pengertian faraidh serta cara pembagiannya
TUGAS
TERSTRUKTUR
|
|
DOSEN
PENGAMPU
|
Fiqh
|
|
Drs. H. Abdul Wahab
|
FARAIDH
Oleh:
Syahpur Rijali [1501210258]
Syarief
Hidayatullah [1501210263]
Taufik [1501211461]
Yusron Prayogi [1501211462]
Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2016
BAB IFakultas Tarbiyah dan Keguruan
Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin
2016
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hukum waris
berperan penting dalam hukum Islam. Ayat Al Quran mengatur hukum waris dengan
jelas dan terperinci. Hal ini dapat dimengerti sebab masalah warispati dialami
oleh setiap orang. Karena itu, hukum waris langsung menyangkut harta benda yang
apabila tidak di berikan ketentuan maka akan menimbulkan sengketa antara ahli
waris. Setiap terjadi peristiwa kematian seseorang segera timbul pertanyaan
bagaimana harta peninggalannya harus diperlakukan dan kepada siapa saja harta
itu dipindahkan, serta bagaimana caranya. Inilah yang di atur dalam hukum
mewaris.
Sedemikian penting kedudukan hukum waris dalam
hukum islam sehingga banyak terdapat dalm hadist Nabi SAW salah satu nya yang
di riwayatkan Ibnu Majah dan Addaruquthni mengajarkan yang artinya:
“Pelajarilah
faraid dan ajarkanlah kepada orang banyak karena faraid adalah setengah ilmu
dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku.”
Karena ada
perintah khusus untuk mempelajari dan mengajarkan faraid itulah, para ulama
menjadikannya sebagai salah satu cabang ilmu yang berdiri sendiri, yang di
sebut ilmu faraid adalah bentuk jamak dari faridah yang antara lain berarti
bagian tertentu dari harta warisan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian faraidh
2.
Apa syarat
dan rukun pewarisan
3.
Apa
itu ashabul furudh (ahli waris)
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui
pengertian faraidh
2.
Mengetahui
syarat dan rukun pewarisan
3.
Mengetahui
siapa saja yang mendapatkan pembagian warisan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi dan Pensyariatan Faraidh
Faraidh(pewarisan) adalah segala yang berkaitan dengan pembagian
harta peninggalan. Faraidh bentuk jamak dari kata faridhah yang bermakna
sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang dipastikan. Karena pewarisan terkait
erat dengan pembagian yang dipastikan atau di tentukan. Faridhah lumrahnya
bermakna kewajiban, berubah makna menjadi bagian yang telah ditentukan dalam
Al-Qur’an. Dan, fardu secara bahasa bermakna kepastian, perkraan. Allah SWT
berfirman: “maka (bayarlah) seperdua dari apa yang telah kalian tentukan” (QS.
Al-Baqarah: 237)
Pengertian faraid adalah bagian yang telah ditentukan secara syara’
untuk ahli waris. Mempelajari ilmu faraid h termasuk kewajiban agama. Dalil
Al-Qur’an tentang faraidh, yaitu surah An-Nisa ayat 11, 12, dan 176 yang
menjelaskan tentang pewarisan.
Dalil sunnah tentang faraidh terdapat dalam beberapa hadits, di
antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud R.A bahwa Rasulullah SAW
bersabda,”belajarlah dan ajarkanlah ilmu faraidh karena sesungguhnya aku akan
mati, ilmu juga akan dicabut dan fitnah akan merebak. Dua orang akan berselisih
soal warisan dan mereka tidak menemukan orang yang dapat menyelesaikan
masalahnya.” [1]
B.
Rukun-rukun Pewarisan
Rukun-rukun
Pembagian Warisan ada tiga, yaitu:
1)
Al-muwarris,
yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yg mewariskan
hartanya.syaratnya, almuwarris benar-benar meninggal dunia.
2)
Al-waris
atau ahli waris, ahli waris adalah orang yang dinyatakan memiliki hubungan
kekerabatan baik karena hubungan darah, hubungan sebab perkawinan atau karena
akibat memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya, pada saat meninggal al-mawarris,
ahli waris benar-benar dalam keadaan hidup.
3)
Al-maurus
atau al-miras, yaitu harta peninggalan si mayit setelah dikurangi dengan hak
dan kewajuban atas harta si mayit.
C.
Syarat-syarat pewarisan
Dalam
pewarisan disyaratkan tiga hal berikut ini:
1)
Kematian
pewarisan secara hakiki, secara hakiki, atau secara sumatif
2)
Kehidupan
ahli waris setelah pewaris meninggal, meskipun secara hukum, seperti kandungan.
3)
Tidak
ada salah satu dari faktor-faktor penyebab terhalangnya warisan, yang akan di
bahas kedepannya.[2]
D.
Hak dan Kewajiban Seputar Harta Peninggalan
Dalam
hal ini setidaknya ad empat perkara; yaitu :
1)
biaya
kafan dan mengurus mayat, prioritas
utama terkait dengan harta peninggalan mayat adalah biaya pengurusan mayat,
sesuai dengan tingkat kemampuan ekonomi jenazah.
2)
melunasi
utang-piutang. Yaitu melunasi hutang
yang di ambil dari harta si mayat, baik ketika hidup si mayat merestui atau
tidak, baik hutang itu berkaitan dengan hak Allah SWT atau hak manusia karena
hutang adalah kewajiban yang harus di lunasi.
3)
merealisasikan
wasiat wasiatnya,
4)
pewarisan.
[3]
E.
Faktor-faktor Penyebab Pewarisan
1)
Adanya
hubungan kekerabatan, atau kekerabatan sedarah, sebagian kerabat berhak
mendapatkan warisan dari kerabat lainnya yang meninggal dunia, baik mendapatkan
warisan dengan bagian yang telah di tentukan atau mendapatkan sisa harta
warisan.
2)
Adanya
hubungan pernikahan yang sah, sekalipun belum melakukan hubungan intim, maka
setiap orang itu berhak mendapatkan harta warisan dari pasangannya dari bagian
yang telah dipaastikan saja, bukan ashabah.
3)
Adanya
hubungan budak dan tuan, yaitu tuan berhak mendapatkan harta warisan dari budak
yang dimerdekakannya, baik memerdekakan secara langsung, bertahap, atau syara,
seperti memerdekakan orang tua dan anaknya.
4)
Baitul
mal atau hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan islam. Sebab, baitul mal
berhak menerima harta warisan seperti halnya nasab, karena mereka masih berhak
menerima wasiat sepertiga dati harta mayat, kalau ternyata mayat tidak
mempunyai ahli waris.[4]
F.
Faktor-faktor Penyebab Terhalangnya Warisan
1)
Membunuh.
Yaitu, pembunuhan yang dilakukan ahli waris kepada orang yang mewariskannya
dengan alasan dan cara apapun, baik itu pembunuhan itu menjalankan qishas,
hudud dan lainnya.
2)
Berbeda
agama atau kafir. Orang islam tidak boleh menerima warisan dari orang kafir
begitu juga sebaliknya.
3)
Budak.
Budak atau hamba sahaya tidak berhak mewariskan dan mewarisi karena budak tidak
memiliki hak milik.
4)
Mati
misterius. Apabila ada dua orang yang bersaudara meninggal dunia karena
tenggelam, tertimpa sesuatu, serta raib serta tidak diketahui siapa yang
meninggal lebih dulu, maka salah satunya tidak berhak menerima warisan dari
yang lainnya. Harta yang ditinggalkan oleh mereka berdua diberikan kepada ahli
waris lainnya. [5]
G.
Bagian Pasti( furudh) Ahli Waris
Adapun bagian
pasti yang telah ditentukan dalam al- Qur’an ada enam, yaitu seperdua,
seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan seperenam. Pengertian furudh
adalah hak-hak ahli waris atau bagian yang telah ditentukan, tidaksida
bertambah atau berkurang, kecuali ada faktor lain, seperti ‘aul yang
mengakibatkan haknya berkurang dan rad yang menyebabkan bagiannya
bertambah. Pemilik bagian pasti ada tiga belas: empat dari golongan laki-laki,
yaitu suami, saudara seibu, saudara seayah, dan kakek. Terkadang kakek dan ayah
menerima warisan dengan mendapatkan sisa, dan terkadang kesuanya berkumpul atau
bersama dalam satu bagian. Sembilan dari golongan perempuan, yaitu ibu, nenk
dari ibu, nenek dari ayah, istri, saudara seibu, dan ahli waris yang mendapatkan
seperdua (suami, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan
saudari). Lalu anak-anak dari ibu, yaitu saudara atau saudari seibu.
1.
Ahli
Waris Yang Mendapatkan Bagian Seperdua
Ahli waris yang
mendapatkan bagian seperdua ada lima kelompok, sebagaimana berikut.
1)
Suami,
apabila tidak terdapat anak atau cucu dari anak laki-laki, Allah berfirman, “bagian
kalian (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istri kalian jika mereka tidak mempunyai anak,” (Q.S, An-Nisa :12) adapun
pngertian anak laki-laki bisa dikonotasikan pada cucu laki-laki dari anak
laki-laki, begitulah menurut ijma’ ulama, dalam persepektif hakiki atau majazi.
2)
Anak
perempuan. Allah berfirman “jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka
dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan), (Q.S An-Nisa :11)
3)
Cucu
perempuan dari anak laki-laki ketika tidak terdapat anak perempuan, karena
menurut ijma’ ulama cucu perempuan dari anak perempuan masih masuk kategori
anak.
4)
Saudari
kandung. Allah berfirman, “dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai
saudari, maka bagiannya (saudari itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkannya,” (Q.S An- Nisa :176). Terkecuali saudari seibu, karena
mereka mendapatkan seperenam sebagaimana penjelasan berikutnya.
5)
Saudari
seayah ketika tidak terdapat saudari kandung, karena saudari seayah menempati
kedudukannya,
Pembagian
seperdua itu, selain suami, ialah apabila sendirian. Bila mereka bersama
saudara, atau saudari lainnya, maka pembagian hak waris ahli waris lainnya akan
berubah sebagaimana penjelasan berikutnya
2.
Ahli
Waris Yang Mendapatkan Bagian Seperempat
Mereka yang
mendapatkan bagian seperempat ada dua kelompok, sebagaimana berikut :
1)
Suami
yang bersama dengan anak atau cucu dari anak laki-laki, Allah berfirman, “jika
mereka (istri-istri kalian) itu mempunyai anak, maka kalian mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya,” (Q.S An-Nisa :12). Cucu dari anak
laki-laki berkududukan sama dengan anak sebagaimana penjelasan terdahulu.
2)
Istri
yang tidak bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Allah berfirman, “para
istri memperoleh seperempat harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak
mempunyai anak, (Q.S An-Nisa :12). Cucu dari anak laki-laki berkedudukan
sama dengan anak sebagaimana penjelasan terdahulu.
3.
Ahli Waris Yang Mendapatkan Bagian
Seperdelapan
Pemilik hak
waris seperdelapan ada satu kelompok, yaitu istri ketika suaminya mempunyai
anak atau cucu dari anak laki-laki dan seterusnya. Allah berfirman “jika
kalian mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kalian tinggalkan” (Q.S Ani-Nisa :12). Cucu dari anak laki-laki
berkedudukan sama dengan anak sebagaimana penjelasan terdahulu.
4.
Ahli Waris Yang Mendapatkan Bagian Dua Pertiga
Pemilik haka waris dua pertiga ada
empat kelompok, sebagaimana berikut.
1)
Dua
anak perempuanatau lebih, apabila tidak bersamaan dengan anak laki-laki atau
dengan ahli waris yang meghalanginya. Allah berfirman, “jika anak itu
semuanya perempuan yang jumlahnya leih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan, “(Q.S An-Nisa :11).
2)
Dua
cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, baik mereka dari satu ayah atau
beberapa ayah.
3)
Dan
4). Dua saudari atau lebih yang sekandung, atau seayah ketika tidak ada para
saudari kandung dan tidak ada ahli waris
yang mengakibatkan mereka mendapatkan sisa atau menghalanginya. Allah
berfirman, “tetapi jika saudari itu dua orang, maka bagi keduanya dua
pertiga harta yang ditinggalkan,” (Q.S An-Nisa :176). Ayat ini turun
menjelaskan tujuh saudari jabir, setelah dia sakit keras dan bertanyamengenai
para ahli warisnya,sebagiamana hadits yang diriwayatkan oleh al-bukahri dan
muslim, Dengan demikian, yang dimaksud oleh ayat diatas adalah dua saudari atau
lebih, Dan disamakan dengan mereka adalah dua anak perempuan dan dua anak
perempuan dari laki-laki. Disamakan dengan saudari atau anak perempuan adalah
anak perempuan dari anak laki-laki bahkan mereka masuk dalam kategori pengerian
anak, baik dalam pengertian hakiki maupun majazi.
5.
Ahli
Waris Yang Mendapatkan Bagian Sepertiga
Pemilik hak waris sepertiga adau dua
bagian kelompok,sebagaimana berikut.
1)
Ibu
yang tidak bersama dengan anak atau cucu dari anak laki-laki,dua saudara dan
saudari, sekandung atau tidak, yang berhalangi bila bersama ahli warisnya
lainnya, seperti sauadara seibu, baik bersama kakek maupun tidak, Allah
berfirman, “ jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi
oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga, jika dia (yang
meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ia mendapatkan seperenam,” (Q.S
An-Nisa :11). Cucu dari anak laki-laki berkedudukan sama dengan anak
sebagaimana penjelasan terdahulu. Menurut ijma’ ulama yang dimaksud saudara
adalah dua saudara atau lebih.
Selain itu disyaratkan tidak
terdapat bapak dan salah satu dari istri atau suami. Maka apabila ibu bersama
mereka, dia mendapatkan sepertiga sisa. Hal itu akan dijelaskan dalam dua
permasalahan gharawain.
2)
Dua saudari atau lebih yang seibu. Allah
berfirman, “ jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara (seibu) atau saudari (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta, tetapi jika saudar-saudari seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang seprtiga itu,” (Q.S
An-Nisa :12).
Menurut
ibnu mas’ud maksud mempunyai seorang saudara (seibu) atau seorang saudari
(seibu) adalah saudara dan saudari seibu (Auladul umm), walau penafsiran
ini tidak populer dikalangan ulama. Akan tetapi, hadits yang menjelaskannya
dikategorikan sebagai hadits shahih sehingga pemaknaan itu bisa dijadikan acuan
dan diamalkan mengingat hadits shahih bersifat tauqifi (seseuatu yang
pasti dari Nabi Muhammad SAW.) Allah menyebut saudara dan saudari seibu dengan
sebutan anak-anaknya ibu (Auladul umm) dan menyamakannya, karena mereka
tidak mempunyai hak dan kesempatan untuk mendapatkan bagian sisa (ashabah). Berbeda
dengan saudara kandung atau saudara seayah. Mereka bisa mendapatkan warisan
melalui jalur ashabah. Dengan demikian, maka hak laki-laki adalah dua kali
lipat hak perempuan, seperti dalam pembagian waris dua anak perempuan atau beberapa
anak perempuan.
Terkadang
hak waris sepertiga untuk kakek yang bersama dengan saudara-saudari, apabila
pembagiannya berkuarang karena dibagi sama (muqassamah). Contoh, kakek
bersama tiga sauara atau lebih, maka hak sepertiga diberikan kepada tiga saudara
itu dan kakek mendapat sepertiga.
6.
Ahli Waris Yang Mendapatkan Bagian Seperenam
Pemilik hak waris seperenam ada tujuh kelompok, sebagaimana
berikut.
1)
Ayah
ketika bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, baik laki-laki atau
perempuan. Allah berfirman “untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing
seperenam dari harta yang ditinggalkan jika dia (yang meninggal) mempunyai
anak” (Q.S An-Nisa :11). Kakek mendapatkan seperenam asal tidak ada bapak.
Begitulah menurut ijma’ ulama
2)
Kakek
mendapatkan sperenam asala tidak ada ayah, begitulah menurut ijma’ ulama.
3)
Ibu
ketika bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, atau bersama para saudara
dan saudari, dua atau lebih karena penjelasan ayat yang terdahulu dan Allah
berfirman “jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam” (Q.S An-Nisa : 11).
4)
Nenek
dari ayah atau ibu ketika tidak ada ibu. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya
bahwa Rasulullah memberikan seperenam kepada seorang nenek.
5)
Cucu
perempuan dari anak laki-laki yang bersama dengan anak perempuan kandung atau
bersama cucu perempuan dari anak laki-laki yang lebih dekat darinya, dan tidak
ada ahli waris ashabah karena untuk menyempurnakan bagian dua pertiga.
6)
Saudari
seayah, satu atau lebih dari saudari kandung, dan tidak ada waris ashabah (Muashshib),
tidak ada orang tua dari kalangan laki-laki dan tidak ada keturunan dari
kalangan laki-laki pula. Ini berdasarkan ijma’ ulama untuk menyempurnakan
bagian dua pertiga (bagian dari dua saudari).
7)
Saudara
seibu atau saudari seibu ketika tidak ada keturunan yang menerima waris dari
kalangan laki-laki pula. Allah berfirman “ Apabila seorang laki-laki atau
perempuan tidak mempunyai anak, dan mempunyai saudara dan saudari, maka
masing-masing dari keduanya mendapatkan seperenam” (Q.S An-Nisa :12).[6]
H.
Ashabah dan Hijb/Mahjub
Ashabah secara bahasa adalah jalur kekerabatan laki-laki pada
ayahnya seperti paman dari ayah dan anak laki-laki paman dari ayahnya. Secara
syara’ adalah prang yang tidak mendapatkan bagian pasti yang telah di tentukan,
melainkan mendapat sisa warisan. Ahli waris ashabah kadang berhak memperoleh
seluruh harta warisan jika ahli warisnya hanya dia seorang diri, dan kadang
mendapatkan harta warisan yang telah dibagikan kepada ashabul furudh sesuai
ketentuan syara.
Hajb, secara bahasa bermakna terlarang dan secara syara’ adalah
tercegah menerima hak waris, baik secara
keseluruhan ataupun sebagaian saja. Hajb terbagi menjadi dua bagian yaitu:hajb
hirman dan hajb nuqshan.
a.
Hajb
hirman adalah seorang tidak berhak mendapatkan warisan sama sekali, bukan
karena oleh dirinya sendiri seperti karena membunuh atau berbeda agama. Akan
tetapi disebabkan oleh orang lain yg derajatnya lebih dekat kepada mayat.
b.
Haj
nuqshan adalah berkurangnya bagian ahli waris karena ad ahli waris lainnya.
I.
‘Aul dan Rad
Menurut jumhur sahabat dan Empat mazhab, ‘aul adalah siham melebihi
asal masalah dalam pembagian kepada ahli waris.
masalah yang
bisa Aul ada 3 masalah :
·
Masalah pertama 6 bisa aul
kepada 7, 8, 9, 10
·
Masalah kedua 12 bisa aul 13, 15, 17
·
Masalah ketiga 24 bisa aul 27
Rad
atau pengembalian kepada ahli earis yang mempunyai bagian pasti terjadi ketika
harta peninggalan melebihi perolehan ahli waris. Rad adalah kelebihan pembagian
ahli waris dan kekurangan siham yang akan dibagikan.
J. Wasiat
Istilah
wasiat di ambil dari washaitu-ushi asy-syai’a (aku menyambung sesuatu). Orang
yang berwasiat menyambung apa yang ada dalam hidupnya setelah kematiannya.
Dalam
syariat, wasiat adalah penghibahan, piutang atau manfaat oleh seseorang kepada
orang lain dengan ketentuan bahwa orang yang diberi wasiat memiliki hibah
tersebut setelah kematian yg berwasiat.[7]
K. Hibah
Didalam
Al-Qur’an Allah berfirman:
.....“dia berkata; ya tuhanku, berilah
aku keturunan yang baik darisisimu, sesungguhnya engkau maha mendengar doa” (QS Ali Imran:38)
Kata hibah berasal dari hubub ar-rih
(hembusan angin). Dan kata ini digunakan untuk menunjukkan pemberian dan
kebajikan kepada orang lain, baik dengan harta atau yang lainnya.
Sementara itu menurut syariat, hibah
adalah akad pemberian sesuat oleh seseorang atas hartanya kepada orang lain
ketika dia masih hidup, tanpa penukar
Hibah yang mutlak tidak membutuhkan
penukar, baik yang semisalnya, lebih rendah darinya, atau lebih tinggi darinya.[8]
L. Wakaf
Secara
etimologi, istilah wakaf berasal dari kata waqf, yang bisa bermakna habs
(tertahan).
Dalam
syariat, wakaf bermakna menahan pokok dan mendermakan buah. Atau, dengan kata
lain, menahan harta dan menahan mafaat-manfaatnya di jalan Allah.[9]
M. Shadaqah
Shadaqah yaitu
pemberian sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain dengan tidak mengarapkan
balasan dari orang yang menerimanya kecuali mengharapkan pahala dari Allah,
hukum shadaqah adalah sunnat.
Rukun dan
syarat shadaqah ada empat yaitu :
1.
Ada
yang memberi, syaratnya ialah orang yang berhak memperedarkan hartanya dan
memiliki barang yang diberikan.
2.
Ada
yang diberi, syaratnya yaitu berhak memiliki.
3.
Ada
ijab qabul.
4.
Ada
barang yang diberikan, dengan syarat hendaknya barang itu dapat dijual.
N. Hadiah
Hadiah adalah
pemberian dengan tujuan untuk menghormati orang yang diberi disamping untuk
mendapatkan ganjaran dari Allah. Barang yang dihibahkan atau yang dihadiahkan
itu tetap tidak boleh diambil lagi bila telah diterima, dipegang oleh orang
yang diberinya dan bisa terus menjadi hak miliknya.
Tabel bagian ahli waris
Bagian
untuk anak perempuan
NO
|
Bagian warisan
|
Syarat
|
1
|
-tidak
adanya anak perempuan selain dirinya
-tidak
ada anak laki-laki(saudaranya)
|
|
2
|
‘Ashabah
|
-ada
anak laki-laki
|
3
|
untuk dua orang anak permpuan
|
-bersamanya
ada anak perempuan dua orang tau lebih
|
Bagian
untuk anak perempuan dari anak laki-laki(cucu perempuan)
NO
|
Bagian Warisan
|
Syarat
|
1
|
-tidak ada
cucu perempuan selain dirinya
-tidak
ada anak laki-laki maupun perempuam
|
|
2
|
untuk dua orang cucu perempuan atau lebih
|
-berjumlah dua
orang atau lenih
-tidak
ada anak laki-laki atau perempuan
|
3
|
untuk satu orang cucu perempuan atau lebih
|
-jika ada
anak perempuan
-tidak
ada cucu laki-laki
|
4
|
Ashabah
|
Jika
ada cucu laki-laki
|
5
|
Tidak
memperoleh warisan
|
Jika
ada anak laki-laki
|
6
|
Tidak
memperoleh warisan
|
Jika
ada dua anak perempuan atau lebih, kecuali jika ada cucu laki-laki, jika ada
cucu laki-laki maka dia mewarisi harta sebagai ashabah bersamanya
|
Bagian
untuk ibu
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
-jika ada anak
(laki-laki atau perempuan)
-adanya
dua orang saudara atau lebih(laki-laki atau perempuan)
|
|
2
|
Tidak
ada anak atau dua saudara/i atau lebih
|
|
3
|
- Tidak ada
anak atau dua saudara/i atau lebih
-ada
ahli waris bersamanya: suami/istri dan ayah. Harta warisan dibagikan setelah
bagian suami/istri dan ayah ditentukan.
|
Bagian untuk istri
NO
|
Bagian
Warisan
|
Syarat
|
1
|
Tidak ada
anak(laki-laki atau perempuan), cucu (cucu laki-laki atau perempuan), atau
nasab kebawah lagi.
|
|
2
|
Jika ada anak
(laki-laki atau perempuan)
|
Bagian untuk suami
NO
|
Bagian
Warisan
|
Syarat
|
1
|
Tidak ada
anak(laki-laki atau perempuan), cucu (cucu laki-laki atau perempuan), atau
nasab kebawah lagi.
|
|
2
|
Jika ada anak
(laki-laki atau perempuan)
|
Bagian
untuk ayah
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
-jika ada anak
laki-laki atau perempuan atau cucu laki-laki atau nasab kebawah lagi
|
|
2
|
Adanya
anak perempuan atau cucu perempuan atau nasab kebawah lagi
|
|
3
|
Ashabah
|
Tidak
ada anak laki-laki atau perempuan atau tidak ada cucu laki-lai atau perempuan
atau nasab kebawah lagi
|
Bagian
unuk saudari kandung
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
--tidak ada
saudari kandung selain dirinya
-tidak
ada anak laki-laki atau perempuan
-tidak
ada cucu laki-laki atau perempuan
-tidak
ada bapak atau kakek
-Tidak
ada saudara kandung
|
|
2
|
untuk
dua orang saudari kandung atau lebih
|
-adanya
sadari kandung slaindirinya
-Tidak
ada ahli waris yang disebutkan di atas
|
3
|
Ashabah
|
-ada
saudara kandung
-tidak
ada ahli waris yang disebutkan di atas
-bagian
perempuan setengan dari laki-laki
|
4
|
Ashabah
|
-ada
anak perempuan atau cucu perempuan baik satu orang atau lebih
-tidak
ada anak laki-laki atau cucu laki-laki
|
5
|
Tidak
memperoleh warisan
|
Ada
salah satu diantara orang berikut:
-anak
laki-laki atau cucu laki-laki
-Bapak
atau Kakek
|
Bagian
untuk saudari seibu
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
--tidak ada
saudari kandung selain dirinya
-tidak
ada anak laki-laki atau perempuan
-tidak
ada cucu laki-laki atau perempuan
-tidak
ada bapak atau kakek
-Tidak
ada saudara kandung
|
|
2
|
untuk
dua orang saudari kandung atau lebih
|
Tidak
ada ahli waris yang disebitkan di atas
|
3
|
Tidak
memperoleh warisan
|
Ada
salah satu diantara orang berikut:
-anak
laki-laki atau perempuana
-cucu
laki-laki atau pepempuan
-Bapak
atau Kakek
|
Bagian
untuk sadari seayah
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
-sendirian,
tidak ada saudari seayah selaindirinya
-tidak
ada saudara seayah
-tidak
ada saudari kandung
|
|
2
|
untuk
dua orang saudari seayah atau lebih
|
-Ada
saudari seayah selaindirinya
-tidak
ada ahli waris yang disebutkan di atas
|
3
|
Ada
satu saudara kandung
|
|
4
|
Ashabah
|
-ada
saudara seayah, satu maupun lebih
-pembagian
dibagikan dengan prinsif perempuan mendapat setengah bagian dari laki-laki
|
5
|
Ashabah
|
-ada
anak perempuan (satu atau lebih)
Ada
cucu perempuan
|
6
|
Tidak memperoleh harta
|
Ada
salah satu diantara orang berikut:
-Anak
laki-laki atau terus nasab kebawah lagi.
-ayah
-saudara
kandung, jika ia mendapat ashabah
-ada
dua orang saudari kandung atau lebih (kecuali saudari seayah ini bersama
sadara seayah maka ia menjadi ashabah)
|
Bagian
untuk kakek
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
Adanya
anak laki-laki atau cucu laki-laki atau terus nasab kebawah lagi
|
|
2
|
Adanya
anak perempuan atau cucu perempuan atau terus nasab kebawah lagi
|
|
3
|
Ashabah
|
Tidak
adanya anak perempuan atau cucu perempuan atau anak laki-laki atau cucu laki-laki
|
4
|
Tidak
memperoleh warisan
|
Adanya
ayah
|
Bagian
untuk nenek
NO
|
Bagian Warisan
|
Sayarat
|
1
|
-Tidak
ada ibu
-tidak
ada nenek lain yang nasabnya lebih dekat kepada mayat
|
|
2
|
Tidak
mendapat warisan
|
Adanya
ibu
|
3
|
Tidak memperoleh warisan
|
Ada
nenek lain yang silsilah nasabnya lebih dekat kepada mayat
|
BAB III
PENUTUP
Definisi
Faraidh
Faraidh(pewarisan) adalah segala yang berkaitan dengan pembagian
harta peninggalan. Faraidh bentuk jamak dari kata faridhah yang bermakna
sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang dipastikan. Karena pewarisan terkait
erat dengan pembagian yang dipastikan atau di tentukan. Faridhah lumrahnya
bermakna kewajiban, berubah makna menjadi bagian yang telah ditentukan dalam
Al-Qur’an. Dan, fardu secara bahasa bermakna kepastian, perkraan. Allah SWT
berfirman: “maka (bayarlah) seperdua dari apa yang telah kalian tentukan” (QS.
Al-Baqarah: 237)
Syarat-syarat
pewarisan
Dalam
pewarisan disyaratkan tiga hal berikut ini:
1.
Kematian
pewarisan secara hakiki, secara hakiki, atau secara sumatif
2.
Kehidupan
ahli waris setelah pewaris meninggal, meskipun secara hukum, seperti kandungan.
3.
Tidak
ada salah satu dari faktor-faktor penyebab terhalangnya warisan, yang akan di
bahas kedepannya
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
Dr. Wahbah zuhaili, 2008, fiqih imam syafi’i,Jakarta: Almahira.
Sayyid
sabiq, 2012, Fiqih Sunnah, kakarta: Pena Pundi aksara.
[1] Prof. Dr.
Wahbah zuhaili, fiqih imam syafi’i,Jakarta: Almahira, 2008, hlm 77
[2] Sayyid sabiq, Fiqih
Sunnah, kakarta: Pena Pundi aksara, 2012, hlm 513-514
[3] Op, cit., hlm
79-80
[4] Prof.
Dr. Wahbah zuhaili., hlm 80-82
[5] Prof.
Dr. Wahbah zuhaili., hlm 85-87
[6] Prof.
Dr. Wahbah zuhaili., hlm 91-96
[7] Sayyid sabiq, Fiqih
Sunnah, kakarta: Pena Pundi aksara, 2012, hlm 495
[8] Sayyid sabiq.,
hlm 449
[9] Sayyid sabiq,
Fiqih Sunnah., hlm 433
Komentar
Posting Komentar