Aborsi dalam hukum fikh Islam modern



ABORTUS DAN MENSTRUAL REQULATION

KELOMPOK I
AMALIA
APRILIA
BAHRIAH
DIA SOPARINA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
BANJARMASIN
2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dimasa modern banyak dijumpai permasalahn-permasalahan tentang kehidupan sehari-hari yang belum pernah ada di zaman Nabi Muhammad SAW, maka dari itu muncul persoalan-persoalan baru yang berbeda pendapat tentang hukum boleh atau tidak melakukannya suatu perkara yang baru itu. Dalam hal ini ada beberapa perbedaan dalam menetukan hukumnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Abortus dan Menstrual Regulation?
2.      Apasaja macam-macam Abortus?
3.      Apa hukuman bagi yang melakukan Abortus dan melakukan Menstrual Regulation?
4.      Apa akibat dari melakukan Abortus ?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian Abortus dan Menstrual Regulation.
2.      Mengetahui macam-macam Abortus.
3.      Mengetahui hukuman bagi pelaku Abortus dan Menstrual Regulation.
4.      Mengetahui akibat dari melakukan Abortus dan Menstrual Regulatio.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Abortus dan Menstrual Regulation
1.      Pengertian Abortus dan Mentrual Regulation
Perkataan Menstrual Regulation merupakan istilah bahasa inggris yang telah diterjemahkan oleh dokter arab menjadi istilah  (pengguran kandungan yang masih muda). Meskipun istilah Menstrual Regulation, diartikan dengan mengatur kelancaran masa menstruasi oleh ahli medis, tetapi dalam prekteknya, menunjukkan tindakan pengguguran; walaupun yang digugurkan adalah kandungan yang masih muda.
Ada pendapat ahli medis yang mengatakan, bahwa prosedur pengambilan tindakan Menstrual Regulation (MR), kalau haid seorang wanita terlambat paling lama dua minggu.
Menggugurkan kandungan yang dalam bahasa arabnya ijhaadh, merupakan bentuk masdar dari ajhadha, yang artinya, wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Pengertian menggugurkan kandungan dibatasi pada lahirnya janin karena dipaksakan oleh ibunya atau dipaksakan oleh orang lain atas permintaan dan kerelaannya. Adapun gugurnya janin karena kecelakaan tidak masuk dalam kajian ini, karena tindakan itu tidak termasuk dalam kategori lepas tanggung jawab, melecehkan kehormatan dan sebagainya. Tidak masuk pula janin yang gugur karena wanita yang hamil itu dipaksa untuk menggugurkannya tanpa seizinnya, yang mana tindakan seperti ini tidak boleh dilakukan dan pelakunya berhak untuk dihukum.[1]
Kata Abortus merupakan istilah bahasa inggris, yang telah diterjemahkan oleh Dokter Arab menjadi istilah (pengguguran kandungan yang sudah tua atau sudah bernyawa). Istilah abortus dimaksudkan adalah mengakhiri kehamilan sebelum umur kandungan mencapai 28 minggu. Walaupun begitu ada kecenderungan untuk menurunkan batas minimal menjadi 22 minggu.[2]
2.      Macam-macam Abortus
Abortus dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1.      Abortus spontan (spontanes abortion) yaitu abortus yang terjadi sebelum foetus berkembang, atau sebelum sempat untuk lahir. Abortus spontan biasanya terjadi disebabkan yang berhubungan dengan kondisi ibu.
2.      Abortus provokatus (induced abortion). Abortus ini dibagi menjadi dua bagian yakni :
a.       Abortus provokatus artificial yang terjadi secara disengaja atas dasar indikasi medis secara legal.
b.      Abortus provokatus criminalis yaitu abortus yang terjadi secara disengaja atas dasar indikasi di luar medis.
Pada dasarnya abortus provokatus ini dilaksanakan atas dasar indikasi-indikasi-indikasi sebagai berikut:
·         Indikasi medis, jika kehamilan akan membawa akibat pada ibu seperti adanya penyakit jantung, paru-paru, ginjal dan sebagainya.
·         Indikasi psychiatris, jika kehamilan akan memberatkan penyakit jiwa yang dibawa ibu.
·         Indikasi eugenetik, jika khawatir akan adanya penyakit bawaan pada keturunan seperti sipilis, virus dan sebagainya.
·         Indikasi social ekonomi, untuk menjaga harga diri, kewibawaan seperti hamil sebelum nikah, takut miskin, akibat perkosaan dan sebagainya.
Dalam terminology islam, abortus diistilahkan dengan saqoltu janin artinya pengguguran kandungan (feotus) sebelum berkembang mencapai hari ke-120. Pengertian tersebut didasarkan pada sebuah hadist Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim artinya : “tiap-tiap manusia terjadi didalam perut ibunya dalam 40 hari, setelah itu menjadi segumpal darah  selama itu pula, kemudian segumpal daging selama itu pula, kemudian pesuruh Allah yang meniupkan roh membawa perintah empat perkara yang berhubungan dengan : rezki, umur, amalan dan akan berbahagia atau tidak.”
Secara teoritis, pengertian diatas dapat dihubungkan dengan proses kehamilan yang dikatakan pengguguran kandungan menurut islam seperti pendapat Ali bin Abi Thalib r.a (khalifah keempat) ketika menjawab orang yang mengatakan “azal” sebagai pembunuhan bayi secara terselubung. Maka beliau mengatakan bahwa : tidak dikatakan pembunuhan sehingga mani itu berjalan tujuh tahap, yaitu mula-mula sari tanah kemudian menjadi nutfah (sperma) kemudian menjadi darah yang membeku kemudian menjadi segumpal daging itu dilengkapi dengan tulang belulang kemudian dibungkus dengan urat\kulit dan terakhir menjadi manusia. Lantar Umar bin Affan menjawab benar engkau ya Ali, semoga Allah memanjangkan umurmu.
Jawaban Ali ini berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an yang menerangkan fase kehamilan sebagai berikut : “Dan sesungguhnya kami ciptakan manusia pertama (Adam) dari sari (ekstrak) tanah. Kemudian kami jadikan keturunananya dari setetes air mani yang bersarang dalam rahim. Seterusnya kami jadikan segumpal daging. Seterusnya kami jadikan ia tulang belulang itu dengan daging, barulah kemudian dari padanya kami ciptakan makhluk yang baru (bernyawa). Maha besarlah berkah Allah pencipta yang paling baik” (QS. Al-Mu’minun ayat 12-14).
3.      Hukum Pelaku Abortus
a.       Hukum Pengguguran Janin Setelah Peniupan Roh
Para fuqaha sepakat atas haramnya pengguguran janin setelah janin berusia empat bulan di dalam perut ibunya. Karena pada usia itu telah ditiupkan roh kepadanya. Makna zhahir dari pendapat para fuqaha menunjukkan bahwa mareka mengharamkan pengguguran janin setelah peniupan roh, hingga jika keberadaan janin itu membahayakan ibunya. Bahkan sebagian dari mareka mengatakannya secara terus terang, seperti Ibnu Najib Al-Hanafi mengatakan : “seorang wanita hamil yang terancam bahaya karena anak yang ada didalam perutnya, anaknya tidak boleh digugurkan, tetapi jika anaknya sudah mati di dalam perut tidak apa-apa digugurkan”
Dari pendapat para fuqaha dalam masalah ini, kita dapat menyimpulkannya menjadi dua hukum :
1.      Tidak diwajibkan qishash bagi asal (ibu) bila membunuh cabang (janin), walaupun disengaja dan direncanakan. Di antara alasan yang mareka kemukakan untuk menetapkan hukum ini adalah karena asal telah dijadikan oleh Allah sebagai sebab untuk mewujudkan cabang, maka tidak layak jika cabang menjadi sebab kemudian asalnya.
2.      Sebagian fuqaha sepakat bahwa pembunuh janin tidak diqishash walaupun disengaja, walaupun janinnya lahir dalam keadaan mati, dan walaupun pekerjaan itu hukumnya haram.
Dari kedua hukum ini jika keduanya diambil semua sudah cukup memberikan alasan bahwa kehormatan ibu lebih tinggi dari pada kehormatan janin jika keduanya bertemu. Maka tidak ada jalan lain kecuali mengorbankan salah satu jiwa untuk menyelamatkan jiwa yang lain.[3]
b.      Hukum Pengguguran Janin Sebelum Peniupan Roh
Beberapa ahli fikih berselisih pendapat tentang hukum menggugurkan janin yang usianya belum mencapai empat bulan atau belum ditiupkan roh kepadanya. Banyak sekali perbedaan pendapat yang ada diantara mazhab-mazhab itu, bahkan antara ulama dalam satu mazhab pun juga berselisih pendapat.
1.      Mazhab Hanafi
Mazhab ini mebolehkan pengguguran janin sebelum penuipan roh jika mendapat izin dari pemilik janin, yaitu kedua orangtuanya.
2.      Mazhab Maliki
Jumhur ualama mareka mengharamkan pengguguran kandungan setelah air mani berada di dalam rahim. Dari pendapat ini kita dapat menyimpulkan bahwa mareka sepakat mengharamkan pengguguran kandungan jika janin telah berusia 40 hari. Sedangkan sebelum janin berusia 40 hari, mayoritas mareka mengharamkan.
3.      Mazhab Hambali
Secara umum dalam mazhab ini membolehkan pengguguran kandungan fase perkembangan pertama sejak terbentuknya janin, yaitu fase zigot, yang usianya maksimal 40 hari tidak boleh digugurkan.
4.      Mazhab Syafi’i
Dari beberapa ulama mazhab syafi’I, bahwa menggugurkan kandungan pada masa ‘alaqah (segumpal darah) dan nuthfah (zigot) diperbolehkan dan diharamkan.

4.      Akibat-akibat dari melakukan abortus
1.      Timbulnya luka-luka dan infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ didekatnya seperti kandung kencing atau usus.
2.      Robeknya mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi kalau juga tersentuh maka ia menguncup kuat – kuat.
3.      Dinding rahim bisa tembus karena alat – alat yang dimasukkan kedalam rahim itu.
4.      Terjadinya pendarahan.

















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian menggugurkan kandungan dibatasi pada lahirnya janin karena dipaksakan oleh ibunya atau dipaksakan oleh orang lain atas permintaan dan kerelaannya.
Abortus dibagi menjadi dua :
1.      Abortus spontan.
2.      Abortus provokatus (induced abortion).
Akibat-akibat dari melakukan abortus
1.      Timbulnya luka-luka dan infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ didekatnya seperti kandung kencing atau usus.
2.      Robeknya mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi kalau juga tersentuh maka ia menguncup kuat – kuat.
3.      Dinding rahim bisa tembus karena alat – alat yang dimasukkan kedalam rahim itu.
4.      Terjadinya pendarahan.








DAFTAR PUSTAKA

H. Muhjuddin, Masail Al-Fiqh, Kalam Mulia, Jakarta, Cet-3, 2014
M. Nu’aim Yasin, Fiqh Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, Cet-1, 2001


[1] M. Nu’aim Yasin, Fiqh Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, Cet-1, 2001, h 229 .
[2] H. Muhjuddin, Masail Al-Fiqh, Kalam Mulia, Jakarta, Cet-3, 2014, h 89 .
[3] M. Nu’aim Yasin, Op Cit, h 233-236.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian An-Nahyu, sighat-shigat An-Nahyu, kaidah-kaidah An-Nahyu

MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)

Sistem pendidikan Islam di Indonesia