TPE-TIPE KEPEMMPINAN PENDIDIKAN


TUGAS TERSTRUKTUR

DOSEN PENGAMPU
Administrasi Manajemen Pendidikan


Abdul Khalik M, Pd,I

          KEPEMMPINAN PENDIDIKAN
Oleh:
Annisa                                    [1501211453]
Hafizaturrahmi                     [1501210267]
Afif Anshori                          [1501211444]
Rahmani                                [1501211453]
Yusron Prayogi                     [1501211462]
Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
Kepemimpinan merupakan integrasi seseorang terhadap bawahan, memberikan motivasi untuk menggiatkan secara optimal sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam interaksinya, kepemimpinan yang berarti satu kemampuan dan proses mempengaruhi, membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu, supaya kegiatan –kegiatan yang dilaksakan dapat lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2.      Sebutkan tipe-tipe kepemimpinan?
3.      Apa saja syarat-syarat pemimpin pendidikan?
4.      Apa saja tugas-tugas kepemimpinan pendidikan?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan
2.      Untuk  mengetahui apa saja tipe-tipe kepemimpinan
3.      Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat pemimpin pendidikan, dan
4.      Untuk mengetahui apa saja tugas-tugas pemimpin pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan bersama (Soetopo dan Soemanto, 1988 : 1). Menurut K. Hoy dan Miskel yang disadur oleh Sutaryadi (1993 : 77) mendefinisikan, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan. Kepemimpinan adalah menciptakan suatu struktur atau prosedur baru untuk mencapai atau mengubah tujuan organisasi. Kepemimpinan dalam organisasi meliputi penggunaan otoritas dan pembuatan keputusan.
Sedangkan Mardjiin Syam (1966 :11) mendefinisikan kepemimpinan adalah keseruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang, dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan, atau dengan definisi yang lebih lengkap dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang terorganisasi dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi kepemimpinan merupakan integrasi seseorang terhadap bawahan, memberikan motivasi untuk menggiatkan secara optimal sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam interaksinya dengan pendidikan, maka muncul pengertian baru yaitu, kepemimpinan pendidikan yang berarti satu kemampuan dan proses mempengaruhi, membimbing, mengkoordinir dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan –kegiatan yang dilaksakan dapat lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.[1]

B.     Tipe-Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan pendidikan lebih terlihat pada pola-pola yang dikembangkan dalam berbagai kebijakan yang ditempuhnya dalam menjalankan kepemimpinan. Berbagai tipe kepemimpinan tersebut terimplementsi dalam melakukan berbagai kebijakan pendidikan, yang meliputi pengadaan pembinaan terhadap semua personal kehidupan, pelaksanaan program-program pendidikan,  serta berbagai bentuk realisasi pendidikan itu sendiri.
Perilaku merupakan sebuah contoh yang sangat mudah untuk diikuti dan akan lebih efektif daripada memberikan penanaman motivasi yang hanya berupa nasehat tanpa ada tindakan nyata. Pemimpin pendidikan adalah sebagai motor penggerak terhadap laju peningkatan sarana-prasana pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, dituntut dengan beberapa cara untuk dapat memberikan dorongan dan motivasi terhadap program yang akan dilaksanakan.
Motivasi yang dibangkitkan oleh pemimpin pendidikan sebagai salah satu bagian dalam usaha memobilisasi personel pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Mobilisasi akan berjalan lebih efektif apabila telah muncul kesadaran bagi semua warga pendidikan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan. Upaya memotivasi harus disertai dengan gerakan mobilisasi personel pendidikan.
Mobilisasi personel pendidikan akan berjalan lebih baik jika terjadi kesadaran pada setiap personel pendidikan. Dengan demikian, kesadaran personel pendidikan akan tercermin pada semua pandangan personel pendidikan dalam setiap sikap yang ditempuh oleh pemimpin pendidikan.Sikap dan perilaku seorang pemimpin merupakan suatu keharusan yang perlu ditunjukkan oleh seorang pemimpin pendidikan sebagai top figur dalam institusi pendidikan. [2]
Karena penyesuaian-penyesuaian tertentu memang merupakan kenyataan kehidupan manajerial seseorang yang menduduki jabatan pemimpin, maka logis apabila dikenali terlebih dahulu tipe-tipe pemimpin. Meskipun belum mendapatkan kesepakatan bulat tentang tipelogi kepemimpinan yang secara luas. Lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ialah:
1)      Tipe Otokratik
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Misalnya, dalam menginterpretasikan disiplin para bawahan dalam organisasi. Seorang pemimipin yang otokratik akan menerjemahkan disiplin kerja yang tinggi yang ditunjukan para bawahannya sebagai perwujudan kesetiaan parabawahan itu kepadanya, padahal sesungguhnya disiplin kerja itu didasarkan kepada ketakutan, bukan kesetiaan. Egonya yang sangat besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi dan oleh karena itu organisasi diperlakukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi tersebut.
Dengan egoisme yang besar demikian, seorang pemimpin yang otokratik melihat kepemimpinannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasi tersebut. Seorang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sesuatu tindakan akaan dinilainya benar apabila mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan.
Berdasarkan nilai-nilai demikia, seorang pemimpin yang otoriter akan menonjolkan beberapa sikap yang menunjukkan “ke akuan-nya” antara lain dalam:
a.       Kecenderungan memperlakukan bawahan sama dengan balat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
b.      Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
c.       Mengabaikan peranan bawahan dalam pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan diharuskan untuk melaksanakannya saja.
Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian seorang pemimpin yang otoratik dalam prakteknya akan menggunakan gaya kepemimpinan yang:
a.     Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
b.    Bernada keras dalam pemberian perintah atau intruksi.
c.     Dalam menegakkan disiplin ia akan menunjukkan sikap kekakuan.
d.    Menggunakan pendekatan punitif dalam terjadinya penyimpangan oleh bawahan.[3]
Secara ringkas, kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan pada otoritas pemimpin dengan mengesampingkan partisipasi dan daya kreatif para pengikut. Tipe kepemimpinan yang seperti ini sangat mengesampingkan peran serta kemampuan guru, siswa dan staf administrasi dalam setiap kebijakan yang ditempuhnya. Tingginya tingkat otoritas tipe kepemimpinan pendidikan yang otokratik menjadikan semua policy pendidikan didominasi oleh putusan pemimpin pendidikan. Tipe pemimpin yang otokratik menganggap bahwa guru, murid dan staf administrasi mempunyai kinerja yang rendah dan lebih cenderung statis.
2)      Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin yang seperti ini banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Popularitas pemimpin yang seperti ini mungkin sekali disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a.       Kuatnya ikatan primordial.
b.      “extented family system”.
c.       Kehidupan masyarakat yang komunalistik.
d.      Peranan adat istiadat yang sangat besar dalam bermasyarakat.
e.       Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Salah satu ciri utama dari masyarakat yang tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditunjukan oleh anggota masyarakat kepada orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, biasanya orang-orang yang dituakan terdiri dari tokoh-tokoh adat, para ulama dan para guru.
Para bawahan biasanya mengharapkaan seoraang pemimpin yang paternalistik mempunyai sifat tidaak mementingkan diri sendiri melainkan memberikan perhatian kepada kepentingan dan kesejahteraan para bawahannya. Akan tetapi sebaliknya, seorangpemimpin yang paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran dan kedaannya dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain, legitimasi kepemimpinannya dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para bawahannya. Singkatnaya, leegimitasi kepemimpinannya berarti menerima atas peranannya yang dominan dalam organisasional.
Ditinjau dari nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik itu mengutamakan kebersamaan. Nilai seperti demikian biasanya terungkap dalam kata-kata seperti “Seluruh anggota organisasi adalah satu keluarga besar” dan pernyataan-pernyataan lainnya yang sejenis. Berdasarkan nilai kebersamaan itu, dalam sebuah organisasi yang dipimpin oleh pemimpin yang paternalistik kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam juga saangat menonjol. Artinya pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua orang dengan perlakuan yang sama.
Ada pandangan yang mengatakan bahwa pemimpin yang paternalistik itu  memandang bahwa para bawahannya itu belum dewasa dalam cara bertindak dan berpikir sehingga memerlukan bimbingan dan tuntunan terus-menerus. Bukan hanya itu saja, tidak jarang terjadi bahwa akibat dari adanya pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa, seorang pemimpin yang paternalistik ini dapat bersikap terlalu melindungi para bawahan yang akhirnya mengakibatkan para bawahan takut untuk bertindak karena takut berbuat kesalahan.[4]
3)      Tipe kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikutnya meskipun para pengikut tersebut tidak dapat menjelaskan secara konkret kenapa pemimpin tersebut dikagumi. Penampilan fisik bukanlah ukuran yang menyebabkan pemimpin itu dipandang kharismatik karena ada seseorang yang dipandang kharismatik namun tidak mempunyai atau kurang mempunyai daya tarik. Usiapun tidak dapat dijadikan ukuran, sejarah telah membuktikan bahwa orang yang relatif muda pun  mendapat julukan pemimpin yang  tergolong kharismatik. Harta pun tidak juga bisa menjadi ukuran kekharismatikan seorang pemimpin.
Para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidaklah mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya yang otokrital ataupun gaya diktatorial, para pengikutnya itu tetap saja setia padanya, dan mungkin pula pemimpin yang kharismatik menggunakan tipe paternalistik, tetap saja ia tidak kehilangan daya pikatnya. Daya tariknya pun tetap besar bila ia menggunakan gaya yang demokratik atau partisipaatif.[5]
4)      Tipe Laissez Paire
 Dapat dikatakan bahwa persepsi pemimpin yang seperti ini melihat peranannya sebagai “polisi lalu lintas”. Dengan anggapan bahwa para bawahan sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada permainan yang berlaku, seorang pemimpin laissez paire ini cenderung memiliki peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa harus banyak mencampuri bagaimana jalannya organisasi tersebut.
Pemimpin tipe laissez paire ini dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetian kepada sesama dan kepada organisasi, taat kepada peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar kepada tugas yang harus diembannya.
Sikap seorang pemimpin yang laissez paire dalam memimpin organisasi dan bawahannya biasanya dalah sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan isikan hati nuraninya asal saja kepeentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai. Kepentingan dan kebutuhan para bawahan itu mendapat perhatian yang besar karena dengan terpeliharanya kepentingan dan terpuaskannya berbagai kebutuhan para bawahan itu, maka mereka dengan sendirinya akan berperilaku positif dalam kehidupan organisasionalnya.
Adapun nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin yang laissez paire dalam menjalankan fungsi kepemimpinan pada umumnya berpandangan bahwa:
a.       Manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas yang dalam kehidupan bersama;
b.      Manusia mempunyai kesetian kepada sesama dan kepada organisasi;
c.       Patuh kepada norma-norma dan peraturan yang telah menjadi komitmen bersama; dan
d.      Mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang telah menjadi tanggungannya.
Dengan sikap yang permisif, perilaku seorang pemimpin yang laissez paire ini cenderung mengarah kepada tindak-tanduk yang memperlakuakn bawahan sebagai rekan kerja, hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi.
Setelah mencoba untuk mengidentifikasikan tipe seorang pemimpin yang laissez paire ditinjau dari kriteria persepsi, nilai, sikap dan perilaku diatas, dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang laissez faire memiliki ciri sebagai berikut:
a.       Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.
b.      Pengambilan keputusan diserahkan kepaada pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang menghaaruskan keterlibatannya secara langsung.
c.       Status quo organisasional tidak terganggu.
d.      Penumbuhan dan perkembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang inofatif dan kreatif diserahkan kepaada para anggota organisasi yang bersangkutan tersendiri.
e.       Selama para anggota organisasi menunjukan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalaam perjalan organisasi berada pada tingkat yang minimum.[6]
Berdasarkan pengertian-pengrtian di atas, pemimpin pendidikan yang bertipe laissez faaire akan memberikan kebebasan yang sangat longgar terhadap guru, murid dan staf organisasi dalam menjalankan tugas serta mereka dilibatkan dalam beberapa pengambilan keputusan. Namun, yang menjadikan dampak negatif, adalah intervasi yang terlalu longgar dari seorang pemimpin akan mengakibatkan organisasi tanpa arah dan otoritas kepemimpinan menjadi berkurang.
5)      Tipe Demokratik/ Parstisipatif
Tipe kepemimpinan yang demokratik/ partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada usaha seorang pemimpin dalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan. Dampak positif yang  ditimbulkan dari tipe seperti ini ialah bahwa para pengikutnya memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap pencapaian tujuan organisasi karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, pemimpin yang seperti ini akan merasa diuntungkan dalam menjalankan semua rencana (planning) yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan kinerja yang ditopang pengikutnya.[7]
Studi kepemimpinan demokratik lebih mendasarkan pada prosedur pengambilan keputusan bersama. Adapun prosedur pengambilan keputusan menurut Vroom dan Yetton (Yuk,1998:133) serta menurut Griffin dan Moorhead (199:367) adalah sebagai berikut:
1.             Keputusan otokratik, seorang menejer mengabil keputusan sendiri tanpa melibatkan opini atau pendapat orang lain;
2.             Konsultasi, manajer menanyakan opini orang lain, kemudian memutuskan sendiri  setelah mempertimbangkan opini-opini lain;
3.             Keputusan bersama, manajer mendiskusikan dengan para pengikutnya dan mengambil keputusan bersama-sama; dan
4.             Pendelegasian, manajer memberi wewenang kepada individu atau kelempok, kekuasaan serta tanggung jawab untuk membuat keputusan.[8]
Baik dikalangan ilmuan maupun dikalangan praktisi terdapat kesepakatan bahwa tipe pemimpin yang paling ideal dan yang paling didambakan adalah tipe pemimpin yang demokratik. Memang umum diakui bahwa pemimpin yang demokratik tidak selalu merupakan pemimpin yang paling efektif dalam kehidupan organisasi karena ada kalanya, dalam hal bertindak dan mengambil keputusan, bisa terjadi keterlambatan sebagai konsekuensinya keterlibatan para bawahan dalam pengambilan keputusan tersebut.
Akan tetapi dengan berbagai kelemahannya, pemimpin yang demokratik tetap dipandang sebagai pemimpin yang terbaik, karena kelebihan-kelebihannya dapat mengalahkan kekurangan-kekurangannya. Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan disegani bukan ditakuti, karena perilakunya dalam kehidupan organisasional mendorong para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik dari orang lain, terutama dari para bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratik tidak akan takut membiarkan para bawahannya berprakarsa, meskipun ada kemungkinan berprakarsa itu akan berakibat pada kesalahan. Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang demokratik akan berada disisi bawahan yang berbuat kesalahan tetsebut bukan untuk menghukumnya melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan demikian ia akan menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab.
Satu lagi karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat pisitif ialah dengan cepat ia menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang berprestasi tinggi. Penghargaan tersebut seperti kata-kata pujian, tepukan pada bahu bahan itu, mengeluarkan piagam penghargaan, kenaikan pangkat atau bahkan juga promosi jika keadaan memungkinkan. seorang pemimpin yang demokratik akan sangat bangga bila para bawahannya menunjukkan kemampuan kerja yang bahkan lebih baik dari kemampuannya sendiri. [9]
Berangkat dari berbagai konsep tipe kepemimpinan yang demokratik, maka tipe pamimpin yang demokratik adalam pemimpin pendidikan yang lebih melibatkan partisipasi guru, siswa, dan staf administrasi dalam setiap pengambilan keputusan, baik aturan pendidikan maupun aturan-aturan yang lain. Dengan melibatkan semua unsur pendidikan dalam setiap pengambilan keputusan, maka keputusan yang diambil akan melibatkan semua unsur sehingga akan memudahkan semua personel pendidikan untuk menjalankannya.  Adapun pola pengambilan keputusan yang dapat diambil oleh pemimpin pendidikan dapat ditempuh dengan cara; konsultasi, keputusan bersama, ataupun pendelegasian, sehingga peran pendidikan dalan tipe ini adalah lebih bertindak sebagai menejer.[10]
C.    Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan
Untuk memangku jabatan pemimpin pendidikan yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan peranannya sebagai pemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani dan moralitas yang baik, bahkan persyaratan sosial ekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah persyaratan-persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin yang baik. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Rendah hati dan sederhana
2.      Bersifat suka menolong
3.      Sabar dan memiliki kestabilan emosi
4.      Percaya kepada diri sendiri
5.      Jujur, adil dan dapat dipercaya
6.      Keahlian dalam jabatan
D.    Tugas-tugas  Pemimpin  Pendidikan
1)     Kepemimpinan Pendidikan Sebagai Manajer
Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai manajer menurut Wahjo Sumidjo adalah menduduki fungsi-fungsi manajemen. Fungsi pemimpin pendidikan sebagai manajer identik dengan keharusan menjalankan berbagai fungsi yang ada pada manajemen. Manajer sudah pasti melakukan berbagai aktivitas, sedangkan aktivitas kerja manajer sering dikatagorikan menjadi fungsi-fungsi manajemen. Kepala sekolah berperan melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Adapun fungsi manajemen yang harus dilakukan oleh seorang manajer menurut Rue, Byars (2000:6) dan Henry Fayol (Hani Handoko, 2001:21)  meliputi lima aspek yaitu:
1.      Planning (perencanaan) meliputi: Pemilihan atau penetapan tujuanorganisasi, penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Perencanaan mencakup aspek-aspek:
a.       Kemampuan menetukan tujuan oerganisasi;
b.      Kemampuan merumuskan program pendidikan;
c.       Kemampuan menyusun strategi pembangunan; dan
d.      Kemampuan menetukan standarisasi pencapaian tujuan.
2.      Organizing (pengorganisasian), antara lain: Penentuan sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, perencanaan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok yang akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan,  penugasan dan tanggung jawab tertentu, pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugasnya.
Organizing (pengorganisasian) mencakup aspek-aspek:
a.       Kemampuan menghimpun dan mengkordinasi SDM;
b.      Kemampuan menghimpun dan mengkordinasi sumber-sumber material pendidikan;
c.       Kemampuan menentukan sumber daya yang dibutuhkan pendidikan;
d.      Kemampuan menentukan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan;
e.       Kemampuan mengembangkan institusi pendidikan; dan
f.       Kemampuan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada guru dan staf administrasi.
3.        Staffing (penyusunan personalia), adalah latihan pengembangan , serta penempatan dan pemberian orientasi para karyawan yang menguntungkan da produktif. Staffing (penyusunan personalia) mencakup aspek-aspek kemampuan penentuan kebutuhan SDM
a.       Kemampuan mengadakan rekrutmen;
b.      Kemampuan mengadakan seleksi bagi penerimaan guru dan karyawan;
c.       Kemampuan mengadakan pelatihan dan pengembangan SDM; dan
d.      Kemampuan mengadakan orientasi pada guru dan staf administrasi.
4.      Leading (pengarahan), berfungsi  untuk membuat atau mendapatkan para karyawan dapat melakukan apa yang diinginkan dan apa yang harus mereka lakukan, dan merupakan  cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana akan dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Pengarahan mencakup aspek-aspek:
a.       Kemampuan menyusun job describtion;
b.      Kemampuan untuk menempatkan para pengikut pada SDM yang tepat;
c.       Kemampuan untuk membangkitkan semangat kerja; dan
d.      Kemampuan untuk memberikan arahan bagi para guru dan staaf administrasi.
5.      Controlling (pengawasan) mencakup pengukuran kinerja terhadap tujuan-tujuan yang telah ditentukan, penentuan kasus-kasus penyimpangan  dan pengambilan tindakan untuk perbaikan yang diperlukan.  Pengawasan pencakup aspek-aspek:
a.       Kemampuan untuk menilai kinerja pengikut;
b.      Kemampuan untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang menyimpang;
c.       Kemampuan mengadakan strategi untuk mengadakan perubahan; dan
d.      Kemampuan menyusun strategi  untuk kontrol terhadap proses pencapaian tujuan.
2)      Kepemimpinan Pendidikan Sebagai Leader
Keberhasilan pemimpin pendidikan sebagai seorang leader mendasarkan kepada kuatnya kepengikutan menjadi unsur utama keberhasilan seorang pemimpin. Kemampuan untuk menggerakan personil pendidikan bekerjasama dalam pencapaian tujuan menjadi penting. Kepala sekolah harus mampu memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumberdaya sekolah secara optimal.
3)      Kepemimpinan Pendidikan Sebagai Edukator
 Kepala sekolah berperan untuk merencanakan, melaksanakan, menilai hasil      pembelajaran, membimbing dan melatih, meneliti dan mengabdi kepada masyarakat,     khususnya sebagai guru.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok dengan sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan bersama.
Tipe-tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ada lima tipe yaitu :
1.      Tipe Otokratik
2.      Tipe Paternalistik
3.      Tipe Kharismatik
4.      Tipe Laissez faire, dan
5.      Tipe Demokratik
Persyaratan-persyaratan pemimpin yang baik adalah sebagai berikut:
1.      Rendah hati dan sederhana
2.      Bersifat suka menolong
3.      Sabar dan memiliki kestabilan emosi
4.      Percaya kepada diri sendiri
5.      Jujur, adil dan dapat dipercaya
6.      Keahlian dalam jabatan
Tugas-tugas pamimpin pendidikan ialah
1.      Sebagai manajer
2.      Sebagai leader
3.      Sebagai edukator (pendidik)



Daftar Pustaka
Yaqin, husnul. 2011, ADMINISTRASI DAN MENEJEMEN PENDIDIKAN, Banjarmasin: Antasari Press
Rohmat. 2010, Kepemimpinan pendidikan, konsep dan aplikasi, Purwokerto: Stain press
Siagan, Sondang p. 1991, Teori dan praktek kepemimpinan, Jakarta: Rineka cipta



[1] Husnul Yaqin, M.Ed. ADMINISTRASI DAN MENEJEMEN PENDIDIKAN (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), Cet. II hlm. 144-147

[2] Rohmat, M,Ag.,M.pd. Kepemimpinan pendidikan, konsep dan aplikasi (Purwokerto: Stain press, 2010) cet 1, hal 53.

[3] Prof. Dr. Sondang p. Siagan, Teori Dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) cet 2, hal 31-33.
[4] Ibid, hal 33-36
[5] Ibid, hal 37-38
[6] Op,chit, hal 38-40
[7] Op,chit, hal 58.
[8] Op,chit, hal
[9] Op,chit, hal 40-44
[10] Op,chit, hal 61

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian An-Nahyu, sighat-shigat An-Nahyu, kaidah-kaidah An-Nahyu

MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)

Sistem pendidikan Islam di Indonesia