FAKTOR SOSIAL DALAM AGAMA



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, karena masyarakat pada dasarnya bersifat dinamis. Perubahan terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti bidang sosial, pendidikan, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertanian dan lain sebagainya. Perubahan sosial yang terjadi memberi efek bagi masyarakat secara menyeluruh, perubahan di satu bidang akan diikuti perubahan di bidang lainnya. Salah satu bagian dari perubahan sosial terdapatnya pelapisan sosial dalam masyarakat. Efek yang ditimbulkan dari perubahan sosial masyarakat bisa berbentuk positif dan juga bisa berbentuk negatif. Dalam hal ini perlu ada benteng nilai dan norma yang bisa mengarahkan manusia dalam mengikuti perubahan sosial masyarakat yang terjadi dengan semakin pesat. Agama dalam konteks ini memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat dengan berbagai ragam fenomena dan fakta-fakta sosial, yang ada di dalamnya. Dalam pergaulan sosial di masyarakat munculnya berbagai kemajuan mempengaruhi prilaku dan pola bersikap warga masyarakat. Banyak perilaku-perilaku yang menyimpang yang ditemukan dalam masyarakat, yang pada tahap selanjutya bisa menggangu ketentraman masyarakat.
     
BAB II
 PERMASALAHAN
A.    Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial Masyarakat
Perubahan sosial terjadi disebabkan oleh beberapa faktor secara sosiologis misalnya dikarenakan adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dan sudah tidak memuaskan , atau mungkin saja perubahan terjadi karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor lama, mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaiakan satu faktor dengan dengan faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.
Pada umumnya dapat dikatakn bahwa kemungkinan penyebab terjadinya perubahan sosial masyarakat adalah :

1.      Bertambah atau berkurangnya penduduk.
Pertambahan penduduk yang sangat cepat tentu menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga lembaga kemasyarakatan. Kemudian berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa kekota, hal ini dapat menyebabkan kekosongan, misalnya dalam pembagian kerja, dan stratifikasi sosial yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung beribu-ribuu tahun sebelumnya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya penduduk bumi ini.
2.      Adanya penemuan penemuan baru.
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi adanya suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan yang baru yang tersebar ke lian-lain bagian masyarakat dan cara-cra unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat bersangkutan.

3.      Adanya pertentangan (conflict) Masyarakat.[1]
Pertentangan (conflict) masyarakat juga menyebabkan terjadinya perbahgan sosial masyarakat. Dalam masyrakat pertentangan pasti terjadi bisa saja terjadi anaatara individu dengan kelompok atau kelompok dengankelompok masyarakat. Umumnya masyarakat tradisional Indonesia bersifat kolektif segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat, kepentingan individu walaupun diakui tetapi mempunyai fungsi sosial, tidak jarang timbul pertentangan anatara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya. Pertentangan antar kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan genersi muda. Pertentangan-pertentangan itu kerap sekali terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap trdisional ke tahap modern. Generasi muda yang belum terbentuk kerpibadiannnya lebih mudah menerima unsur unsur kebudaayaan asing (seperti kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal mempunyai tarap yang lebih tingggi , atau mungkin kebudayaan-kebudayaan kota besar yang masuk ke masyarakat pedesaaan, keadaan demikian menyebabkann perubahan perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaualn bebas yang melanggar norma adat dan norma agama, perbuatan-perbuatan melanggar susila, kebiasaaan-kebiasaan hedonis orang kota, dan lain-lain. Selanjutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, diantaranya :
a.       Kontak dengan kebudayaan lain
Dalam proses sosial terjadi proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari proses ini manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yng telah dihasilkan dan selanjutrnya suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masayarakat dapat diteruskan dan disebarkan kepada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmti kegunaannya.
b.      Sistim pendidikan formal yang maju
Pendidikan mengajarkan aneka macam kamampuan kepada individu dan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka pemikirannnya serta menerima hal-hal baru dalam kehidupannhya.
c.       Sikap menghargai hasi karya seseorang dan keinginginan-keinginna untuk maju.
Adanya sikap menghargai hasil karya seseorang merupakan pendorong bagi usaha penemuan-penemuan baru.
d.      Sistem terbuka lapisan masyarakat.
Sistim terbuka memungkinkan adanya gerak sosial yang pertikal yang luas atau memberi kesempatan kepada individu untuk maju atas dasar kemauan sendiri. Dalam keadaan yang demikian pada umumnya orang akan berkomptensisi untuk menjadi orang yang berhasil, akan terjadi proses identifiksi diri derngan warga-warga yang mempunyai status tinggi sehingga dia berharap berkedudukan sama dengan orang atau golongan yang dianggap lebigh tinggi tersebut.
e.       Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan delik.
f.       Penduduk yang heterogen.
Pada masyrakat yang terdidiri dari kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan, keadaan ini juga menjadi pemicu terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.
g.  Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
h. Orientasi ke masa depan.
i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki   hidupnya.

Melihat penyebab terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat pada umumnya terdapat kesamaan dalam berbagai bentuk masyarakat baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, namun ada perbedaan jenis perubahan yang terjadi antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern dimana dalam masyarakat tradisional perubahan yang terjadi cenderung bersifat lambat dibanding perubahan yang terjadi pada masyarakat modern perubahan sosial yang terjadi lebih cepat. Perubahan sosial yang cepat inilah yang banyak berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri.
 Dalam hal ini pandangan Islam terhadap perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat tersebut bisa dilihat dari aspek hukum ajaran Islam memberikan dasar-dasar hukum bagi terjadinya perkembangan. Ijtihad dipandang sebagai institusi yang memiliki otoritas bagi perubahan dan penetapan hukum bersamaan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Bagi agama Islam perubahan merupakan salah satu kebutuhan manusia, oleh karena itu hukum-hukum yang bersifat tetap hanya terdapat dalam masalah ubudiyah ritual saja, sedangkan urusan muamalah atau hubungan sosial yang menjadi bagian dari ibadah selain ritual bersifat terbuka. Konsep ijtihad sebagai proses penetapan hukum baru dalam Islam merupakan bukti bahwa agama Islam bersifat terbuka terhadap perubahan karena hasil-hasil ijtihad yang diiakukan para ahli akan mendorong terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan yang memiliki dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk perubahan yang terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran Agama Dalam Masyarakat
Agama adalah sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap sesuatu zat yang dianggap Tuhan. Keyakinan terhadap suatu zat yang dianggap Tuhan itu diperoleh manusia berdasarkan yang bersumber dari pengetahuan diri seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim, misalnya ketika daya nalarnya mencoba menelusuri alam ciptan Tuhan, sehingga pada akhirnya menemukan zat Allah sebagai Tuhan yang layak disembah karena maha pencipta alam semesta. Pengetahuan seseorang juga bisa diperoleh berdasarkan input yang datang dari luar, mungkin informasi dari orang tua, guru, atau dari tokoh yang memiliki otoritas ilmu pengetahuan. Secara sederhana, dapat dimengerti asal ada orang percaya kepada Zat Tuhan, berarti dia sudah beragama. Siapapun Tuhannya itu adalah hak setiap orang sesuai latar belakang pengetahuannya masing-masing.[2]
Selanjutnya agama juga didefinisikan sebagai sistem kepercayaan, yang di dalamnya meliputi aspek-aspek hukum, moral dan budaya. Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap suatu yang bersifat adikodrati (supernatural) dan seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan secara individu maupun dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak kehidupan sehari-hari. Dengan demikian secara psikologi, agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri) dan motif yang didorong keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan Peranan Agama  yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan nonagama baik doktrin maupun ideologi.
Lain lagi halnya mengenai defenisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Berdasarkan hasil studi para ahli sosiologi menyatakan bahwa agama adalah suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individual ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua factor yang ikut membentuk struktur social di masyarakat manapun.[3]
Menurut salah satu sosiolog ternama Emile Durkheim menyatakan bahwa adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro Puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu :
1.      Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2.      Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri
3.      Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural

Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a.       Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada tuhannya.
b.      Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c.   Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.

Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris oleh individu individu dalam masyarakat karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan sebuah sistem nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Dalam proses interaksi sosial masyarakat yang berkesinambungan mengikuti dan menjalankan norma-norma tertentu termasuk norma-norma agama, pergaulan sosial atau interaksi sosial berjalan lancar, yang terjadi antara individu dengan individu lainnya, juga dengan kelompok sosial adalah dengan mempedomani norma-norma yang ada, selain norma agama juga ada norma-norma sosial. Secara sosiologis salah satu tugas individu dalam masyarakat adalah bagaimana ia bisa mentaati norma-norma dan bagaimana ia menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakatnya.
Proses Interaksi sosial masyarakat antar individu dengan kelompok begitu juga sebaliknya, dalam kenyataannya memang tidak semua dapat mentaati norma sosial masyarakat, bagi mereka yang tidak bisa mentaati norma dikatakan sebgai pelanggar norma atau orang yang menyimpang.
B. Perubahan Sosial Masyarakat
Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan sosial namun pengertian dari perubahan sosial itu sendiri terdapat beberapa perbedaan. Menurut Samuel Hoening (Sosiolog), perubahan sosial adalah modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, baik itu terjadi karena sebab intern ataupun ekstern. Selo Sumarjan, pakar Sosiologi Indonesia berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang  mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai sikap dan pola perilaku di antara kelompok di dalam masyarakat.
Sedangkan Hendro Puspito (Sosiolog) mendefinisikan perubahan sosial dengan perubahan yang terjadi dalam dalam satuan waktu tertentu dan ditinjau dari waktu tertentu masyarakat menempilkan diri dalam bentuk yang berbeda keadaannya dengan kurun waktu sebelumnya.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat terjadi dalam beberapa bentuk yaitu :
a)      Perubahan lambat dan cepat
Perubahan lambat adalah perubahan yang memerlukan waktu lama dengan rentetan-rentetan kecil yang saling mengikuti secara lambat dan terjadi dengan sendirinya. Hal ini terjadi karena adanya usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan, keadaan dan kondisi baru yang muncul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Sedangkan perubahan cepat adalah perubahan yang terjadi pada dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (lembaga kemasyarakatan) dan perubahan ini biasanya terjadi karena di rencanakan.
b)      Perubahan kecil dan besar
Perubahan kecil tidak membawa pengaruh langsung atau berarti pada masyarakat sedangkan perubahan besar sebaliknya.
c)      Perubahan yang di kehendaki (direncanakan) dan perubahan yang tidak dikehendaki (tidak direncanakan).
Dalam pergaulan sosial masyarakat perubahan sosial yang dikehendaki terjadi dengan disengaja dengan tujuan tertentu dan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang ingin mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of cange yaitu orang yang mendapatkan kepercayaan masyaarakat sebagai pemimpin lembaga-lembaga kemasyakrakatan. Perubahan social yang sepeerti ini pada umumnya adalah untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat.[4]
Kemudian perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki berlamgsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menimbulkan akibat-akibat social ynag tidak diharapkan masyarakat bahkan akibat yang bersifat negative dan berdampak buruk dlam masyarakat, perubahan seperti inilah yang membahayakan masyarakat, Perubahan di bidang sosial ekonomi misalnya, bisa menyebabkan masyarakat berkompetensi dalam berbagai bidang dan membuat masyarakat menjadi lebih dinamis dan memiliki etos kerja yang tinggi bahkan menjadi pragmatis dan kapitalis. Kemudian di sisi lain menyebabkan terjadinya pengkotak-kotakan, pengelompokan dalam masyarakat yang pada tahap selanjutnya bisa menyuburkan kesenjangan sosial Masyarakat menjadi berkotak-kotak dan terbagi-bagi ke dalam kelas-kelas sosial, jurang antara orang kaya dan orang miskin makin lebar juga menyebabkan terjadinya diskriminasi dan marginalisasi terhadap kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Inilah salah satu yang menjadi dampak negatif dari adanya perubahan sosial dalam masyarakat, kondisi seperti ini bisa melahirkan penyakit-penyakit sosial (perilaku patologis). Perubahan sosial yang terjadi dan yang tidak dikehendaki dalam masyarakat akibat dari adanya sistim pelapisan masyarakat misalnya, tidak hanya terjadi persaingan sehat bahkan juga terjadi persaingan tidak sehat. Setiap individu dalam masyarakat tentunya mempunyai target dan tujuan hidup yakni untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai bidang seperti di bidang materi, setiap yang mendapatkan banyak materi akan memiliki kedudukan yang lebih terhormat dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan hidup tersebut tidak semua orang yang berhasil mencapainya. Kelompok yang tidak berhasil mencapainya akan menempuh cara-cara yang tidak formal atau mencari jalan pintas seperti mencuri, merampok dan lain sebagainya.  Cara-cara seperti ini adalah merupakan perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat dan para pelakunya tidak akan disukai oleh masyarakat dan mereka cenderung akan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Dalam istilah lain cara-cara yang tidak baik yang dilakukan untuk pencapaian tujuan hidup seperti memperoleh materi sebanyak-banyaknya adalah merupakan perilaku patologis yakni penyakit sosial yang dianggap sakit, yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Segala tindakan yang tidak cocok, melanggar norma adat istiadat, atau tidak terinteraksi dengan tingkah laku umum dan dianggap sebagai masalah sosial.[5]
Perilaku patologis tersebut sebenarnya sangat luas, tidak hanya terkait dengan satu tindakan saja, tetapi bermacam-macam tindakan yang tidak sesuai dengan norma atau bertentangan dengan tingkah laku kebiasaan warga masyarakat. Seingga jika perilaku tersebut terus berkembang akan bisa menganggu bahkan mengancam eskistensi masyarakat bersangkutan.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya pelapisan sosial ini tentunya sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat, menyebabkan ketidakstabilan dan disorganisasi sosial. Pada tahap selanjutnya akan menyuburkan perilaku-perilaku patologis dalam masyarakat.





BAB IV
PENUTUP
Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan yang memiliki dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk perubahan yang terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.
Bisa menolak yang namanya perubahan bahkan di satu sisi masyarakat itu juga membutuhkan perubahan sosial, namun dalam hal ini tentu harus ada peran yang bisa mengimbangi atau menjadi pedoman masyarakat dalam menyikapai perubahan sosial yang terjadi. Salah satu bagian dari perubahan sosial adalah terjadinya lapisan sosial dalam masyarakat yang juga memberikan dapat negatif bagi masyarakat. Agar dampak negatif dari perubahan sosial dan pelapisan sosial dalam masyarakat yang terjadi bisa diminimalisir bahkan diarahkan ke hal yang positif. Disinilah peran Agama Islam sangat sentral dalam menghadapi fenomena kehidupan manusia yang terus mengalami perubahan sosial yang semakin cepat, ditandai dengan kemajuan yang terjadi di berbagai bidang yang pada tahap selanjutnya memaksa masyarakat untuk menyesuaiakan diri dengan segala bentuk perubahan yang terjadi. Ibarat satu negara tidak akan bisa melangkah lebih jauh jika tidak ada rambu-rambu yang dijadikan sebagai dasar dan pedoman kemana arah perjalanagan negara bersangkutan.










DAFTAR PUSTAKA
Astrid Susanto, Pengantar Sosiologui dan Perubahan Sosial, Bandung : Bina Cipta, 1977.
Hartomo, Arnizun : Ilmu Sosial Dasar, Jakarta : Bumi Aksara, 2001.
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002.
Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern, Jakarta:Kencana Pranada Media Group, 2010.



[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) hlm. 190

[2]Abdulah Ali, Agama dalam perspektif Sosiologi Antropologi, STAIN Cirebon: 2005.

[3]Dr.Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009. hlm.15
                                                   
[4] Soerjono Soekanto, Sosiologoi Suatu Pengantar,Jakarta :Raja Grafindo Persada,2007,hlm.273

[5] Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jilid I (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal 1-2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian An-Nahyu, sighat-shigat An-Nahyu, kaidah-kaidah An-Nahyu

MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)

Sistem pendidikan Islam di Indonesia