FAKTOR SOSIAL DALAM AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat pasti akan
mengalami perubahan, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern,
karena masyarakat pada dasarnya bersifat dinamis. Perubahan terjadi dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti bidang sosial, pendidikan,
ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertanian dan lain
sebagainya. Perubahan sosial yang terjadi memberi efek bagi masyarakat secara
menyeluruh, perubahan di satu bidang akan diikuti perubahan di bidang lainnya.
Salah satu bagian dari perubahan sosial terdapatnya pelapisan sosial dalam
masyarakat. Efek yang ditimbulkan dari perubahan sosial masyarakat bisa
berbentuk positif dan juga bisa berbentuk negatif. Dalam hal ini perlu ada
benteng nilai dan norma yang bisa mengarahkan manusia dalam mengikuti perubahan
sosial masyarakat yang terjadi dengan semakin pesat. Agama dalam konteks ini
memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat dengan
berbagai ragam fenomena dan fakta-fakta sosial, yang ada di dalamnya. Dalam
pergaulan sosial di masyarakat munculnya berbagai kemajuan mempengaruhi prilaku
dan pola bersikap warga masyarakat. Banyak perilaku-perilaku yang menyimpang
yang ditemukan dalam masyarakat, yang pada tahap selanjutya bisa menggangu
ketentraman masyarakat.
BAB II
PERMASALAHAN
A.
Faktor Penyebab
Terjadinya Perubahan Sosial Masyarakat
Perubahan sosial terjadi disebabkan oleh beberapa faktor secara
sosiologis misalnya dikarenakan adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak sesuai
lagi dan sudah tidak memuaskan , atau mungkin saja perubahan terjadi karena ada
faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor lama,
mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk
menyesuaiakan satu faktor dengan dengan faktor lain yang sudah mengalami
perubahan terlebih dahulu.
Pada
umumnya dapat dikatakn bahwa kemungkinan penyebab terjadinya perubahan sosial
masyarakat adalah :
1.
Bertambah atau
berkurangnya penduduk.
Pertambahan penduduk yang sangat cepat tentu menyebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga lembaga kemasyarakatan. Kemudian berkurangnya penduduk mungkin
disebabkan berpindahnya penduduk dari desa kekota, hal ini dapat menyebabkan
kekosongan, misalnya dalam pembagian kerja, dan stratifikasi sosial yang
mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah
berlangsung beribu-ribuu tahun sebelumnya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan
bertambah banyaknya penduduk bumi ini.
2.
Adanya penemuan
penemuan baru.
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam
waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi
adanya suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan yang baru yang tersebar
ke lian-lain bagian masyarakat dan cara-cra unsur kebudayaan baru tadi
diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat bersangkutan.
3.
Adanya
pertentangan (conflict) Masyarakat.[1]
Pertentangan (conflict) masyarakat juga menyebabkan
terjadinya perbahgan sosial masyarakat. Dalam masyrakat pertentangan pasti
terjadi bisa saja terjadi anaatara individu dengan kelompok atau kelompok
dengankelompok masyarakat. Umumnya masyarakat tradisional Indonesia bersifat
kolektif segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat, kepentingan
individu walaupun diakui tetapi mempunyai fungsi sosial, tidak jarang timbul
pertentangan anatara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya.
Pertentangan antar kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan genersi
muda. Pertentangan-pertentangan itu kerap sekali terjadi pada masyarakat yang
sedang berkembang dari tahap trdisional ke tahap modern. Generasi muda yang
belum terbentuk kerpibadiannnya lebih mudah menerima unsur unsur kebudaayaan
asing (seperti kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal mempunyai tarap yang
lebih tingggi , atau mungkin kebudayaan-kebudayaan kota besar yang masuk ke
masyarakat pedesaaan, keadaan demikian menyebabkann perubahan perubahan
tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaualn bebas yang melanggar norma adat
dan norma agama, perbuatan-perbuatan melanggar susila, kebiasaaan-kebiasaan
hedonis orang kota, dan lain-lain. Selanjutnya ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jalannya perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, diantaranya
:
a.
Kontak dengan
kebudayaan lain
Dalam proses sosial terjadi proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan dari individu kepada individu lain dan dari satu masyarakat ke
masyarakat lain, dari proses ini manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan
baru yng telah dihasilkan dan selanjutrnya suatu penemuan baru yang telah
diterima oleh masayarakat dapat diteruskan dan disebarkan kepada masyarakat
luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmti kegunaannya.
b.
Sistim
pendidikan formal yang maju
Pendidikan
mengajarkan aneka macam kamampuan kepada individu dan memberikan nilai-nilai
tertentu bagi manusia terutama dalam membuka pemikirannnya serta menerima
hal-hal baru dalam kehidupannhya.
c.
Sikap
menghargai hasi karya seseorang dan keinginginan-keinginna untuk maju.
Adanya
sikap menghargai hasil karya seseorang merupakan pendorong bagi usaha
penemuan-penemuan baru.
d.
Sistem terbuka
lapisan masyarakat.
Sistim
terbuka memungkinkan adanya gerak sosial yang pertikal yang luas atau memberi
kesempatan kepada individu untuk maju atas dasar kemauan sendiri. Dalam keadaan
yang demikian pada umumnya orang akan berkomptensisi untuk menjadi orang yang
berhasil, akan terjadi proses identifiksi diri derngan warga-warga yang
mempunyai status tinggi sehingga dia berharap berkedudukan sama dengan orang
atau golongan yang dianggap lebigh tinggi tersebut.
e.
Toleransi
terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan
delik.
f.
Penduduk yang
heterogen.
Pada
masyrakat yang terdidiri dari kelompok sosial yang mempunyai latar belakang
kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya
pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan, keadaan ini
juga menjadi pemicu terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu.
h. Orientasi ke
masa depan.
i. Nilai
bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
Melihat penyebab terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat pada
umumnya terdapat kesamaan dalam berbagai bentuk masyarakat baik masyarakat
tradisional maupun masyarakat modern, namun ada perbedaan jenis perubahan yang
terjadi antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern dimana dalam
masyarakat tradisional perubahan yang terjadi cenderung bersifat lambat
dibanding perubahan yang terjadi pada masyarakat modern perubahan sosial yang
terjadi lebih cepat. Perubahan sosial yang cepat inilah yang banyak berdampak
negatif bagi masyarakat itu sendiri.
Dalam hal ini pandangan
Islam terhadap perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat tersebut bisa
dilihat dari aspek hukum ajaran Islam memberikan dasar-dasar hukum bagi
terjadinya perkembangan. Ijtihad dipandang sebagai institusi yang memiliki
otoritas bagi perubahan dan penetapan hukum bersamaan dengan perubahan yang
terjadi di masyarakat. Bagi agama Islam perubahan merupakan salah satu
kebutuhan manusia, oleh karena itu hukum-hukum yang bersifat tetap hanya
terdapat dalam masalah ubudiyah ritual saja, sedangkan urusan muamalah atau
hubungan sosial yang menjadi bagian dari ibadah selain ritual bersifat terbuka.
Konsep ijtihad sebagai proses penetapan hukum baru dalam Islam merupakan bukti
bahwa agama Islam bersifat terbuka terhadap perubahan karena hasil-hasil
ijtihad yang diiakukan para ahli akan mendorong terjadinya perubahan sosial
dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan
yang memiliki dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang
kurang baik menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk
perubahan yang terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma
ajaran Islam.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran
Agama Dalam Masyarakat
Agama adalah sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap
sesuatu zat yang dianggap Tuhan. Keyakinan terhadap suatu zat yang dianggap
Tuhan itu diperoleh manusia berdasarkan yang bersumber dari pengetahuan diri
seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim, misalnya ketika daya nalarnya mencoba
menelusuri alam ciptan Tuhan, sehingga pada akhirnya menemukan zat Allah
sebagai Tuhan yang layak disembah karena maha pencipta alam semesta.
Pengetahuan seseorang juga bisa diperoleh berdasarkan input yang datang dari
luar, mungkin informasi dari orang tua, guru, atau dari tokoh yang memiliki
otoritas ilmu pengetahuan. Secara sederhana, dapat dimengerti asal ada orang
percaya kepada Zat Tuhan, berarti dia sudah beragama. Siapapun Tuhannya itu
adalah hak setiap orang sesuai latar belakang pengetahuannya masing-masing.[2]
Selanjutnya agama juga didefinisikan sebagai sistem kepercayaan,
yang di dalamnya meliputi aspek-aspek hukum, moral dan budaya. Agama sebagai
bentuk keyakinan manusia terhadap suatu yang bersifat adikodrati (supernatural)
dan seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama
memiliki nilai-nilai bagi kehidupan secara individu maupun dalam hubungannya
dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian secara psikologi, agama dapat berfungsi sebagai
motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri) dan motif yang
didorong keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan Peranan Agama yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh
keyakinan nonagama baik doktrin maupun ideologi.
Lain lagi halnya mengenai defenisi agama menurut sosiologi adalah
definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang
evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya
atau buruknya agama atau agama–agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan
ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa
adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Berdasarkan hasil studi para ahli sosiologi menyatakan bahwa agama
adalah suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individual
ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling
bergantung dengan semua factor yang ikut membentuk struktur social di
masyarakat manapun.[3]
Menurut salah satu sosiolog ternama Emile Durkheim menyatakan bahwa
adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek
yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada
dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu
“sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak
harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama
tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama
lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu
dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya,
yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan
menurut pendapat Hendro Puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat
oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam
yaitu :
1.
Kepercayaan
pada hal-hal yang spiritual
2.
Perangkat
kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan
tersendiri
3.
Ideologi
mengenai hal-hal yang bersifat supranatural
Secara
garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a.
Hubungan
manusia dengan tuhannya
Hubungan
dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia
kepada tuhannya.
b.
Hubungan manusia
dengan manusia
Agama
memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep
dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai
hubungan manusia dengan manusia disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau
lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga
keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat
melanjutkan kehidupannya
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris oleh individu individu dalam masyarakat karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan
sebagainya. Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia
dan masyarakat, karena agama memberikan sebuah sistem nilai yang memiliki
derivasi pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran
dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat.
Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat
dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut
intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua,
nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah
dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Dalam proses interaksi sosial masyarakat yang berkesinambungan
mengikuti dan menjalankan norma-norma tertentu termasuk norma-norma agama,
pergaulan sosial atau interaksi sosial berjalan lancar, yang terjadi antara
individu dengan individu lainnya, juga dengan kelompok sosial adalah dengan
mempedomani norma-norma yang ada, selain norma agama juga ada norma-norma
sosial. Secara sosiologis salah satu tugas individu dalam masyarakat adalah
bagaimana ia bisa mentaati norma-norma dan bagaimana ia menyesuaikan diri
dengan lingkungan masyarakatnya.
Proses Interaksi sosial masyarakat antar individu dengan kelompok
begitu juga sebaliknya, dalam kenyataannya memang tidak semua dapat mentaati
norma sosial masyarakat, bagi mereka yang tidak bisa mentaati norma dikatakan
sebgai pelanggar norma atau orang yang menyimpang.
B. Perubahan
Sosial Masyarakat
Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan sosial namun
pengertian dari perubahan sosial itu sendiri terdapat beberapa perbedaan.
Menurut Samuel Hoening (Sosiolog), perubahan sosial adalah
modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, baik itu
terjadi karena sebab intern ataupun ekstern. Selo Sumarjan, pakar Sosiologi
Indonesia berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk
didalamnya nilai-nilai sikap dan pola perilaku di antara kelompok di dalam masyarakat.
Sedangkan Hendro Puspito (Sosiolog) mendefinisikan perubahan sosial
dengan perubahan yang terjadi dalam dalam satuan waktu tertentu dan ditinjau
dari waktu tertentu masyarakat menempilkan diri dalam bentuk yang berbeda
keadaannya dengan kurun waktu sebelumnya.
Perubahan
sosial yang terjadi dalam masyarakat terjadi dalam beberapa bentuk yaitu :
a)
Perubahan
lambat dan cepat
Perubahan
lambat adalah perubahan yang memerlukan waktu lama dengan rentetan-rentetan
kecil yang saling mengikuti secara lambat dan terjadi dengan sendirinya. Hal
ini terjadi karena adanya usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kebutuhan, keadaan dan kondisi baru yang muncul sejalan dengan pertumbuhan
masyarakat. Sedangkan perubahan cepat adalah perubahan yang terjadi pada
dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (lembaga
kemasyarakatan) dan perubahan ini biasanya terjadi karena di rencanakan.
b)
Perubahan kecil
dan besar
Perubahan
kecil tidak membawa pengaruh langsung atau berarti pada masyarakat sedangkan
perubahan besar sebaliknya.
c)
Perubahan yang
di kehendaki (direncanakan) dan perubahan yang tidak dikehendaki (tidak
direncanakan).
Dalam pergaulan sosial masyarakat perubahan sosial yang dikehendaki
terjadi dengan disengaja dengan tujuan tertentu dan merupakan perubahan yang
diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
ingin mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki
perubahan dinamakan agent of cange yaitu orang yang mendapatkan
kepercayaan masyaarakat sebagai pemimpin lembaga-lembaga kemasyakrakatan.
Perubahan social yang sepeerti ini pada umumnya adalah untuk kepentingan dan
kebutuhan masyarakat.[4]
Kemudian
perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi tanpa dikehendaki berlamgsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat
dan dapat menimbulkan akibat-akibat social ynag tidak diharapkan masyarakat
bahkan akibat yang bersifat negative dan berdampak buruk dlam masyarakat,
perubahan seperti inilah yang membahayakan masyarakat, Perubahan di bidang
sosial ekonomi misalnya, bisa menyebabkan masyarakat berkompetensi dalam
berbagai bidang dan membuat masyarakat menjadi lebih dinamis dan memiliki etos
kerja yang tinggi bahkan menjadi pragmatis dan kapitalis. Kemudian di sisi lain
menyebabkan terjadinya pengkotak-kotakan, pengelompokan dalam masyarakat yang
pada tahap selanjutnya bisa menyuburkan kesenjangan sosial Masyarakat menjadi
berkotak-kotak dan terbagi-bagi ke dalam kelas-kelas sosial, jurang antara
orang kaya dan orang miskin makin lebar juga menyebabkan terjadinya
diskriminasi dan marginalisasi terhadap kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat. Inilah salah satu yang menjadi dampak negatif dari adanya perubahan
sosial dalam masyarakat, kondisi seperti ini bisa melahirkan penyakit-penyakit
sosial (perilaku patologis). Perubahan sosial yang terjadi dan yang tidak
dikehendaki dalam masyarakat akibat dari adanya sistim pelapisan masyarakat
misalnya, tidak hanya terjadi persaingan sehat bahkan juga terjadi persaingan
tidak sehat. Setiap individu dalam masyarakat tentunya mempunyai target dan
tujuan hidup yakni untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai bidang seperti di
bidang materi, setiap yang mendapatkan banyak materi akan memiliki kedudukan
yang lebih terhormat dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan hidup tersebut
tidak semua orang yang berhasil mencapainya. Kelompok yang tidak berhasil
mencapainya akan menempuh cara-cara yang tidak formal atau mencari jalan pintas
seperti mencuri, merampok dan lain sebagainya. Cara-cara seperti ini adalah merupakan
perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang terdapat dalam
masyarakat dan para pelakunya tidak akan disukai oleh masyarakat dan mereka
cenderung akan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Dalam istilah lain cara-cara
yang tidak baik yang dilakukan untuk pencapaian tujuan hidup seperti memperoleh
materi sebanyak-banyaknya adalah merupakan perilaku patologis yakni penyakit
sosial yang dianggap sakit, yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Segala
tindakan yang tidak cocok, melanggar norma adat istiadat, atau tidak
terinteraksi dengan tingkah laku umum dan dianggap sebagai masalah sosial.[5]
Perilaku patologis tersebut sebenarnya sangat luas, tidak hanya
terkait dengan satu tindakan saja, tetapi bermacam-macam tindakan yang tidak
sesuai dengan norma atau bertentangan dengan tingkah laku kebiasaan warga
masyarakat. Seingga jika perilaku tersebut terus berkembang akan bisa menganggu
bahkan mengancam eskistensi masyarakat bersangkutan.
Dampak
negatif yang ditimbulkan oleh adanya pelapisan sosial ini tentunya sangat
berbahaya bagi kehidupan masyarakat, menyebabkan ketidakstabilan dan
disorganisasi sosial. Pada tahap selanjutnya akan menyuburkan perilaku-perilaku
patologis dalam masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
Perubahan
sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan yang memiliki dan
mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik menjadi
baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk perubahan yang terjadi
di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.
Bisa
menolak yang namanya perubahan bahkan di satu sisi masyarakat itu juga
membutuhkan perubahan sosial, namun dalam hal ini tentu harus ada peran yang
bisa mengimbangi atau menjadi pedoman masyarakat dalam menyikapai perubahan
sosial yang terjadi. Salah satu bagian dari perubahan sosial adalah terjadinya
lapisan sosial dalam masyarakat yang juga memberikan dapat negatif bagi
masyarakat. Agar dampak negatif dari perubahan sosial dan pelapisan sosial
dalam masyarakat yang terjadi bisa diminimalisir bahkan diarahkan ke hal yang
positif. Disinilah peran Agama Islam sangat sentral dalam menghadapi fenomena
kehidupan manusia yang terus mengalami perubahan sosial yang semakin cepat,
ditandai dengan kemajuan yang terjadi di berbagai bidang yang pada tahap
selanjutnya memaksa masyarakat untuk menyesuaiakan diri dengan segala bentuk
perubahan yang terjadi. Ibarat satu negara tidak akan bisa melangkah lebih jauh
jika tidak ada rambu-rambu yang dijadikan sebagai dasar dan pedoman kemana arah
perjalanagan negara bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Astrid
Susanto, Pengantar Sosiologui dan Perubahan Sosial, Bandung : Bina
Cipta, 1977.
Hartomo,
Arnizun : Ilmu Sosial Dasar, Jakarta : Bumi Aksara, 2001.
Dadang
Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002.
Syarifuddin
Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern, Jakarta:Kencana Pranada Media
Group, 2010.
Komentar
Posting Komentar