TPE-TIPE KEPEMMPINAN PENDIDIKAN
TUGAS TERSTRUKTUR
|
|
DOSEN PENGAMPU
|
Administrasi
Manajemen Pendidikan
|
|
Abdul Khalik
M, Pd,I
|
KEPEMMPINAN
PENDIDIKAN
Oleh:
Annisa [1501211453]
Hafizaturrahmi [1501210267]
Afif Anshori [1501211444]
Rahmani [1501211453]
Yusron Prayogi [1501211462]
Institut Agama Islam Negeri Antasari
Banjarmasin
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2016
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan
lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah
& memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah
manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok
& lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang
relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
Kepemimpinan
merupakan integrasi seseorang terhadap bawahan, memberikan motivasi untuk
menggiatkan secara optimal sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam interaksinya, kepemimpinan yang berarti satu kemampuan dan proses
mempengaruhi, membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada
hubungannya dengan pengembangan ilmu, supaya kegiatan –kegiatan yang dilaksakan
dapat lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2.
Sebutkan
tipe-tipe kepemimpinan?
3.
Apa
saja syarat-syarat pemimpin pendidikan?
4.
Apa
saja tugas-tugas kepemimpinan pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan
2.
Untuk mengetahui apa saja tipe-tipe kepemimpinan
3.
Untuk
mengetahui apa saja syarat-syarat pemimpin pendidikan, dan
4.
Untuk
mengetahui apa saja tugas-tugas pemimpin pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga
tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan bersama (Soetopo dan Soemanto,
1988 : 1). Menurut K. Hoy dan Miskel yang disadur oleh Sutaryadi (1993 : 77)
mendefinisikan, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan kelompok yang
diorganisasi kearah pencapaian tujuan. Kepemimpinan adalah menciptakan suatu
struktur atau prosedur baru untuk mencapai atau mengubah tujuan organisasi.
Kepemimpinan dalam organisasi meliputi penggunaan otoritas dan pembuatan
keputusan.
Sedangkan
Mardjiin Syam (1966 :11) mendefinisikan kepemimpinan adalah keseruhan tindakan
guna mempengaruhi serta menggiatkan orang, dalam usaha bersama untuk mencapai
tujuan, atau dengan definisi yang lebih lengkap dapat dikatakan bahwa
kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang terorganisasi dalam organisasi
formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi
kepemimpinan merupakan integrasi seseorang terhadap bawahan, memberikan
motivasi untuk menggiatkan secara optimal sehingga tercapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam interaksinya dengan pendidikan, maka muncul pengertian baru
yaitu, kepemimpinan pendidikan yang berarti satu kemampuan dan proses
mempengaruhi, membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada
hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan
–kegiatan yang dilaksakan dapat lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan
pendidikan dan pengajaran.[1]
B.
Tipe-Tipe Kepemimpinan
Tipe
kepemimpinan pendidikan lebih terlihat pada pola-pola yang dikembangkan dalam
berbagai kebijakan yang ditempuhnya dalam menjalankan kepemimpinan. Berbagai
tipe kepemimpinan tersebut terimplementsi dalam melakukan berbagai kebijakan
pendidikan, yang meliputi pengadaan pembinaan terhadap semua personal
kehidupan, pelaksanaan program-program pendidikan, serta berbagai bentuk realisasi pendidikan itu
sendiri.
Perilaku
merupakan sebuah contoh yang sangat mudah untuk diikuti dan akan lebih efektif
daripada memberikan penanaman motivasi yang hanya berupa nasehat tanpa ada
tindakan nyata. Pemimpin pendidikan adalah sebagai motor penggerak terhadap
laju peningkatan sarana-prasana pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan,
dituntut dengan beberapa cara untuk dapat memberikan dorongan dan motivasi
terhadap program yang akan dilaksanakan.
Motivasi
yang dibangkitkan oleh pemimpin pendidikan sebagai salah satu bagian dalam
usaha memobilisasi personel pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Mobilisasi akan berjalan lebih efektif apabila telah muncul kesadaran bagi
semua warga pendidikan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan. Upaya memotivasi
harus disertai dengan gerakan mobilisasi personel pendidikan.
Mobilisasi
personel pendidikan akan berjalan lebih baik jika terjadi kesadaran pada setiap
personel pendidikan. Dengan demikian, kesadaran personel pendidikan akan
tercermin pada semua pandangan personel pendidikan dalam setiap sikap yang
ditempuh oleh pemimpin pendidikan.Sikap dan perilaku seorang pemimpin merupakan
suatu keharusan yang perlu ditunjukkan oleh seorang pemimpin pendidikan sebagai
top figur dalam institusi pendidikan. [2]
Karena
penyesuaian-penyesuaian tertentu memang merupakan kenyataan kehidupan
manajerial seseorang yang menduduki jabatan pemimpin, maka logis apabila dikenali
terlebih dahulu tipe-tipe pemimpin. Meskipun belum mendapatkan kesepakatan
bulat tentang tipelogi kepemimpinan yang secara luas. Lima tipe kepemimpinan
yang diakui keberadaannya ialah:
1)
Tipe Otokratik
Dilihat
dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin
yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar mendorongnya memutarbalikkan
kenyataan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif
diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Misalnya, dalam menginterpretasikan
disiplin para bawahan dalam organisasi. Seorang pemimipin yang otokratik akan
menerjemahkan disiplin kerja yang tinggi yang ditunjukan para bawahannya
sebagai perwujudan kesetiaan parabawahan itu kepadanya, padahal sesungguhnya
disiplin kerja itu didasarkan kepada ketakutan, bukan kesetiaan. Egonya yang
sangat besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi
identik dengan tujuan pribadi dan oleh karena itu organisasi diperlakukannya
sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi tersebut.
Dengan
egoisme yang besar demikian, seorang pemimpin yang otokratik melihat
kepemimpinannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasi
tersebut. Seorang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai
organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk
mencapai suatu tujuan. Sesuatu tindakan akaan dinilainya benar apabila
mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan
dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan
disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan.
Berdasarkan
nilai-nilai demikia, seorang pemimpin yang otoriter akan menonjolkan beberapa
sikap yang menunjukkan “ke akuan-nya” antara lain dalam:
a.
Kecenderungan
memperlakukan bawahan sama dengan balat-alat lain dalam organisasi, seperti
mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
b.
Pengutamaan
orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
pelaksaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
c.
Mengabaikan
peranan bawahan dalam pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada
bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu
diharapkan bahkan diharuskan untuk melaksanakannya saja.
Dengan
persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian seorang pemimpin yang
otoratik dalam prakteknya akan menggunakan gaya kepemimpinan yang:
a.
Menuntut
ketaatan penuh dari para bawahannya.
b.
Bernada
keras dalam pemberian perintah atau intruksi.
c.
Dalam
menegakkan disiplin ia akan menunjukkan sikap kekakuan.
d.
Menggunakan
pendekatan punitif dalam terjadinya penyimpangan oleh bawahan.[3]
Secara
ringkas, kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan pada otoritas pemimpin
dengan mengesampingkan partisipasi dan daya kreatif para pengikut. Tipe
kepemimpinan yang seperti ini sangat mengesampingkan peran serta kemampuan
guru, siswa dan staf administrasi dalam setiap kebijakan yang ditempuhnya.
Tingginya tingkat otoritas tipe kepemimpinan pendidikan yang otokratik
menjadikan semua policy pendidikan didominasi oleh putusan pemimpin
pendidikan. Tipe pemimpin yang otokratik menganggap bahwa guru, murid dan staf
administrasi mempunyai kinerja yang rendah dan lebih cenderung statis.
2)
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin yang seperti ini
banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya di
masyarakat yang agraris. Popularitas pemimpin yang seperti ini mungkin sekali
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a.
Kuatnya
ikatan primordial.
b.
“extented
family system”.
c.
Kehidupan
masyarakat yang komunalistik.
d.
Peranan
adat istiadat yang sangat besar dalam bermasyarakat.
e.
Masih
dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara anggota masyarakat dengan
anggota masyarakat lainnya.
Salah
satu ciri utama dari masyarakat yang tradisional ialah rasa hormat yang tinggi
yang ditunjukan oleh anggota masyarakat kepada orang yang lebih tua atau orang
yang dituakan, biasanya orang-orang yang dituakan terdiri dari tokoh-tokoh
adat, para ulama dan para guru.
Para
bawahan biasanya mengharapkaan seoraang pemimpin yang paternalistik mempunyai
sifat tidaak mementingkan diri sendiri melainkan memberikan perhatian kepada
kepentingan dan kesejahteraan para bawahannya. Akan tetapi sebaliknya,
seorangpemimpin yang paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran dan kedaannya
dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain, legitimasi
kepemimpinannya dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi
organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa
harus berkonsultasi dengan para bawahannya. Singkatnaya, leegimitasi
kepemimpinannya berarti menerima atas peranannya yang dominan dalam
organisasional.
Ditinjau
dari nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang
paternalistik itu mengutamakan kebersamaan. Nilai seperti demikian biasanya
terungkap dalam kata-kata seperti “Seluruh anggota organisasi adalah satu
keluarga besar” dan pernyataan-pernyataan lainnya yang sejenis. Berdasarkan
nilai kebersamaan itu, dalam sebuah organisasi yang dipimpin oleh pemimpin yang
paternalistik kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam juga saangat
menonjol. Artinya pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua
orang dengan perlakuan yang sama.
Ada
pandangan yang mengatakan bahwa pemimpin yang paternalistik itu memandang bahwa para bawahannya itu belum
dewasa dalam cara bertindak dan berpikir sehingga memerlukan bimbingan dan
tuntunan terus-menerus. Bukan hanya itu saja, tidak jarang terjadi bahwa akibat
dari adanya pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa, seorang pemimpin
yang paternalistik ini dapat bersikap terlalu melindungi para bawahan yang
akhirnya mengakibatkan para bawahan takut untuk bertindak karena takut berbuat
kesalahan.[4]
3)
Tipe kharismatik
Seorang
pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak
pengikutnya meskipun para pengikut tersebut tidak dapat menjelaskan secara
konkret kenapa pemimpin tersebut dikagumi. Penampilan fisik bukanlah ukuran
yang menyebabkan pemimpin itu dipandang kharismatik karena ada seseorang yang
dipandang kharismatik namun tidak mempunyai atau kurang mempunyai daya tarik.
Usiapun tidak dapat dijadikan ukuran, sejarah telah membuktikan bahwa orang
yang relatif muda pun mendapat julukan
pemimpin yang tergolong kharismatik.
Harta pun tidak juga bisa menjadi ukuran kekharismatikan seorang pemimpin.
Para
pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidaklah mempersoalkan nilai-nilai
yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang
diikutinya itu. Bisa saja pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya yang
otokrital ataupun gaya diktatorial, para pengikutnya itu tetap saja setia
padanya, dan mungkin pula pemimpin yang kharismatik menggunakan tipe
paternalistik, tetap saja ia tidak kehilangan daya pikatnya. Daya tariknya pun
tetap besar bila ia menggunakan gaya yang demokratik atau partisipaatif.[5]
4)
Tipe Laissez Paire
Dapat dikatakan bahwa persepsi pemimpin yang
seperti ini melihat peranannya sebagai “polisi lalu lintas”. Dengan anggapan
bahwa para bawahan sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada
permainan yang berlaku, seorang pemimpin laissez paire ini cenderung memiliki
peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri
tanpa harus banyak mencampuri bagaimana jalannya organisasi tersebut.
Pemimpin
tipe laissez paire ini dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya
biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa
solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetian kepada sesama dan
kepada organisasi, taat kepada peraturan yang telah disepakati bersama,
mempunyai rasa tanggung jawab yang besar kepada tugas yang harus diembannya.
Sikap
seorang pemimpin yang laissez paire dalam memimpin organisasi dan bawahannya
biasanya dalah sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi
boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan isikan hati nuraninya asal
saja kepeentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai.
Kepentingan dan kebutuhan para bawahan itu mendapat perhatian yang besar karena
dengan terpeliharanya kepentingan dan terpuaskannya berbagai kebutuhan para
bawahan itu, maka mereka dengan sendirinya akan berperilaku positif dalam
kehidupan organisasionalnya.
Adapun
nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin yang laissez paire dalam
menjalankan fungsi kepemimpinan pada umumnya berpandangan bahwa:
a.
Manusia
pada dasarnya memiliki rasa solidaritas yang dalam kehidupan bersama;
b.
Manusia
mempunyai kesetian kepada sesama dan kepada organisasi;
c.
Patuh
kepada norma-norma dan peraturan yang telah menjadi komitmen bersama; dan
d.
Mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang telah menjadi tanggungannya.
Dengan sikap yang permisif, perilaku
seorang pemimpin yang laissez paire ini cenderung mengarah kepada tindak-tanduk
yang memperlakuakn bawahan sebagai rekan kerja, hanya saja kehadirannya sebagai
pemimpin diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi.
Setelah mencoba untuk
mengidentifikasikan tipe seorang pemimpin yang laissez paire ditinjau dari
kriteria persepsi, nilai, sikap dan perilaku diatas, dapat diketahui bahwa gaya
kepemimpinan yang laissez faire memiliki ciri sebagai berikut:
a.
Pendelegasian
wewenang terjadi secara ekstensif.
b.
Pengambilan
keputusan diserahkan kepaada pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para
petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang menghaaruskan
keterlibatannya secara langsung.
c.
Status
quo organisasional tidak terganggu.
d.
Penumbuhan
dan perkembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang inofatif dan kreatif
diserahkan kepaada para anggota organisasi yang bersangkutan tersendiri.
e.
Selama
para anggota organisasi menunjukan perilaku dan prestasi kerja yang memadai,
intervensi pimpinan dalaam perjalan organisasi berada pada tingkat yang
minimum.[6]
Berdasarkan
pengertian-pengrtian di atas, pemimpin pendidikan yang bertipe laissez faaire
akan memberikan kebebasan yang sangat longgar terhadap guru, murid dan staf
organisasi dalam menjalankan tugas serta mereka dilibatkan dalam beberapa
pengambilan keputusan. Namun, yang menjadikan dampak negatif, adalah intervasi
yang terlalu longgar dari seorang pemimpin akan mengakibatkan organisasi tanpa
arah dan otoritas kepemimpinan menjadi berkurang.
5)
Tipe Demokratik/ Parstisipatif
Tipe
kepemimpinan yang demokratik/ partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada usaha seorang pemimpin dalam melibatkan partisipasi para
pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan. Dampak positif yang ditimbulkan dari tipe seperti ini ialah bahwa
para pengikutnya memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap
pencapaian tujuan organisasi karena keterlibatannya dalam pengambilan
keputusan. Dengan demikian, pemimpin yang seperti ini akan merasa diuntungkan
dalam menjalankan semua rencana (planning) yang telah ditetapkan. Hal ini
dikarenakan kinerja yang ditopang pengikutnya.[7]
Studi
kepemimpinan demokratik lebih mendasarkan pada prosedur pengambilan keputusan
bersama. Adapun prosedur pengambilan keputusan menurut Vroom dan Yetton
(Yuk,1998:133) serta menurut Griffin dan Moorhead (199:367) adalah sebagai
berikut:
1.
Keputusan
otokratik, seorang menejer mengabil keputusan sendiri tanpa melibatkan opini
atau pendapat orang lain;
2.
Konsultasi,
manajer menanyakan opini orang lain, kemudian memutuskan sendiri setelah mempertimbangkan opini-opini lain;
3.
Keputusan
bersama, manajer mendiskusikan dengan para pengikutnya dan mengambil keputusan
bersama-sama; dan
4.
Pendelegasian,
manajer memberi wewenang kepada individu atau kelempok, kekuasaan serta
tanggung jawab untuk membuat keputusan.[8]
Baik
dikalangan ilmuan maupun dikalangan praktisi terdapat kesepakatan bahwa tipe
pemimpin yang paling ideal dan yang paling didambakan adalah tipe pemimpin yang
demokratik. Memang umum diakui bahwa pemimpin yang demokratik tidak selalu
merupakan pemimpin yang paling efektif dalam kehidupan organisasi karena ada
kalanya, dalam hal bertindak dan mengambil keputusan, bisa terjadi
keterlambatan sebagai konsekuensinya keterlibatan para bawahan dalam
pengambilan keputusan tersebut.
Akan
tetapi dengan berbagai kelemahannya, pemimpin yang demokratik tetap dipandang
sebagai pemimpin yang terbaik, karena kelebihan-kelebihannya dapat mengalahkan
kekurangan-kekurangannya. Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan disegani
bukan ditakuti, karena perilakunya dalam kehidupan organisasional mendorong
para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya.
Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik dari
orang lain, terutama dari para bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang
demokratik tidak akan takut membiarkan para bawahannya berprakarsa, meskipun
ada kemungkinan berprakarsa itu akan berakibat pada kesalahan. Jika terjadi
kesalahan, pemimpin yang demokratik akan berada disisi bawahan yang berbuat
kesalahan tetsebut bukan untuk menghukumnya melainkan meluruskannya sedemikian
rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan
demikian ia akan menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab.
Satu
lagi karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat pisitif
ialah dengan cepat ia menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang
berprestasi tinggi. Penghargaan tersebut seperti kata-kata pujian, tepukan pada
bahu bahan itu, mengeluarkan piagam penghargaan, kenaikan pangkat atau bahkan
juga promosi jika keadaan memungkinkan. seorang pemimpin yang demokratik akan
sangat bangga bila para bawahannya menunjukkan kemampuan kerja yang bahkan
lebih baik dari kemampuannya sendiri. [9]
Berangkat
dari berbagai konsep tipe kepemimpinan yang demokratik, maka tipe pamimpin yang
demokratik adalam pemimpin pendidikan yang lebih melibatkan partisipasi guru,
siswa, dan staf administrasi dalam setiap pengambilan keputusan, baik aturan
pendidikan maupun aturan-aturan yang lain. Dengan melibatkan semua unsur
pendidikan dalam setiap pengambilan keputusan, maka keputusan yang diambil akan
melibatkan semua unsur sehingga akan memudahkan semua personel pendidikan untuk
menjalankannya. Adapun pola pengambilan
keputusan yang dapat diambil oleh pemimpin pendidikan dapat ditempuh dengan
cara; konsultasi, keputusan bersama, ataupun pendelegasian, sehingga peran
pendidikan dalan tipe ini adalah lebih bertindak sebagai menejer.[10]
C.
Syarat-syarat
Pemimpin Pendidikan
Untuk memangku jabatan pemimpin pendidikan yang
dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan peranannya sebagai pemimpin
yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani dan
moralitas yang baik, bahkan persyaratan sosial ekonomis yang layak. Akan tetapi
pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah persyaratan-persyaratan
kepribadian dari seorang pemimpin yang baik. Persyaratan-persyaratan tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Rendah hati dan sederhana
2.
Bersifat suka menolong
3.
Sabar dan memiliki kestabilan emosi
4.
Percaya kepada diri sendiri
5.
Jujur, adil dan dapat dipercaya
6.
Keahlian
dalam jabatan
D.
Tugas-tugas Pemimpin Pendidikan
1)
Kepemimpinan Pendidikan Sebagai Manajer
Fungsi
kepemimpinan pendidikan sebagai manajer menurut Wahjo Sumidjo adalah menduduki
fungsi-fungsi manajemen. Fungsi pemimpin pendidikan sebagai manajer identik
dengan keharusan menjalankan berbagai fungsi yang ada pada manajemen. Manajer
sudah pasti melakukan berbagai aktivitas, sedangkan aktivitas kerja manajer sering
dikatagorikan menjadi fungsi-fungsi manajemen. Kepala sekolah berperan
melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Adapun
fungsi manajemen yang harus dilakukan oleh seorang manajer menurut Rue, Byars
(2000:6) dan Henry Fayol (Hani Handoko, 2001:21) meliputi lima aspek yaitu:
1.
Planning (perencanaan) meliputi: Pemilihan atau penetapan tujuanorganisasi,
penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Perencanaan mencakup aspek-aspek:
a.
Kemampuan
menetukan tujuan oerganisasi;
b.
Kemampuan
merumuskan program pendidikan;
c.
Kemampuan
menyusun strategi pembangunan; dan
d.
Kemampuan
menetukan standarisasi pencapaian tujuan.
2.
Organizing (pengorganisasian), antara lain: Penentuan sumber daya dan
kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, perencanaan
dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok yang akan dapat membawa hal-hal
tersebut ke arah tujuan, penugasan dan
tanggung jawab tertentu, pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu
untuk melaksanakan tugasnya.
Organizing (pengorganisasian) mencakup aspek-aspek:
a.
Kemampuan
menghimpun dan mengkordinasi SDM;
b.
Kemampuan
menghimpun dan mengkordinasi sumber-sumber material pendidikan;
c.
Kemampuan
menentukan sumber daya yang dibutuhkan pendidikan;
d.
Kemampuan
menentukan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan;
e.
Kemampuan
mengembangkan institusi pendidikan; dan
f.
Kemampuan
memberikan tugas dan tanggung jawab kepada guru dan staf administrasi.
3.
Staffing (penyusunan personalia), adalah latihan pengembangan , serta
penempatan dan pemberian orientasi para karyawan yang menguntungkan da
produktif. Staffing (penyusunan personalia) mencakup aspek-aspek kemampuan
penentuan kebutuhan SDM
a.
Kemampuan
mengadakan rekrutmen;
b.
Kemampuan
mengadakan seleksi bagi penerimaan guru dan karyawan;
c.
Kemampuan
mengadakan pelatihan dan pengembangan SDM; dan
d.
Kemampuan
mengadakan orientasi pada guru dan staf administrasi.
4.
Leading (pengarahan), berfungsi
untuk membuat atau mendapatkan para karyawan dapat melakukan apa yang
diinginkan dan apa yang harus mereka lakukan, dan merupakan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa
rencana akan dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Pengarahan
mencakup aspek-aspek:
a.
Kemampuan
menyusun job describtion;
b.
Kemampuan
untuk menempatkan para pengikut pada SDM yang tepat;
c.
Kemampuan
untuk membangkitkan semangat kerja; dan
d.
Kemampuan
untuk memberikan arahan bagi para guru dan staaf administrasi.
5.
Controlling (pengawasan) mencakup pengukuran kinerja terhadap tujuan-tujuan
yang telah ditentukan, penentuan kasus-kasus penyimpangan dan pengambilan tindakan untuk perbaikan yang
diperlukan. Pengawasan pencakup aspek-aspek:
a.
Kemampuan
untuk menilai kinerja pengikut;
b.
Kemampuan
untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang menyimpang;
c.
Kemampuan
mengadakan strategi untuk mengadakan perubahan; dan
d.
Kemampuan
menyusun strategi untuk kontrol terhadap
proses pencapaian tujuan.
2)
Kepemimpinan Pendidikan Sebagai Leader
Keberhasilan
pemimpin pendidikan sebagai seorang leader mendasarkan kepada kuatnya
kepengikutan menjadi unsur utama keberhasilan seorang pemimpin. Kemampuan untuk
menggerakan personil pendidikan bekerjasama dalam pencapaian tujuan menjadi
penting. Kepala sekolah harus mampu memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan
sumberdaya sekolah secara optimal.
3)
Kepemimpinan Pendidikan Sebagai Edukator
Kepala sekolah berperan untuk merencanakan,
melaksanakan, menilai hasil pembelajaran,
membimbing dan melatih, meneliti dan mengabdi kepada
masyarakat, khususnya sebagai guru.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok
dengan sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan
bersama.
Tipe-tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ada lima tipe
yaitu :
1.
Tipe
Otokratik
2.
Tipe
Paternalistik
3.
Tipe
Kharismatik
4.
Tipe
Laissez faire, dan
5.
Tipe
Demokratik
Persyaratan-persyaratan pemimpin yang baik
adalah sebagai berikut:
1.
Rendah hati dan sederhana
2.
Bersifat suka menolong
3.
Sabar dan memiliki kestabilan emosi
4.
Percaya kepada diri sendiri
5.
Jujur, adil dan dapat dipercaya
6.
Keahlian
dalam jabatan
Tugas-tugas
pamimpin pendidikan ialah
1.
Sebagai
manajer
2.
Sebagai
leader
3.
Sebagai
edukator (pendidik)
Daftar Pustaka
Yaqin,
husnul. 2011, ADMINISTRASI DAN MENEJEMEN PENDIDIKAN, Banjarmasin:
Antasari Press
Rohmat.
2010, Kepemimpinan pendidikan, konsep dan aplikasi, Purwokerto: Stain
press
Siagan,
Sondang p. 1991, Teori dan praktek kepemimpinan, Jakarta: Rineka cipta
[1] Husnul Yaqin,
M.Ed. ADMINISTRASI DAN MENEJEMEN PENDIDIKAN (Banjarmasin: Antasari
Press, 2011), Cet. II hlm. 144-147
[2] Rohmat,
M,Ag.,M.pd. Kepemimpinan pendidikan, konsep dan aplikasi (Purwokerto: Stain
press, 2010) cet 1, hal 53.
[3] Prof. Dr.
Sondang p. Siagan, Teori Dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1991) cet 2, hal 31-33.
[4] Ibid, hal
33-36
[5] Ibid, hal
37-38
[6] Op,chit, hal
38-40
[7] Op,chit, hal
58.
[8] Op,chit, hal
[9] Op,chit, hal
40-44
[10] Op,chit, hal
61
Komentar
Posting Komentar