psikologi agama: GEJALA-GEJALA SUMBER JIWA KEAGAMAAN PADA MANUSIA
TUGAS
TERSTRUKTUR
|
DOSEN
PENGAJAR
|
PSIKOLOGI AGAMA
|
Drs. H. Burdjani A.S., M.Ag
|
GEJALA-GEJALA SUMBER JIWA KEAGAMAAN PADA
MANUSIA
DISUSUN OLEH :
Siti Raihana : 1501211403
Rahmani : 1501211453
Syahpur
Rizali :
1501211459
Taufiq :
1501211462
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia mempunyai hubungan dan
mempunyai sejarah panjang terhadap tuhan. Hal ini dapat diketahui dan
dapat dilihat dari pendapat para ahli
agama, baik melalui penelitian, dokumen kuno maupun kitab suci.
Dalam masyarakat kuno
telah dikenal berbagai kepercayaan, seperti dinamisme, animisme, politheisme,
dan berpuncak pada monotheisme. Hal ini dapat dibuktikan melalui situs-situs
kuno peninggalan peradapan Yunani Kuno, peradaban Mesir Kuno,
peradaban China Kuno, tak terkecuali di indonesia banyak
peninggalan yang berhubungan dengan kepercayaan dan banyak lagi. Satu hal yang pasti, manusia sejak
zaman dahulu telah mengenal adanya Yang Maha. Dalam kitab suci,
hubungan ini dikenal sebagai hubungan Pencipta dengan ciptaan-Nya.
Dan hubungan ini ada mulai manusia pertama kali ada, yaitu Nabi
Adam as.
Hingga sekarang, manusia
tetap memiliki keyakinan pada Tuhan. Besar kecilnya keyakinan itu tergantung
dari berbagai hal. Misalnya sedikit banyaknya informasi keagamaan yang
diterima, kebiasaan sejak usia dini, lingkungan keluarga, masyarakat
di sekolah, pengalaman agama dan lainnya. Walaupun keyakinan terhadap
Tuhan dipengaruhi berbagai faktor, tetap saja ada (walaupun sedikit) keyakinan
manusia pada Tuhan.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
A. Rumusan Masalah
Secara umum tulisan ini berusaha untuk menguraikan kembali tentang
Teori Sumber Kejiwaan Agama (Potensi Agama), kemudian diturunkan pada rumusan
masalah yang lebih kecil, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Monistik ?
2. Apa yang dimaksud dengan Teori Fakulti ?
3.
Apa yang dimaksud dengan Teori Fitrah ?
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
Teori Monistik
2. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud dengan
Teori Fakulti
3. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud dengan
Teori Fitrah.
BAB III
PEMBAHASAN
A. TEORI MONISTIK
Teori ini berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah
satu sumber kejiwaan. Selanjutnya, sumber tunggal manakah yang dimaksut paling
dominan sebagai sumber kejiwaan itu. Timbul beberapa pendapat yang dikemukakan
oleh Para Pemuka Teori
Monistik, diantaranya :
1.
Thomas van Aquino mengemukakan bahwa sumber jiwa agama
itu adalah berfikir. Manusia ber-Tuhan karena menggunakan kemampuan berpikirnya
dan kehidupan beragama merupakan refleksi kehidupan berfikir manusia itu
sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapat tempatnya hingga sekarang
dimana para ahli mendewakan rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber
agama.
2.
Frederick Hegel, Hampir sama dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Thomas van Aquino, maka filosof Jerman ini berpendapat, agama
adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan menjadi tempat
kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal atau
persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
3.
Frederick Schleimacher, Berlainan dengan pendapat
kedua ahli diatas, maka F.Hegel berpendapat bahwa yang menjadi sumber agama
adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sence of depend). Dengan adanya rasa
ketergantungan yang mutlak ini manusia merasa dirinya lemah. Kelemahan ini
menyebkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada
diluar dirinya. Berdasarkan rasa ketergantungan itulah maka muncul konsep
Tuhan. Manusia merasa tak berdaya menghadapi tantangan alam yang selalu
dialaminya, maka mereka menggantung harapannya kepada suatu kekuasaan yang
dianggap mutlak. Berdasarkan konsep ini timbullah upacara untuk meminta
perlindungan pada kekuasaan yang diyakini dapat melindungi mereka. Rasa
ketergantungan yang mutlak ini dapat dibuktikan dalam realitas upacara
keagamaan dan pengabdian para penganut agama pada suatu kekuasaan yang mereka
namakan Tuhan.
4.
Rudolf Otto, Menurut pendapat tokoh ini, sumber
kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari sesuatu yang lain (the
wholly other). Jika seseorang dipengaruhi rasa kagum erhadap sesuatu yang
dianggapnya lain dari yang lain, maka keadaan mental seperti itu diistilahkan
oleh Rudolf Otto keadaan mental itu disebut dengan “numinous”. Perasaan
yang semacam itulah yang menurut pendapatnya sebagai sumber kejiwaan agama pada
manusia. Walaupun factor-faktor lainnya diakui oleh Rudolf Otto, namun ia
berpendapat numinous merupakan sumber yang essential.
5.
Sigmund Freud, Pendapatnya unsur kejiwaan yang menjadi
sumber kejiwaan agama adalah “libido sexualita”. Libido menimbulkan ide
ke-Tuhanan dan ritual keagamaan setelah melalui proses :
a.
Oedipus Complex, sumber jiwa keagamaan berasal dari
rasa bersalah (sence or guilty) kasus oudipus complex mitos Yunani yang
menceritakan perasaan cinta pada ibunya, maka Oedipus complex membunuh ayahnya.
Kejadian yang demikian itu berawal dari manusia yang primitive. Mereka
bersekongkol untuk membunuh ayah yang berasal dalam masyarakat promiscuitas.
Setelah ayah mereka mati maka timbullah rasa bersalah pada diri anak-anak
itu.
b.
Father Image (citra bapak), Setelah mereka membunuh
ayah mereka dan dihantui oleh rasa bersalah itu timbullah penyesalan. Perasaan
itu menerbitkan ide untuk membuat suatu cara sebagai penebus kesalahan mereka
yang telah mereka lakukan. Karena oudipus maka dipujalah arwah bapaknya karena
khawatir akan pembalasan arwah ayahnya tersebut. Maka agama muncul dari ilusi
(hayalan) manusia.
Sigmud Freud bertambah keyakinan akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan
kebencian setiap agama terhadap dosa. Dan dilingkungannya yang beragama
Nasrani, Freud menyaksikan kata “bapak” dalam untaian doa mereka.
6.
William Mac Dougall, Sebagai salah seorang ahli
Psikologi instink, Ia berpendapat, bahwa memang instink khusus sebagai sumber
agama tidak ada. Ia berpendapat, sumber jiwa keagamaan adalah kumpulan
beberapa instink, dimana pada diri manusia terdapat 14 instink dan agama timbul
dari dorongan instink yang terintegrasi. Namun demikian teori instink agama ini
banyak mendapat bantahan dari para ahli psikologi agama. Alasannya, jika agama
merupakan instink, maka setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan terdorong
secara spontan kegereja, begitu mendengar lonceng gereja. Tetapi kenyataannya
tidak demikian.[1]
B.Teori Fakulty ( Faculty Theory )
A.
Pengertian
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak
bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur
antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah
1.Cipta
(Reason) merupakan fungsi intelektual
jiwa manusia. Ilmu kalam merupakan cerminan adanya pengaruh fungsi intelek ini.
Melalui cipta orang dapat menilai dan membandingkan dan selanjutnya memutuskan
sesuatu tindakan terhadap stimulan tertentu. Perasaan intelek ini dalam agama
merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat, terlebih-lebih dalam agama modern
peranan dan fungsi reason ini sangat menentukan. Dalam lembaga-lembaga
keagamaan yang menggunakan ajaran berdasarkan jalan pikiran yang sehat dalam
mewujudkan ajaran-ajaran yang masuk akal, fungsi berpikir sangat diutamakan.
2.Rasa
( Emotion ) suatu tenaga dalam jiwa
manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku
keagaan seseorang. Betapa pentingnya fungsi reason, namun jika digunakan secara
berlebih-lebihan akan menyebabkan ajaran agama itu akan dingin.
Untuk itu fungsi reason hanya pantas berperan dalam membentuk
pemikiran mengenai Super Power saja,
sedangkan untuk memberi makna dalam kehidupan beragama diperlukan penghayatan
yang seksama dan mendalam kehidupan sehingga ajaran tampak hidup.
3.Karsa
(Will) merupakan fungsi eksekutif
dalam jiwa manusia. Will berfungsi
mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin sebagai ajaran agama berdasarkan fungsi
kejiwaan. Mungkin pengalan keagamaan seseorang bersifat intelek ataupun emosi
namun jika adanya peranan will maka
agama tersebut belum tentu terwujud sesuai dengan kehendak reason dan emosi.
Masih diperlukan suatu tenaga pendorong agar ajaran keagamaan itu menjadi suatu
tindak keagamaan. Jika yang demikian terjadi misalnya orang berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan kehendaknya, maka dari itu fungsi willnya lemah. Jika tingkah laku keagamaan itu terwujud dalam
bentuk perwujudan yang sesuai dengan ajaran keagamaan dan selalu mengimbangi
tingkah laku, perbuatan kehidupannya sesuai dengan kehendak Tuhan maka funsi willnya kuat.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Cipta
(Reason) berperan untuk menentukan
benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek
seseorang.
2.
Rasa
(Emotion) menimbulkan sikap batin
yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.
3.
Karsa
(Will) menimbulkan amalan-amalan atau
praktek keagamaan yang benar dan logis.[2]
Diantara Pemuka Teori Fakulti antara lain :
1.
G.M. Straton, yang mengemukakan “teori konflik”,
yang menyatakan bahwa keberadaan konflik dalam jiwa manusia menjadi sumber
kejiwaan agama. Keadaan yang berlawanan seperti : Baik-buruk, benar-salah,
bermoral-tak bermoral, kepasifan-keaktifan,rasa rendah diri, dan rasa harga
diri menimbulkan pertentangan dalam diri manusia. Dikotomi termasuk dapat
menimbulkan rasa agama dalam diri manusia. Adanya dikotomi merupakan menyataan
dalam kehidupan jiwa manusia. Konflik, selain dapat membawa kemunduran, juga
dalam kehidupan sehari-hari dapat membawa kearah kemajuan.
Jika konflik itu sudah
demikian mencekam dan mempengaruhi kejiwaan seseorang, maka manusia akan
mencari pertolongan kepada suatu kekuasaan tertinggi, yaitu Tuhan. Konflik
kejiwaan itu menurut Sigmund Freud adalah :
a. Life-urge, keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari awal
sampai akhir.
b. Death-urge, keinginan untuk kembali pada keadaan semula sebagai benda mati.
W.H. Clark berpendapat
bhw ekspresi pertentangan antara death-urge dan life-urge
merupakan sumber kejiwaan agama dalam diri manusia. Life-urge
secara positif mendorong pemeluk agama untuk mengamalkan agamanya dengan penuh
keihlasan dalam hidupnya &death-urge mendorong ketakutan akan hari
akherat. Didunia manusia menjunjung budi luhur agar disenangi Tuhan shgg
diharapkan bisa beumur panjang (life-urge) dan mendapat tempat yang wajar
disisi Tuhan ketika meninggal kelak (death-urge). Life-urge membawa penganut
agama kearah pandangan yang positif dan liberal, death-urge membawa kearah
sikap pasif & konservatif (jumud).
1.
Zakiah Daradjat, yang menyatakan bahwa pada diri
manusia terdapat kebutuhan pokok (selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani), yakni kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwa, adapun
unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
a.
Kebutuhan akan rasa kasih sayang, yang dalam bentuk
nigatifnya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Jika kebutuhan tersebut
tak terpenuhi, hal itu akan menimbulkan gejala psikosomatis.
b.
Kebutuhan akan rasa aman, merupakan kebutuhan yang mendorong
manusia untuk memperoleh perlindungan. Kehilangan rasa aman akan mengakibatkan
ke hal yang negatife. Kenyataan dalam kehidupan kecenderungan manusia mencari
perlindungan dari kemungkinan gangguan terhadap dirinya.
c.
Kebutuhan akan rasa harga diri adalah kebutuhan yang
bersifat individual yang, mendorong manusia agar dihormati dan diakui orang
lain. Dalam kenyataan terlihat kehilangan rasa harga diri ini akan
mengakibatkan tekanan batin.
d.
Kebutuhan akan rasa bebas adalah kebutuhan yang
menyebabkan seorang bertindak secara bebas untuk mencapai kondisi dan situasi
rasa lega. Kebebasan dapat berbentuk tindakan ataupun pernyataan kebebasan
untuk menyatakan keinginan sesuai dengan pertimbangan batinnya, misalnya
melakkan dan menyatakan sesuatu.
e.
Kebutuhan akan rasa sukses merupakan kebutuhan manusia
yang menyebabkan ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk
penghargaan terhadap hasil karyanya. Jika kebutuhan akan sukses ini ditekan,
seseorang yang mengalami hal tersebut akan kehilangan harga dirinya.
f.
Kebutuhan akan rasa ingin tahu adalah kebutuhan yang
menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika kebutuhan ini
diabaikan akan mengakibatkan tekanan batin.
Menurut Dr. Zakiah
Daradjat, gabungan keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang
memerlukan agama. Melalui agama, kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan.
Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik, kebutuhan akan rasa kasih saying,
rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses, dan rasa ingin tahu akan
terpenuhi.
2.
W.H. Thomas, mengemukakan bhw sumber kejiwaan agama itu ada 4 (empat) keinginan dasar
yang ada pada jiwa manusia, yaitu :
a.
Keinginan untuk keselamatan (security).
Keinginan ini tampak jelas
dalam kenyataan manusia untuk memperoleh perlindungan atau penyelamatan
dirinya, baik berbentuk biologis maupun nonbiologis. Misalnya mencari makan,
perlindungan diri, dan sebagainya.
b.
Keinginan untuk mendapatkan penghargaan (recognation).
Keinginan ini merupakan
dorongan yang menyebabkan manusia mendambakan adanya rasa ingin dihargai dan
dikenali orang lain. Ia mendambakan dirinya untuk selalu menjadi orang
terhormat dan dihormati.
c.
Keinginan untuk ditanggapi (response).
Keinginan ini menimbulkan
rasa ingin mencinta dan dicintai dalam pergaulan.
d.
Keinginan akan pengetahuan dan pengalaman baru (new
experience).
Keinginan ini
menyebabkan manusia mengeksplorasi dirinya untuk mengenal sekelilingnya dan
mengembangkan dirinya. Manusia, pada dasarnya, selalu cepat bosan dan jenuh
terhadap sesuatu dan hal-hal yang monoton di sekelilingnya. Mereka selalu ingin
mencari dan mengetahui sesuatu yang tak tampak dan berada di luar dirinya.
Didasarkan atas keempat
keinginan dasar itulah, pada umumnya manusia menganut agama menurut W.H Thomas.
Melalui ajaran agama yang teratur, maka keempat keinginan dasar itu akan
tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdi diri kepada Tuhan, keinginan untuk
keselamatan akan terpenuhi.
Pengabdian menimbulkan
perasaan mencintai dan dicintai. Demikian pula, keinginan untuk mendapat
penghargaan maka ajaran agama mengindoktrinasikan konsep keberadaan balasan
bagi setiap amal baik dan buruk. Agama juga memberi penghargaan kepada
penganutnya yang setia dan ikhlas melebihi penganut awam lainnya (ingat kaum
ulama, pendeta ataupun pimpinan lainnya). Karisma para pemimpin keagamaan
merupakan ganjaran batin (remuneration) dalam kehidupan seorang penganut
agama yang mereka dambakan berdasarkan keinginan untuk dihargai (recognition).
Selanjutnya, penelitian dan penelaahan ajaran-ajaran keagamaan dapat
menyalurkan kebutuhan manusia akan keinginan terhadap pengalaman dan
pengetahuan yang baru (ingat para mujaddid dan reformer dalam
bidang keagamaan).[3]
C.Teori
Fitrah
Pada
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah adalah bersifat suci, namun
kesucian tersebut perlu dijaga dan dikembangkan melalui pola pengasuhan,
pembinaan, pendidikan dan pergaulan yang baik.
Para
ahli memiliki beberapa pengertian fitrah antara lain:
1. Fitrah berarti suci
Artinya ketika seorang bayi lahir kedunia dalam keadaan suci, tanpa dosa.
Tidak ada dosa warisan orang tuanya. Baru kemudian dalam mengarungi kehidupan
orang tersebut terkena kotoran noda dosa.
2. Fitrah berarti bertauhid
Artinya sejak lahir manusia telah membawa bersifat-sifat percaya kepada
Tuhan. Jadi sudah naluri bila manusia menolak adanya atheism atau pholitesme.
3. Fitrah dalam arti ikhlas
Ketika lahir, manusia dibekali sifat-sifat Tuhan. Salah satu sifat tersebut
adalah ikhlas. Jadi ikhlas tersebut merupakan fitrah manusia.
4. Fitrah dalam arti insting
Ibn Taimiyah membagi fitrah dalam dua bagian:
a. Fitrah al-Munazalah
Yaitu fitrah luar yang masuk kedalam manusia. Fitrah ini berupa al-qur’an
dan sunnah.
b. Fitrah al-Gharizah
Yaitu fitrah yang dalam diri manusia untuk mengembangkan potensi manusia.
5. Fitrah dalam arti tabiat
Menurut al-Ghazaly fitrah sebagai sifat dasar yang diperoleh manusia sejak
lahir yang terdiri dari:
a. Beriman kepada Allah
b. Menerima pendidikan dan pengajaran
c. Mencari kebenaran
d. Dorongan syahwat, ghodob dan insting.
Banyak pengertian tentang fitrah, dilihat dari
berbagai sudut dan pandangan akan mempunyai makna dan pengertian yang berbeda,
tapi pada dasarnya dapat kita simpulkan tentang makna fitrah adalah potensi dasaar
manusia yang bersifat suci, namun kesucian tersebut perlu dijaga dan
dikembangkan melalui pola pengasuhan, pembinaan, pendidikan dan pergaulan yang
baik.[4]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori Monistik
Teori ini berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah
satu sumber kejiwaan. Selanjutnya, sumber tunggal manakah yang dimaksut paling
dominan sebagai sumber kejiwaan itu.
2. Teori Fakulty
Teori ini
berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor
yang tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur antara lain yang dianggap
memegang peranan penting adalah :
a.
Cipta (Reason)
berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan
intelek seseorang.
b.
Rasa
(Emotion) menimbulkan sikap batin
yang seimbang dan positif dalam
menghayati kebenaran ajaran agama.
c.
Karsa
(Will) menimbulkan amalan-amalan atau
praktek keagamaan yang benar dan logis.
3. Pada manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah adalah bersifat suci,
namun kesucian tersebut perlu dijaga dan dikembangkan melalui pola pengasuhan,
pembinaan, pendidikan dan pergaulan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Badarudin
dan M. Maulana. Psikologi Agama dalam Perpektif
Agama Islam: UIN-Malang.
Arifin Syamsul Bambang . 2008. Psikologi Agama.
Bandung: Pustaka Setia.
Jalaludin. 2012. Psikologi Agama. Jakarta:
Rajawali Pers.
M. Ramayulis. 2002. Psikologi Agama .
Jakarta: Radar Jaya.
Komentar
Posting Komentar