disebutkan muqsam ‘alaih (sesuatu yang karena sumpah diucapkan), atau
disebut juga dengan jawab qasam.[13]
Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, sumpah (aqsam) berarti dengan pernyataan yang diucapkan
secara resmi dengan bersakasi kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap suci
bahwa apa yang dikatakan atau dijanjikan itu benar.
Abu al-Qosim
al-Qusyairiy menerangkan bahwa rahasia Allah swt. menyebutkan
kalimat qasam atau sumpah dalam Kitab-Nya adalah untuk menyempurnakan
serta menguatkan hujjah-Nya, dan dalam hal ini,
kalimat qasam memiliki dua keistimewaan, yaitu pertama sebagai syahadah atau
persaksian serta penjelasan dan kedua sebagai qasam atau
sumpah itu sendiri.[14]
Sedangkan
menurut Manna’ al-Qattan, qasam adalah sebagai pengikat jiwa (hati)
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang
dipandang besar atau agung, baik secara hakiki maupun i’tiqadi oleh
yang bersumpah itu. Bersumpah juga dinamakan dengan al
yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang
tangan kanan sahabatnya.[15]
Jika demikian,
maka pengertian aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu
tentang Alquran yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia
sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam Alquran.
F.
Huruf-huruf Qasam
Huruf-huruf yang digunakan untuk qasam (sumpah)
ada tiga macam, yaitu :
1.
Huruf wawu, seperti
dalam firman Allah swt . :
وَالضُّحَىٰ﴿١﴾وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَىٰ﴿٢﴾
“Demi
waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)”. (QS. adh-Dhuha [93] : 1-2)
2. Huruf ba’,
seperti firman Allah swt. :
لَا أُقْسِمُ
بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴿١﴾
“Aku
bersumpah demi hari kiamat”. (QS. al-Qiyamah [75] : 1)
3.
Huruf ta’, seperti
firman Allah swt. :
تَاللَّهِ
لَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَفْتَرُونَ﴿٥٦﴾
“Demi
Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan”. (QS. an-Nahl [16] : 56)
G.
Macam-macam Qasam dalam
Alquran
Sumpah dalam Alquran terbagi dua
macam:[16]
1.
Zhahir, yaitu sumpah yang di dalamnya
disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih nya,
atau qasam yang tidak disebutkan fi’il qasamnya,
tapi diganti dengan huruf ba’, wawu, ta’.
Seperti firman Allah swt. :
لَا أُقْسِمُ
بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴿١﴾ وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ
اللَّوَّامَةِ﴿٢﴾
“Aku
bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali
(dirinya sendiri).” (QS.
al-Qiyamah [75] : 1-2)
2. Mudhmar, yaitu sumpah yang di dalamnya tidak
dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih,
tapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk pada jawab
qasam. Seperti yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 186
لَتُبْلَوُنَّ
فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ
“Kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu”. (QS. Ali Imran [3] : 186)
H.
Unsur-unsur Qasam Alquran
1.
أدوات القسم, yakni sesuatu atau alat yang digunakan dalam sighat sumpah
yang berupa huruf الو او – البء – التء, yang berfungsi sebagai
huruf jar dan berarti “
demi”, maupun lafaz yang menunjukkan sumpah. Dan
karena qasam ini sering digunakan dalam percakapan, maka ia diringkas yakni
fiil qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan huruf ب , contohnya firman Allah swt dalam QS. Al-Nur (24); 53:
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ
أَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّ قُل لَّا تُقْسِمُوا طَاعَةٌ مَّعْرُوفَةٌ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya :
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu
suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: “Janganlah
kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah
dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kemudian huruf “(
ب ) pun diganti dengan
“( و) pada isim zahir,
seperti:
وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang).”
Dan diganti dengan “(
ت)” pada lafz
jalalah, seperti firman Allah swt dalam QS al-Anbiya’(21); 57:
وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم بَعْدَ أَن
تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ
Artinya :
“Demi Allah sesungghunya aku akan
melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu.”
Namun qasam dengan “terdiri
atas” ini jarang dipergunakan, sedangkan
yang banyak adalah “و” .
2. المقسم به atau penguat
sumpah adalah sumpah yang harus diperkuat sesuatu yang diagungkan oleh yang
bersumpah. Jika diamati secara mendalam dari sekian literatur umumnya
menggambarkan bahwa dalam al-Quran Allah bersumpah dengan menggunakan dua macam
المقسم به , yakni:
a. Allah bersumpah dengan zatnya yang kudus
dan mempunyai sifat-sifat khusus, atau dengan ayat-ayatnya memantapkan
eksistensi dan sifat-sifatnya
Adapun Allah bersumpah dengan zat-Nya
sendiri dalam al-Quran ini terdapat pada tujuh tempat, yaitu:
1) QS. Al-Thagabun (64);
7:
2) QS. Al-Saba (34):
3:
3) QS. Yunus (10):
53:
4) QS. Maryam (19):
68:
5) QS. Al-Hijr (15):
92;
6) QS. Al-Nisa (4):
65:
7) QS. Al-Maarij (70):
40:
Dalam ketiga ayat pertama di atas, Allah memerintahkan
Nabi Muhammad saw agar bersumpah dengan zatnya.
b. Allah bersumpah dengan sebagian makhluknya,
untuk menunjukkan penciptaan-Nya, dan juga merupakan isyarat kepada keutaman
dan kemanfaatan makhluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.
Dan diantara contoh pada bagian ini adalah dalam QS.
Al-Lail (92): 1:
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
Artinya : “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”.
Dan juga dalam QS. At-Tin (95):
1:
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
Artinya : “Demi (buah) Tin dan (buah) zaitun”.
Allah bersumpah dengan apa yang Dia kehendaki, namun
bagi seorang hamba (makhluk) tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah.
Karena apabila bersumpah dengan selian Allah, maka dia termasuk kepada golongan
syirik.[17]
Ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw yang artinya:
“Ibnu Umar ra. Mendengar orang bersumpah :
tidak, demi ka’bah, Ibnu Umar
memperigatkannya: jangan bersumpah dengan nama selain nama Allah, karena saya
mendegar Rasulullah saw. Bersabda; siapa yang bersumpah dengan nama selain
Allah, maka telah kafir atau musyrik.” (At-Turmudzy).
3. المقسم عليهadalah suatu ucapan yang ingin supaya
diterima/dipercaya orang yang mendengar lalu diperkuat dengan sumpah tersebut.
dan juga dikatakan مقسم عليه ini adalah hal-hal
yang karenanya patut diadakan Qasam atau sumpah saperti urusan yang jauh dan
tersembunyi apabila kita bermaksud menetapkan adanya.[18]
Disamping itu karena tujuan qasam adalah untuk
mengukuhkan dan mewujudkan, maka muqsam alaih haruslah berupa hal-hal yang
layak didatangkan qasam baginya, seperti yang gaib dan tersembunyi. Dan jika
qasam itu dimasukkan maka berfungsi untuk menetapkan eksistensinya, seperti
dalam Q.S. al-Qiyamah (75):
1-2.
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ﴿١﴾ وَلَا أُقْسِمُ
بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ﴿٢﴾
Artinya : “Aku
tidak bersumpah dengan hari kiamat dan aku tidak bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali dirinya.”
Sumpah tersebut mencakup penetapan adanya
balasan dari yang berhak mendapatkan balasan, penekanan yang sungguh-sungguh
kepada keburukan jiwa untuk mengetahui dan menyakininya. Dan perlu diketahui
bahwa kadang-kadang jawab qasam disebutkan (ini yang biasa) dan terkadang juga
dihilangkan, seperti halnya jawab لو(jika) sering dibuang, contoh dalam Q.S.
At-Takatsur (102): 5
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
﴿٥
Artinya : “Jangan begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan
yang yakin.”
Contoh yang dibuang ini merupakan salah satu uslub
yang paling baik, karena menunjukkan kebesaran dan keagungan. Jadi dapat
dipahami bahwa seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara
yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tak terlukiskan banyakanya.
Sedangkan jawab qasam yang dibuang, seperti dalam Q.S.
Al-Fajr (89): 1-5
وَالْفَجْرِ ﴿١﴾ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ﴿٢﴾ وَالشَّفْعِ
وَالْوَتْرِ ﴿٣﴾ وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ ﴿٤﴾ هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِّذيِ
حِجْرٍ ﴿٥﴾
Artinya :
“Demi Fajar, dan malam yang sepuluh,
dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu, pada yang demikian itu
terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal”.
Dan yang dimaksud dengan qasam (sumpah)
disini adalah masa yang mengandung perbuatan atau amal-amal seperti ini pantas
untuk dikajikan oleh Allah sebagai muqsam bih, olehnya itu ia tidak memerlukan
jawaban lagi.
Ada juga yang menyatakan bahwa terkadang
dibunag atau dihilangkan karena sudah ditujuhkan oleh perkatan yang disebutkan
sesudahnya. Seperti dalam Q.S. al-Qiyamah (75):
3
أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَلَّن نَجْمَعَ عِظَامَهُ ﴿٣
Artinya :
“Apakah manusia mengira, bahwa kami
tak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya.”
Jadi takdirnya di sini adalah sungguh kami akan
membangkitkannya dan akan mengadilinya.
Muqsam ‘Alaih
dalam Alquran terdiri dari hal-hal sebagai berikut:
a. Pokok-pokok keimanan dan ketauhidan seperti
dalam Q.S. ash-Shaffat (37)
: 1-4:
وَالصَّافَّاتِ صَفّاً ﴿١﴾ فَالزَّاجِرَاتِ زَجْراً ﴿٢﴾
فَالتَّالِيَاتِ ذِكْراً ﴿٣﴾ إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ ﴿٤
Artinya :
“Demi (rombongan) yang
bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya dan demi (rombongan) yang melarang dengan
sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), dan demi (rombongan) yang
yang membacakan pelajaran, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.”
b. Penegasan bahwa al-Quran itu adalah
benar-benar mulia, seperti dalam surah Al-Waqiah (56)
: 75-76
فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ ﴿٧٥﴾ وَإِنَّهُ
لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ ﴿٧٦
Artinya :
“Maka aku bersumpah dengan tempat
beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar,
kalau kamu mengetahui.
c. Keterangan bahwa Rasulullah saw adalah
benar-benar utusan Allah swt, seperti penjelasan dalam Q.S. Yaasin (36) : 1-3
يس ﴿١﴾ وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ ﴿٢﴾ إِنَّكَ لَمِنَ
الْمُرْسَلِينَ ﴿٣﴾
Artinya :
“Yaasin. demi al-Quran yang penuh
hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-rasul.”
d. Penjelasan tentang balasan, janji dan
ancaman yang benar-benar akan terlaksana, seperti dalam Q.S. Adz. Zariyat. (51) : 1-6.
وَالذَّارِيَاتِ ذَرْواً ﴿١﴾ فَالْحَامِلَاتِ وِقْراً
﴿٢﴾ فَالْجَارِيَاتِ يُسْراً﴿٣﴾ فَالْمُقَسِّمَاتِ أَمْراً ﴿٤﴾ إِنَّمَا
تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ ﴿٥﴾ وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ ﴿٦
Artinya :
“Demi (angin) yang menerbangkan debu
dengan sekuat-kuatnya, dan awan yang mengandung hujan dan kapal-kapal yang
berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan,
sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya (hari)
pembalasan pasti terjadi.”
e. Keterangan tentang ikhwal manusia, seperti
dalam Q.S. Al-Lail (92) : 1-4.
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ﴿١﴾ وَالنَّهَارِ إِذَا
تَجَلَّى ﴿٢﴾ وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى ﴿٣﴾ إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى
﴿٤
Artinya : “Demi
malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang dan
penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang
berbeda-beda.”
I. Fungsi
dan Urgensi Aqsam Alquran
Qasam adalah taukid yang
terkenal untuk menekankan kebenaran apa yang kita sebut. Alquran diturunkan
untuk segenap manusia yang menanggapi Alquran dengan bermacam-macam keadaan.
Ada yang ragu-ragu, ada yang menolak, ada yang sangat menantang, maka dikuatkan
dengan sumpah, adalah untuk menghilangkan keragu-raguan itu.[19]
Menurut syaikh manna’ al-qatthan, qasam merupakan salah satu
penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran
sesuatu di dalam jiwa.[20]
DAFTAR RUJUKAN
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiroat, Jakarta :
PT.Pustaka Al-Kautsar, 1996
Al-Qaththan, Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta:
pustaka al-Kautsar, 2011
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Jakarta: Rajawali
Press, 2014
Djalal, Abdul Ulumul Qur’an Surabaya: Dunia Ilmu, 2013
Hasanuddin. AF, Anatomi Al-Qur’an Perbedaan Qiroat dan
Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam Al-Qur’an, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995
Jalaluddin
as-Suyuthi asy-Syafi’i, Al-Itqaan fi Ulumil Qur’an, Beirut: Dar
al-Fikr, 1429H/2008M
Khalil Al-Qaththan, Manna’ Studi-studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor:
Litera Antar Nusa, 2016
Teungku
Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an Ilmu-ilmu Pokok Dalam
Menafsirkan Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002
https://www.kompasiana.com/metesehunited/556328e83393734f6a6cffe5/qirat-alqurn. Di akses pada 27 november 2019 pukul 2003.
[2] Manna‟ Khalil
Al-Qaththan, Studi-studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Litera Antar Nusa,
2016), h 249.
[3]Hasanuddin. AF,
Anatomi Al-Qur’an Perbedaan Qiroat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum
dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet 1, hlm.111
[4] https://www.kompasiana.com/metesehunited/556328e83393734f6a6cffe5/qirat-alqurn. Di akses pada
27 november 2019 pukul 2003.
[5] Abduh Zulfidar
Akaha, Al-Qur’an dan Qiroat, (Jakarta : PT.Pustaka Al-Kautsar, 1996)
Cet.1 , hlm.128-129
[6] Anshori,
Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press,
2014), h. 148.
[7] Kadar M.
Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2014), h. 52
[8] Anshori,
Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 152
[9] Kadar M.
Yusuf, Studi Al-Qur’an, 52
[10] Anshori,
Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 152.
[11] Kadar M.
Yusuf, Studi Al-Qur’an, 53.
[12] Anshori,
Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 153-154.
[13] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal. 413-414
[14] Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i, Al-Itqaan
fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1429H/2008M), hal. 487.
[17] Sayyid al-Mursalim, Riyadh ash_Shalihin.
Diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, dengan judul Tarjamah Riadlus Shalihim
II, (cet. I; Bandung: PT Al-Maarif, 1972), H. 376.
Sumber: https://www.tongkronganislami.net/aqsam-sumpah-dalam-al-quran/
Sumber: https://www.tongkronganislami.net/aqsam-sumpah-dalam-al-quran/
[18] Tengku Muhammd hasbi Ash- Shiddieqy, Ilmu-ilmu Alquran,
Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Alquran, Cet.
I (Semarang: PT Pustaka Riski Putra, 2002), h. 182.
[19] Teungku
Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an Ilmu-ilmu Pokok Dalam
Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 184.
[20] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2011), cet.keenam,
hal. 366.
Komentar
Posting Komentar