ULUMUL QURAN : QIRA'AT DAN AQSAM ALQURAN


QIRA'AT DAN AQSAM ALQURAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur dari Mata Kuliah Study Alquran  diampu Oleh Bapa:
Dr. H. Abdul Basir, M.Ag


 
Oleh :
Yusron Prayogi           {190211020041}


Pascasarjana UIN Antasari  Banjarmasin
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2019





KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kita semua, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita baginda besar Nabi Muhammad SAW. karena beliaulah yang membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang yang di terangi oleh iman, islam dan ikhsan.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan . karena itu sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapa Drs. H. Abdul Basir, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Study Alquran yang mana telah membimbing kami dalam proses perkuliahan.
2.      Orang tua kami yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan dorongan serta bantuan baik dari segi materi, maupun moral.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, kami sangat mengharapakan kritik dan saran, guna untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita Amin.

            Banjarmasin, 28 November 2019



       Yusron Prayogi


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................                   i
DAFTAR ISI..........................................................................................                  ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang ............................................................................                  1
B.     Rumusan maslah  ........................................................................                  2
C.     Tujuan masalah............................................................................                  2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qiraat Alquran...........................................................                  4
B.     Latar belakang munculnya Qiraat Alquran.................................                  5
C.     Macam-macam Qiraat Alquran...................................................                  8
D.    Madzhab Qira’at yang Mu’tabar dalam qiraat Alquran..............                  9
E.     Pengertian Aqsam Alquran.........................................................                12
F.      Macam-macam aqsam Alquran...................................................                13
G.    Huruf yang digunakan untuk aqsam dalam Alquran..................                14
H.    Unsur-unsur Qasam Alquran......................................................                14
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan......................................................................................                   
B.     Kritik dan Saran..........................................................................                   
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................                23


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab Alquran ialah memperoleh ayat-ayat Alquran dengan mendengarkan, membaca dan menghafalkannya secara lisan dari mulut ke mulut.
Pada periode pertama, Alquran belum dibukukan, sehingga dasar pembacaan dan pelajarannya masih secara lisan. Hal ini berlangsung terus sampai pada masa sahabat, masa pemerintah Khalifah Abu Bakar dan Umar r.a. Pada masa mereka, Kitab Alquran sudah dibukukan dalam satu mushaf. Pembukuan Alquran tersebut merupakan ikhtiar khalifah Abu Bakar r.a. atas inisiatif Umar bin Khattab r.a. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan r.a. mushaf Alquran itu disalin dan dibuat banyak, serta dikirim ke daerah-daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Alquran.
Hal itu diupayakan Khalifah Utsman, karena pada waktu ada perselisihan sesama muslim di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan AlQur’an. Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara sesama umat Islam. Sebab, mereka berlainan dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran karena oleh Nabi Muhammad SAW diajarkan cara bacaan yang relevan dengan dialek mereka masing-masing. Tetapi karena tidak memahami maksud tujuan Nabi Muhammad SAW, lalu tiap golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga mengakibatkan perselisihan. Itulah pangkal perbedaan qira’at dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu qira’at.[1]
Tatkala para qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok. qira’at tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke guru, sehingga sampai pada para imam qira’at, baik yang tujuh maupun sepuluh.
Sebab-sebab mengapa hanya tujuh imam qira’at yang masyhur padahal masih banyak imam-imam qira’at lain yang lebih tinggi kedudukannya, karena sangat banyaknya periwayat qira’at mereka. Ketika semangat dan perhatian generasi sesudahnya menurun, mereka lalu berupaya untuk membatasi hanya pada qira’at yang sesuai dengan khaf mushaf serta dapat mempermudah penghafalan dan pendabitan qira’atnya.[2]
Di dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang memberi penegasan akan sebuah penyataan. Penegasan itu berbentuk pernyataan sumpah yang langsung difirmankan oleh Allah swt. Sumpah dalam konotasi bahasa Alquran disebut qasamQasam (sumpah) dalam pembicaraan termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini, kami akan menyajikan bahan seminar kelas yang berjudul “Qira’at Alquran dan Aqsam Alquran” sehingga kita mengetahui makna yang sesungguhnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian qiraat Alquran?
2.      Apa yang melatar Belakangi Timbulnya Perbedaan Qira’at.?
3.      Apa macam-macam qiraat Alquran?
4.      Siapa Madzhab Qira’at yang Mu’tabar dalam qiraat Alquran?
5.      Apa pengertian Aqsam Alquran?
6.       Apa maca-macam aqsam Alquran?
7.      Apa huruf yang digunakan untuk aqsam dalam Alquran?
8.      Apa Unsur-unsur Qasam Alquran?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian qiraat Alquran
2.      Untuk mengetahui yang melatar Belakangi Timbulnya Perbedaan Qira’at.
3.      Untuk mengetahui macam-macam qiraat Alquran
4.      Untuk mengetahui Madzhab Qira’at yang Mu’tabar
5.      Untuk mengetahui pengertian Aqsam Alquran
6.       Untuk mengetahui maca-macam aqsam Alquran
7.      Untuk mengetahui huruf yang digunakan untuk aqsam dalam Alquran
8.      Untuk mengetahui Unsur-unsur Qasam Alquran.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qira’at
Secara bahasa lafalz qira’at  ( قرأة ) merupakan bentuk masdar dariقرأ  yang artinya bacaan. Sedangkan secara istilah, terdapat berbagai ungkapan sebagai ungkapan atau redaksi yang dikemukakan oleh para ulama.
Imam Zarkasi mengungkapkan sebagai berikut:
القراأت, اختلاف الفاظ الوحي وكيفيتها من تحفيف وتشديد ونحويها
Qira’at yaitu,  perbedaan lafadz-lafadz Alquran, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif, tasydid dan lain-lain.”
Imam al Dimyathi sebagai mana dikutif oleh Dr. Hadi al-Fadli mengemukakan sebagai berikut:
القراأت: علم يعلم منه اتفاق الناقلين لكتاب الله تعالي واختلافهم في الحذف والاثبات والتحريك والتسكين  والفصل والوصل وغير ذلك من هيئة النطق والابدال وغيره من حيث السماع
Qira’at yaitu suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal Alquran, baik yang disepakati maupun diikhtilafkan oleh ahli qiroat, seperti membuang huruf, menetapka huruf, memberi harakat, memberi tanda sukun, memisahkan huruf,  menyambung huruf, mengganti huruf atau lafadz-lafadz tertentu dan lain-lain yang diperoleh oleh indra pendengaran.
Menurut Ash-Shabuni
مَذْهَبٌ مِنْ مَذَاهِبِ النُّطْقِ فِى الْقُرْآنِ يَذْهَبُ إِلَيْهِ إِمَامٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ بِأَسَانِيْدِهَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Suatu madzhab cara pelafalan Al-Quran yang dianut oleh salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad  yang bersambung kepada Rasulullah saw.” [3]
 Dengan demikian ada tiga unsur qiraat yang dapat ditangkap dari definsi di atas, yaitu:
1.      Qiraat berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Alquran yang dilakukan salah seorang imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam lainnya.
2.      Cara pelafalan ayat-ayat Al-Quran itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung kepada Nabi, jadi bersifat taufiki, bukan tauhidi.
3.      Ruang lingkup perbedaan Qiro’at itu menyangkut persoalan Lughat, Hadzaf, I’rab, Itsbat, Fastil, dan Washl.

B.     Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at.
Pada masa Kholifah Utsman ada perselisihan antara kaum muslimin di daerah azarbeijan mengenai bacaan Alquran. Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara, sebab mereka berlainan dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran. Akhirnya di kenal Qira’ah dari negara-negara tersebut. Secara umum, perbedaan qiraat Alquran didasarkan atas perbedaan hal-hal sebagai berikut:
1.      Berbeda dalam i’rab, atau harakat suatu kata yang tidak merubah tulisan dan makna. Seperti dalam Q.S. asy-Syuara [26] ayat 13:

وَيَضِيقُ صَدْرِي وَلَا يَنْطَلِقُ لِسَانِي فَأَرْسِلْ إِلَىٰ هَارُونَ
Kata “wayadiqu” dalam ayat tersebut bisa pula dibaca dengan nashab (wayadiqa) tanpa mengubah makna maupun tulisan.
2.      Berbeda dalam i’rab dan harakat yang merubah makna, tetapi bentuk tulisan tetap. Seperti dalam Q.S. al-Baqorah [2] ayat 37:
فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya”
Lafal kalimatin bisa dibaca dalam posisi rafa’ (kalimatun) sehingga maknanya berubah menjadi “kemudian Adam diberi beberapa kalimat dari Tuhannya”.
3.      Berbeda dalam huruf, makna, tetapi bentuk tulisan sama. Seperti dalam Q.S. al-Baqoroh [2] ayat 259:
وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا
“dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”, kata nunsyizuha bisa dibaca nansyuzuha sehingga maknanya menjadi “menghidupkannya.
4.      Berbeda dalam huruf, tulisan, tetapi tidak berubah makna. Seperti dalam Q.S. At-Tur [52] ayat 37:
أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ
“ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekalah yang berkuasa?”
Kata al-musaitirun bisa dibaca huruf sad diganti sin, walaupun terjadi perubahan huruf, akan tetapi tidak mengubah makna.
5.      Berbeda dalam huruf, bentuk tulisan, dan makna. Seperti dalam Q.S. al-Waqi’ah [56] ayat 29:
وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ
وَطَلْعٍ مَنْضُودٍ

Kata talhin dapat dibaca talhin sehingga maknanya berubah: talhin berarti “pohon pisang” sedangkan talhin berarti “pemandangan”.
6.      Perbedaan qiraat dalam bentuk taqdim atau ta’khir, yaitu mendahulukan atau mengemudiankan lafal atau kalimat tertentu dalam susunan ayat Alquran. Seperti Q.S. an-Nahl [16] ayat 112:
وضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Ayat di atas bisa dibaca dengan mendahulukan lafal al-khauf dan mengemudiankan lafal al-ju’ sehingga ayat tersebut berbunyi:
وضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْخَوْفِ وَ الْجُوعِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
7.      Perbadaan qiraat dalam bentuk penambahan (az-ziyadah) dan pengurangan (an-nuqsan). Seperti dalam Q.S. at-Taubah [9] ayat 100:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Lafal tahtaha dapat dibaca dengan menambahakan kata min, menjadi mintahtiha, sehingga ayat tersebut berbunyi:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي من تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
8.      Perbedaan qiraat disebabkan adanya perbedaan dialek kebahasaan. Seperti dalam Q.S. ali-Imran [3] ayat 106:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
Lafal taswaddu bisa dibaca dengan mengharakati kasroh pada huruf awal fi’il mudhari’-nya, menjadi tiswaddu.
Dengan berbagai perbedaan diatas, maka bermunculan para qurra’ yang ahli dan masyhur dalam berbagai cara dalam membaca Alquran.[4]

C.    Macam-Macam Qira’at
1.      Macam-macam Qira’at ditinjau dari segi kuantitas di bagi menjadi 3 yaitu :
a.       Qira’at saba’ah(Qira’at tujuh) yaitu : Nafi’, Ibnu Katsir, Abu Amr al-Bashri, Abdullah bin Amr, Ashim, Hamzah, al-Kisa’i
b.      Qira’at Asyarah (Qira’ah sepuluh) yaitu Qira’at tujuh di tambah dengan tiga qira’at lagi. Yaitu Abu Ja’far al-Madani, Ya’qub al-Bashri dan Khalaf al-Asyr.
c.       Qira’at Arba Asyrah ialah qira’at asrah yang lalu ditambah dengan empat qira’at lagi yang disandarkan kepada Ibn Muhaishin, Al Yazidi, Hasan al-Basri, dan al-A’masyi.
      Dari ketiga qira’at ini, qira’at sab’ahlah yang paling masyhur dan terkenal setelah itu disusul oleh qira’at asyroh.[5]

D.    Madzhab Qira’at yang Mu’tabar
Madzhab Qira’at yang mu’tabar disini muncul pada abad keempat hijriyah di tangan Imam Ahmad bin Musa bin al-Abbas yang masyhur dengan sebutan Ibnu Mujahid (w. 324 H). Berdasarkan hasil kajian yang mendalam terhadap berbagai macam qira’at Alquran yang berkembang pada saat itu, Ibnu Mujahid menyimpulkan bahwa hanya ada tujuh macam qira’at yang dianggap memenuhi syarat dan layak diterima sebagai qira’at Alquran. Tujuh macam qira’at atau yang dikenal dengan sebutan qira’at tujuh itu adalah qira’at yang dipopulerkan oleh tujuh orang imam, yaitu  Imam Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu „Amir, „Ashim, Hamzah, dan Kisa’i.[6]
Adapun biodata para Imam tujuh tersebut berikut dua orang perawinya adalah sebagai berikut:
1.      Imam Nafi, nama lengkapnya Nafi al-Madani Ibnu Abdurrahman bin Abi Nu’aim Abu Ruwaim al-Laitsi. Lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H. Beliau termasuk Imam tsiqah yang berasal dari Ashbahan. Beliau belajar qira’at dari Abi Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’ Al-Madani, Ibnu Hurmuz Al-A’raj, dan Muslim bin Jundub. Semua guru Nafi ini mempelajari qira’at dari sahabat seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ubay, dan Az-Zubir bin Al-Awwam.[7]
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Qalun, nama lengkapnya Abu Musa Isa bin Mina az-Zarqa, penguasa Bani Zahrah. Lahir pada tahun 120 H dan meninggal tahun 220 H. Beliau seorang Qari’ penduduk Madinah dan sekitarnya.
b.      Warsy, nama lengkapnya Utsman bin Sa’id al-Qibthi al-Mishri, penguasa Quraisy. Lahir tahun 110 H dan meninggal pada tahun 197 H di Mesir.[8]
2.      Ibnu Katsir, nama lengkapnya Abdullah Abu Ma’bad al-Athar ad-Dari al-Farisi al-Makki. Lahir pada tahun 45 H dan meninggal tahun 120 H. Beliau belajar qia’at dari sahabat Nabi SAW ialah Abdullah bin Sa’ib.[9]
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Al-Bazzi, nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Abu al-Hasan al-Bazzi. Beliau seorang qari’ di Makkah dan Muadzin di masjid al-Haram. Lahir pada tahun 170 H dan meninggal pada tahun 250 H.
b.      Qunbul, nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman alMakhzumi Abu Umar al-Makki. Beliau lahir pada tahun 195 H dan meninggal pada tahun 291 H.[10]
3.      Abu Amr bin al-Ala, nama lengkapnya Zabban bin al-Ala at-Tamimi al-Mazani al-Bashari. Lahir pada tahun 68 H dan meninggal tahun 154 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi alBaghdadi an-Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 260 H.
b.      As-Susi, nama lengkapnya Shaleh bin Zaid Abu Syu’aib as-Susi arRuqi. Beliau muqri’ dhabit dan tsiqah dan meninggal tahun 261 H.
4.    Ibn Amir ad-Dimasyqi, nama lengkapnya Abdullah Abu Imran alYahshabi. Beliau seorang Imam qira’ah di Syam. Lahir tahun 21 H dan meninggal tahun 118 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Hisyam bin Ammar, nama lengkapnya Abu al-Walid as-Sullami adDimasyqi. Bliau seorang imam, khatib, dan mufti penduduk Damaskus. Lahir tahun 153 H dan meninggal tahun 245 H.
b.      Ibnu Dzakwan, nama lengkapnya Abu Amr Abdullah bin Ahmad al-Fahri ad-Dimasyqi. Lahir tahun 173 H dan meninggal tahun 242 H. Beliau seorang qari’ di Syam dan Imam di Masjid Jami’ Damaskus.
5.     Ashim bin Abi an-Najud al-Kufi, nama lengkapnya Abu Bakar Ibnu Bahdalah al-Hannath. Penguasa Bani As’ad, qari’ terkemuka di Kufah. Meninggal tahun 127 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Syu’bah, nama lengkapnya Abu Bakar bin Iyasy al-Asadi anNahsyali al-Kufi al-Hannath. Lahir tahun 95 H dan meninggal tahun 193 H.
b.      Hafsh bin Sulaiman, nama lengkapnya Abu Umar al-Asadi al-Kufi al-Bazzar. Lahir tahun 90 H dan meningeal tahun 180 H.
6.     Hamzah bin Habib az-Zayyat, nama lengkapnya Abu Imarh al-Kufi at-Taimi. Lahir tahun 80 H dan meninggal tahun 156 H. Beliau belajar qira’at dari Abi Muhammad Sulaiman bin Mahran Al-A’masy dan Humran bin A’yan.[11]
Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Khalaf bin Hisyam, nama lengkapnya Abu Muhammad al-Asadi al Bazzar al-Baghdadi. Lahir tahun 150 H dan meninggal tahun 229 H.
b.      Khallad, Nama Lengkapnya Abu Isa bin Khalid asy-Syaibani asyShairafi al-Kufi. Beliau wafat tahun 220 H.
7.     Al-Kisa’I, nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Hamzah, asli Persia dan menjadi Imam di Kufah dalam bahasa Arab. Lahir tahun 119 H dan wafat tahun 189 H. Adapun dua orang perawinya yang terkenal adalah:
a.       Abu al-Haris, nama lengkapnya al-Laits bin Khalid al-Baghdadi dan wafat tahun 240 H
b.      Ad-Duri, nama lengkapnya Hafsh bin Umar Abu Umar al-Azdi alBaghdadi an-Nahwi adh-Dharir. Wafat tahun 246 H.[12]

E.     Pengertian Aqsam Alquran
Secara bahasa aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang berarti al-hilf dan al-yamin, yang berarti sumpah. Bentuk asli dari qasam adalah dengan menggunakan kata kerja aqsama  atau ahlafa yang dimuta’adi(transitif)kan kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah) dengan huruf ba, setelah itu baru disebutkan muqsam ‘alaih (sesuatu yang karena sumpah diucapkan), atau disebut juga dengan jawab qasam.[13]
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sumpah (aqsam) berarti dengan pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersakasi kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap suci bahwa apa yang dikatakan atau dijanjikan itu benar.
Abu al-Qosim al-Qusyairiy menerangkan bahwa rahasia Allah swt. menyebutkan kalimat qasam atau sumpah dalam Kitab-Nya adalah untuk menyempurnakan serta menguatkan hujjah-Nya, dan dalam hal ini, kalimat qasam memiliki dua keistimewaan, yaitu pertama sebagai syahadah atau persaksian serta penjelasan dan kedua sebagai qasam atau sumpah itu sendiri.[14]
Sedangkan menurut Manna’ al-Qattan, qasam adalah sebagai pengikat jiwa (hati) agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dengan suatu makna  yang dipandang besar atau agung, baik secara hakiki maupun i’tiqadi oleh yang bersumpah itu. Bersumpah juga dinamakan dengan al yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya.[15]
Jika demikian, maka pengertian aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang Alquran yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam Alquran.

F.     Huruf-huruf Qasam
Huruf-huruf yang digunakan untuk qasam (sumpah) ada tiga macam, yaitu :
1.      Huruf wawu, seperti dalam firman Allah swt . :
وَالضُّحَىٰ﴿١﴾وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ﴿٢﴾
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)”. (QS. adh-Dhuha [93] : 1-2)
2.      Huruf ba’, seperti firman Allah swt. :
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴿١﴾
“Aku bersumpah demi hari kiamat”. (QS. al-Qiyamah [75] : 1)
3.       Huruf ta’, seperti firman Allah swt. :
تَاللَّهِ لَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَفْتَرُونَ﴿٥٦﴾
“Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan”. (QS. an-Nahl [16] : 56)



G.    Macam-macam Qasam dalam Alquran
Sumpah dalam Alquran terbagi dua macam:[16]
1.      Zhahir, yaitu sumpah yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih nya, atau qasam yang tidak disebutkan fi’il qasamnya, tapi diganti dengan huruf  ba’wawuta’. Seperti firman Allah swt. :
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴿١﴾ وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ﴿٢﴾  
“Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. al-Qiyamah [75] : 1-2)
2.      Mudhmar, yaitu sumpah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk pada jawab qasam. Seperti yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 186
 لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ  
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu”. (QS. Ali Imran [3] : 186)

H.    Unsur-unsur Qasam Alquran
1.      أدوات القسم, yakni sesuatu atau alat yang digunakan dalam sighat sumpah yang berupa huruf الو او البء التء, yang berfungsi sebagai huruf jar dan berarti demi, maupun lafaz yang menunjukkan sumpah. Dan karena qasam ini sering digunakan dalam percakapan, maka ia diringkas yakni fiil qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan huruf  ب , contohnya firman Allah swt dalam QS. Al-Nur (24); 53:
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ أَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّ قُل لَّا تُقْسِمُوا طَاعَةٌ مَّعْرُوفَةٌ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya :  Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: Janganlah kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kemudian huruf( ب ) pun diganti dengan( و) pada isim zahir, seperti:
وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang).
Dan diganti dengan( ت)pada lafz jalalah, seperti firman Allah swt dalam QS al-Anbiya(21); 57:
وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ
Artinya :  Demi Allah sesungghunya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu.
Namun qasam dengan terdiri atasini jarang dipergunakan, sedangkan yang banyak adalah “و” .
2.       المقسم به atau penguat sumpah adalah sumpah yang harus diperkuat sesuatu yang diagungkan oleh yang bersumpah. Jika diamati secara mendalam dari sekian literatur umumnya menggambarkan bahwa dalam al-Quran Allah bersumpah dengan menggunakan dua macam المقسم به , yakni:
a.       Allah bersumpah dengan zatnya yang kudus dan mempunyai sifat-sifat khusus, atau dengan ayat-ayatnya memantapkan eksistensi dan sifat-sifatnya
Adapun Allah bersumpah dengan zat-Nya sendiri dalam al-Quran ini terdapat pada tujuh tempat, yaitu:
1)      QS. Al-Thagabun (64); 7:
2)      QS. Al-Saba (34): 3:
3)      QS. Yunus (10): 53:
4)      QS. Maryam (19): 68:
5)      QS. Al-Hijr (15): 92;
6)      QS. Al-Nisa (4): 65:
7)      QS. Al-Maarij (70): 40:
Dalam ketiga ayat pertama di atas, Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw agar bersumpah dengan zatnya.
b.      Allah bersumpah dengan sebagian makhluknya, untuk menunjukkan penciptaan-Nya, dan juga merupakan isyarat kepada keutaman dan kemanfaatan makhluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.
Dan diantara contoh pada bagian ini adalah dalam QS. Al-Lail (92): 1:
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
Artinya :  Demi malam apabila menutupi (cahaya siang).
Dan juga dalam QS. At-Tin (95): 1:
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
Artinya :  Demi (buah) Tin dan (buah) zaitun.
Allah bersumpah dengan apa yang Dia kehendaki, namun bagi seorang hamba (makhluk) tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah. Karena apabila bersumpah dengan selian Allah, maka dia termasuk kepada golongan syirik.[17] Ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw yang artinya:
Ibnu Umar ra. Mendengar orang bersumpah : tidak, demi kabah, Ibnu Umar memperigatkannya: jangan bersumpah dengan nama selain nama Allah, karena saya mendegar Rasulullah saw. Bersabda; siapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka telah kafir atau musyrik.(At-Turmudzy).
3.       المقسم عليهadalah suatu ucapan yang ingin supaya diterima/dipercaya orang yang mendengar lalu diperkuat dengan sumpah tersebut. dan juga dikatakan مقسم عليه ini adalah hal-hal yang karenanya patut diadakan Qasam atau sumpah saperti urusan yang jauh dan tersembunyi apabila kita bermaksud menetapkan adanya.[18]
Disamping itu karena tujuan qasam adalah untuk mengukuhkan dan mewujudkan, maka muqsam alaih haruslah berupa hal-hal yang layak didatangkan qasam baginya, seperti yang gaib dan tersembunyi. Dan jika qasam itu dimasukkan maka berfungsi untuk menetapkan eksistensinya, seperti dalam Q.S. al-Qiyamah (75): 1-2.

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ﴿١﴾ وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ﴿٢
Artinya : Aku tidak bersumpah dengan hari kiamat dan aku tidak bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya.
Sumpah tersebut mencakup penetapan adanya balasan dari yang berhak mendapatkan balasan, penekanan yang sungguh-sungguh kepada keburukan jiwa untuk mengetahui dan menyakininya. Dan perlu diketahui bahwa kadang-kadang jawab qasam disebutkan (ini yang biasa) dan terkadang juga dihilangkan, seperti halnya jawab  لو(jika) sering dibuang, contoh dalam Q.S. At-Takatsur (102): 5

كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥

Artinya :  Jangan begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
Contoh yang dibuang ini merupakan salah satu uslub yang paling baik, karena menunjukkan kebesaran dan keagungan. Jadi dapat dipahami bahwa seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tak terlukiskan banyakanya.
Sedangkan jawab qasam yang dibuang, seperti dalam Q.S. Al-Fajr (89): 1-5
وَالْفَجْرِ ﴿١﴾ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ﴿٢﴾ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ﴿٣﴾ وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ ﴿٤﴾ هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِّذيِ حِجْرٍ ﴿٥
Artinya :  Demi Fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu, pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.
Dan yang dimaksud dengan qasam (sumpah) disini adalah masa yang mengandung perbuatan atau amal-amal seperti ini pantas untuk dikajikan oleh Allah sebagai muqsam bih, olehnya itu ia tidak memerlukan jawaban lagi.
Ada juga yang menyatakan bahwa terkadang dibunag atau dihilangkan karena sudah ditujuhkan oleh perkatan yang disebutkan sesudahnya. Seperti dalam Q.S. al-Qiyamah (75): 3

أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَلَّن نَجْمَعَ عِظَامَهُ ﴿٣
Artinya :  Apakah manusia mengira, bahwa kami tak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya.
Jadi takdirnya di sini adalah sungguh kami akan membangkitkannya dan akan mengadilinya.
Muqsam Alaih dalam Alquran terdiri dari hal-hal sebagai berikut:
a.       Pokok-pokok keimanan dan ketauhidan seperti dalam Q.S. ash-Shaffat (37) : 1-4:
وَالصَّافَّاتِ صَفّاً ﴿١﴾ فَالزَّاجِرَاتِ زَجْراً ﴿٢﴾ فَالتَّالِيَاتِ ذِكْراً ﴿٣﴾ إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ ﴿٤

Artinya :  Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), dan demi (rombongan) yang yang membacakan pelajaran, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.
b.      Penegasan bahwa al-Quran itu adalah benar-benar mulia, seperti dalam surah Al-Waqiah (56) : 75-76

فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ ﴿٧٥﴾ وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ ﴿٧٦

Artinya :  Maka aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar, kalau kamu mengetahui.

c.       Keterangan bahwa Rasulullah saw adalah benar-benar utusan Allah swt, seperti penjelasan dalam Q.S. Yaasin (36) : 1-3
يس ﴿١﴾ وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ ﴿٢﴾ إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ ﴿٣
Artinya :  Yaasin. demi al-Quran yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-rasul.

d.      Penjelasan tentang balasan, janji dan ancaman yang benar-benar akan terlaksana, seperti dalam Q.S. Adz. Zariyat. (51) : 1-6.
وَالذَّارِيَاتِ ذَرْواً ﴿١﴾ فَالْحَامِلَاتِ وِقْراً ﴿٢﴾ فَالْجَارِيَاتِ يُسْراً﴿٣﴾ فَالْمُقَسِّمَاتِ أَمْراً ﴿٤﴾ إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ ﴿٥﴾ وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ ﴿٦

Artinya :  Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya, dan awan yang mengandung hujan dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi.
e.       Keterangan tentang ikhwal manusia, seperti dalam Q.S. Al-Lail (92) : 1-4.

وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ﴿١﴾ وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى ﴿٢﴾ وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى ﴿٣﴾ إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى ﴿٤

Artinya : Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.

I.       Fungsi dan Urgensi Aqsam Alquran
Qasam adalah taukid yang terkenal untuk menekankan kebenaran apa yang kita sebut. Alquran diturunkan untuk segenap manusia yang menanggapi Alquran dengan bermacam-macam keadaan. Ada yang ragu-ragu, ada yang menolak, ada yang sangat menantang, maka dikuatkan dengan sumpah, adalah untuk menghilangkan keragu-raguan itu.[19] Menurut syaikh manna’ al-qatthan, qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa.[20]






DAFTAR RUJUKAN

Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiroat, Jakarta : PT.Pustaka Al-Kautsar, 1996

Al-Qaththan, Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2011

Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Jakarta: Rajawali Press, 2014

Djalal, Abdul Ulumul Qur’an Surabaya: Dunia Ilmu, 2013

Hasanuddin. AF, Anatomi Al-Qur’an Perbedaan Qiroat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam Al-Qur’an, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995

Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i, Al-Itqaan fi Ulumil Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1429H/2008M

Khalil Al-Qaththan, Manna’ Studi-studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Litera Antar Nusa, 2016

Teungku Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002





[1] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), h. 242-243
[2] Manna‟ Khalil Al-Qaththan, Studi-studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Litera Antar Nusa, 2016), h 249.
[3]Hasanuddin. AF, Anatomi Al-Qur’an Perbedaan Qiroat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet 1,  hlm.111
[5] Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiroat, (Jakarta : PT.Pustaka Al-Kautsar, 1996) Cet.1 , hlm.128-129

[6] Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 148.
[7] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2014), h. 52
[8] Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 152
[9] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, 52
[10] Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 152.
[11] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, 53.
[12] Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, 153-154.
[13] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal. 413-414
[14] Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i, Al-Itqaan fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1429H/2008M), hal. 487.
[15] al-Qattan, hal. 414
[16] Al-Qattan, hal. 417-418
[17] Sayyid al-Mursalim, Riyadh ash_Shalihin. Diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, dengan judul Tarjamah Riadlus Shalihim II, (cet. I; Bandung: PT Al-Maarif, 1972), H. 376.
Sumber: 
https://www.tongkronganislami.net/aqsam-sumpah-dalam-al-quran/

[18] Tengku Muhammd hasbi Ash- Shiddieqy, Ilmu-ilmu Alquran, Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Alquran, Cet. I (Semarang: PT Pustaka Riski Putra, 2002), h. 182.
[19] Teungku Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 184.

[20] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2011), cet.keenam, hal. 366.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian An-Nahyu, sighat-shigat An-Nahyu, kaidah-kaidah An-Nahyu

MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)

Sistem pendidikan Islam di Indonesia